bersama koperasi sentra agribisnis rakyat (sar) …
TRANSCRIPT
BERSAMA KOPERASI SENTRA AGRIBISNIS
RAKYAT (SAR) MEMBANGUN PERTANIAN
DAN KESEJAHTERAAN PETANI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI
DAN PENDIDIKAN TINGGI
IPB UNIVERSITY
BERSAMA KOPERASI SENTRA
AGRIBISNIS RAKYAT (SAR)
MEMBANGUN PERTANIAN DAN
KESEJAHTERAAN PETANI
Penyusun :
Prof. Manuntun Parulian Hutagaol, M.Sc
Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc
Dr. Ir. Dahri, MSi
Yulia Puspadewi Wulandari, SP
Nurul Inayah, SE
Penerbit :
CARE IPB
BERSAMA KOPERASI SENTRA
AGRIBISNIS RAKYAT (SAR)
MEMBANGUN PERTANIAN
DAN KESEJAHTERAAN
PETANI
ISBN : 978-602-71091-9-3
Penyusun :
Prof. Manuntun Parulian Hutagaol, M.Sc
Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc
Dr. Ir. Dahri, MSi
Yulia Puspadewi Wulandari, SP
Nurul Inayah, SE
Penerbit :
CARE IPB
Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
1
KATA PENGANTAR
Konsentrasi penduduk miskin hingga saat ini masih terkonsentrasi di wilayah pedesaan yang mana mayoritas pekerjaan utama masyarakatnya di sektor pertanian. Hal ini menjadikan tantangan bagi revitalisasi pertanian rakyat sangat penting untuk ditekankan kembali karena agar mampu membuka kesempatan kerja yang lebih luas, dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB. UUD 1945 pasal 33 menyebutkan bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan”. Adapun penjelasan dari pasal tersebut menyarakan bahwa koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok dengan azas tersebut. Koperasi merupakan salah watu wadah penting yang dinilai mampu mengentaskan kemiskinan terutama di kalangan petani.
Buku ini berusaha memaparkan mengenai bagaimana koperasi dapat mengatasi kemiskinan di pertanian dengan studi kasus pada Kabupaten Malang, Jawa Timur. Melalui buku ini, dosen, mahasiswa dan masyarakat dapat memperoleh gambaran tentang kondisi petani serta permasalahan kemiskinan yang mereka hadapi. Penulis berharap buku ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi bidang ilmu pengetahun di Indonesia terutama di bidang Ekonomi Koperasi dan UMKM.
Bogor, 20 November 2019
Tim Penyusun
2
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
DAFTAR ISI
01. KOPERASI DAN PERKEMBANGAN PERAN
EKONOMINYA DI INDONESIA .................................... 4 1.1. Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Nasional ................................................................... 4 1.2. Fakta Mengenai Kontribusi Koperasi dalam perekonomian nasional ............................................ 6 1.3. Koperasi konsumsi lebih berkembang dari Koperasi Produksi. .................................................... 7
02. MENGAPA KOPERASI PENTING BAGI PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA ? ......... 12
03. PERTANIAN DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MALANG ................................................................ 15 3.1. Tinjauan singkat pertanian dan kemiskinan di Kabupaten Malang ................................................. 15 3.2. Kondisi Sosial Petani ........................................ 16 3.3. Kondisi Ekonomi Petani.................................... 18 3.4. Kinerja Usaha Tani ........................................... 20 3.6.Aksesibilitas Petani pada Pasar Kredit Perbankan ............................................................................... 22
04. Tantangan Bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Malang ................................................. 26 4.1. Peningkatan Nilai Tambah Produk Pertanian .... 26 4.2. Pembebasan Petani dari ketergantungan pada kreditor lokal .......................................................... 29 4.3. Perluasan Kesempatan Kerja Secara Lokal ........ 30 4.4. Peningkatan “market bargaining power” ......... 31
05. Koperasi sebagai Strategi Peningkatan Kesejahteraan Petani ..................................................................... 33 5.1. Collaborative Action di Pertanian ..................... 33 5.2. Mengenal Koperasi Pertanian .......................... 35
5.3. Tantangan Pengembangan Koperasi Pertanian di Era Milenial ............................................................ 37
06. Koperasi Sistem Agribisnis Rakyat Untuk Pengentasan Kemiskinan Petani Kopi .......................................... 40 6.2. Peningkatan Kesejahteraan Petani di Sentra Komoditi Pertanian ................................................. 40 6.2. Koperasi Sentra Agribisnis Rakyat dan Tiga Prinsip Dasar ...................................................................... 41 6.3. Skala Ekonomi dan Skop Bisnis ......................... 44 6.4. Peran Mitra Bisnis ............................................ 45 6.5. Model Konseptual Koperasi SAR ...................... 46 6.2. Sinergi BUMDes dan Koperasi SAR ................... 48
4
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
01. KOPERASI DAN PERKEMBANGAN PERAN
EKONOMINYA DI INDONESIA
Koperasi merupakan salah satu pelaku ekonomi
sektor formal, selain Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang
bersama-sama berperan penting dalam mendorong
pembangunan ekonomi. Pemberdayaan koperasi
merupakan salah satu langkah strategis untuk
menumbuhkan tingkat pertumbuhan dan
pembangunan nasional.
Berdasarkan data perkembangan koperasi pada
tahun 2014 mencapai hingga 209.488 unit dan
menyerap tenaga kerja sebanyak 567.455 orang.
Dengan perkembangan tersebut maka dapat dikatakan
bahwa potensi pada sektor koperasi cukup besar dalam
upaya mendorong perekonomian nasional. Sehingga
disimpulkan bahwa koperasi dapat menciptakan
perekonomian dalam negeri yang stabil melalui
kemandirian ekonomi.
1.1. Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Nasional
Koperasi dapat diartikan sebagai pilar atau tulang
punggung perekonomian Indonesia, artinya
keberadaan dan eksistensinya telah dijamin oleh
undang-undang. Adapun peran dan fungsi koperasi
adalah sebagai pilar utama dalam sistem
perekonomian, selain itu koperasi juga diharapkan
mampu berperan aktif dalam mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 1992 tentang perkoperasian menyebutkan
bahwa koperasi adalah Badan Usaha yang
beranggotakan perorangan atau perseroan dengan
melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Adapun prinsip
koperasi di Indonesia diuraikan dalam pasal 5 UU No.25
Tahun 1992, sebagai berikut:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil
sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-
masing anggota;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap
modal;
e. Kemandirian.
Selain melaksanakan beberapa prinsip
berdasarkan UU tersebut, koperasi juga melaksanakan
dua prinsip koperasi lainnya sebagai upaya dalam
mengembangkan koperasi yaitu (1) pendidikan
perkoperasian; dan (2) kerjasama antar koperasi.
6
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
1.2. Fakta Mengenai Kontribusi Koperasi dalam
perekonomian nasional
Koperasi merupakan salah satu pelaku usaha
ekonomi di Indonesia dengan memberikan kontribusi
yang masih tergolong kecil setiap tahunnya. Hal ini
disebabkan oleh kurang efektif dan efisien dari
keberadaan setiap koperasi di Indonesia. Sehingga,
pemerintah melalukan reformasi terhadap seluruh
koperasi di setiap wilayah Indonesia.
Reformasi total koperasi telah berhasil
meningkatkan PDB koperasi terhadap PDB nasional.
PDB koperasi tahun 2014 mencapai sebesar 1,71% dan
meningkat menjadi 5,1% pada tahun 2018.
Sumber : Data Kementerian Koperasi dan UKM & BPS (2019)
Gambar 1.1. Kontribusi PDB koperasi terhadap PDB nasional
Peningkatan kontribusi koperasi ini merupakan
salah satu keberhasilan dari program reformasi
koperasi. Di mana dilakukan reformasi terhadap
koperasi secara total di Indonesia, yaitu mengubah
paradigma pemberdayaan koperasi dari kuantitas
menjadi kualitas. Selanjutnya, dilakukan juga langkah
rehabilitasi dan pengembangan koperasi.
Peningkatan kontribusi tersebut berdampak
pada kenaikan kesejahteraan anggota dan
masyarakat, serta pemerataan pembangunan
perekonomian nasional.
1.3. Koperasi konsumsi lebih berkembang dari Koperasi
Produksi.
Berdasarkan jenisnya, koperasi di bedakan
menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah
koperasi konsumsi dan koperasi produksi. Koperasi
konsumsi merupakan koperasi yang berusaha dalam
bidang penyediaan barang-barang konsumsi yang
dibutuhkan oleh para anggota koperasi itu sendiri.
Sementara, koperasi produksi merupakan koperasi
yang utamanya melakukan pemrosesan baku menjadi
barang jadi atau barang setengah jadi.
Secara umum, koperasi memiliki karakteristik
sosial yaitu produk yang ditawarkan berupa jasa.
Kualitas jasa koperasi dapat dinilai berdasarkan
8
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
beberapa dimensi (Zeithaml et.al. dalam Umar 2003),
yaitu:
a. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk
memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji
yang ditawarkan.
b. Responsiveness (cepat tanggap), kemampuan
karyawan dalam memberikan pelayanan yang
cepat dan tanggap.
c. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan karyawan
dalam memberikan pelayanan yang cepat dan
tanggap.
d. Tangibles (keberwujudan), penampilan fasilitas
fisik, peralatan, personel, dan alat—alat
komunikasi.
Secara struktural, koperasi memiliki akses paling
kecil terhadap faktor produksi, khususnya dalam
permodalan jika dibandingkan dengan pelaku ekonomi
lainnya. Sementara, tingkat penguasaan faktor
produksi berkorelasi positif dengan tingkat
pemanfaatan hasil pembangunan. Oleh karena itu,
wajar saja jika sumbangan koperasi terhadap PDB saat
ini masih tergolong kecil.
Selanjutnya, jika dilihat secara institusional,
koperasi memiliki ruang gerak yang paling terbatas dari
pelaku usaha lainnya, sehingga tidak memungkinkan
untuk koperasi bergerak bebas seperti sektor swasta
murni lainnya. Oleh karena itu, kegiatan usaha koperasi
hanya seputar simpan pinjam dan pertokoan saja.
Padahal masih terdapat banyak peluang yang mampu
dikembangkan dalam koperasi dan dapat memberikan
manfaat lebih besar kepada anggota dan juga
masyarakat.
1.4. Tantangan dalam pengembangan koperasi
produksi
Perkembangan koperasi di Indonesia saat ini
terus menerus mengalami peningkatan, yang ditandai
dengan banyaknya pertumbuhan koperasi di
Indonesia. Namun, seiring dengan perkembangan
tersebut, dalam prosesnya masih terjadi banyak
hambatan dan/atau tantangan.
Beberapa faktor yang menyebabkan koperasi di
Indonesia ini tidak aktif atau koperasi tidak efisien dan
efektif dalam mencapai tujuan utamanya yaitu
pembinaan koperasi saat ini belum banyak membawa
perubahan dan masih terobsesi kepada pembinaan
pola lama dengan menekankan kegiatan usaha tanpa
didukung oleh SDM yang kuat dan kelembagaan yang
kuat. Namun, penyebab yang paling sering terjadi
adalah koperasi-koperasi di Indonesia mengalami
ketercukupan modal usaha yang kurang.
Dalam menyelenggarakan usaha sebagai
organisasi ekonomi, koperasi memerlukan adanya
modal. Peranan modal dalam operasional koperasi
mempunyai kontribusi yang sangat penting karena
10
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
tanpa modal yang cukup maka usaha koperasi tidak
akan berjalan lancar. Dengan demikian, berikut
diuraikan beberapa hal yang akan menjadi tantangan
bagi koperasi adalah:
a. Hilangnya pasar produk ekspor kita karena harga
dan kualitas produk dalam negeri kalah bersaing
dibandingkan dengan negara lain di Asean.
b. Semakin banyaknya produk impor yang ada di
pasaran dalam negeri, yang kemudian akan
mematikan usaha lokal.
c. Masuknya SDM dari negara lain yang memiliki
tingkat kualitas yang lebih dan kemudian akan
menggantikan tenaga kerja dalam negeri.
Semakin tinggi peluang koperasi yang semakin
banyak dan berjalan dengan baik di Indonesia, maka
banyak juga masalah atau tantangan yang dihadapi
oleh koperasi di Indonesia.
Saat ini koperasi sedang dihadapkan pada
tantangan untuk bergerak cepat seiring dengan
modernisasi dunia usaha. Sehingga, yang perlu menjadi
perhatian seluruh masyarakat Indonesia, terkhusus
para penggerak koperasi adalah pengelolaan koperasi
secara professional, peningkatan kompetensi dengan
membangun kekuatan SDM, dan harus mampu
beradaptasi dengan teknologi, serta harus siap dengan
perubahan dalam memasuki era globalisasi.
Rangkuman
✓ Reformasi terhadap koperasi di Indonesia, yaitu
mengubah paradigma pemberdayaan koperasi dari
kuantitas menjadi kualitas telah memberikan dampak
peningkatan PDB koperasi terhadap PDB nasional dari
1,7% (2014) menjadi 5,1% (2018).
✓ Saat ini koperasi sedang dihadapkan pada tantangan
untuk bergerak cepat seiring dengan modernisasi
dunia usaha sehingga lahirnya tuntutan pengelolaan
koperasi secara professional, peningkatan
kompetensi dengan membangun kekuatan SDM, dan
harus mampu beradaptasi dengan teknologi
12
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
02. MENGAPA KOPERASI PENTING BAGI PERTANIAN
DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA ?
Sektor pertanian Indonesia memiliki potensi
ekonomi dan sumberdaya yang sangat berlimpah,
tetapi hingga kini beberapa petani Indonesia masih
terjerat dalam masalah kemiskinan.
Koperasi memiliki peranan penting dalam
keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia,
terutama dalam perekonomian Indonesia. Sebagian
besar masyarakat telah mengenal koperasi. Meskipun
masyarakat mendefinisikan koperasi secara berbeda-
beda, tetapi koperasi tampak memiliki hubungan
dengan ekonomi yang berpihak pada masyarakat
(miskin). Hal ini dapat dilihat dari bagaimana koperasi
memperjuangkan kebutuhan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan hidup para anggotanya.
Dengan demikian, keberadaan koperasi di tengah-
tengah masyarakat sangat penting, guna untuk
membantu masyarakat Indonesia, serta mengurangi
beban pemerintah dalam menjaga kestabilan
perekonomian negara.
Bagi masyarakat yang tergolong memiliki
pendapatan kecil, keberadaan koperasi sangat penting.
Salah satu pelayanan yang diberikan oleh koperasi
untuk petani dan nelayan yaitu peminjaman modal
untuk keperluan usaha mereka. Hal ini sangat
menolong masyarakat, selain pelayanan tersebut
masih terdapat banyak pelayanan lainnya yang
membantu mensejahterakan masyarakat serta para
anggota koperasi. Selain itu, koperasi membantu
pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan.
Koperasi berrperan sebagai wadah untuk
memberdayakan masyarakat miskin dengan mengatasi
berbagai kendala sosial ekonomi, budaya, dan
psikologis. Dengan demikian, masyarakat yang
menderita kekurangan kebutuhan pokok (pangan,
sandang, dan papan) akan semakin berkurang dan
bahkan tidak menjadi masalah bagi perekonomian
nasional. Koperasi dalam hal ini berupaya untuk
menjembatani kesenjangan dalam memberikan
pelayanan dasar untuk seluruh masyarakat Indonesia,
khususnya para petani.
Pengentasan kemiskinan sektor pertanian dapat
dilakukan dengan pemantapan dan pengembangan
sistem ekonomi rakyat yang mandiri, seperti koperasi
yang ada pada suatu wilayah. Koperasi inilah yang akan
berfungsi sebagai mata rantai utama dalam
pemberdayaan jaringan kerja antar–lembaga ekonomi
rakyat dalam suatu wilayah administratif, serta
pemberdayaan antar kelompok tani yang berbeda
dalam wilayah kerja ekonomi rakyat berbasis
pertanian.
14
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Rangkuman
✓ Koperasi berperan sebagai wadah untuk
memberdayakan masyarakat miskin dengan mengatasi
berbagai kendala sosial ekonomi, budaya, dan
psikologis.
✓ Pengentasan kemiskinan sektor pertanian dapat
dilakukan dengan pemantapan dan pengembangan
sistem ekonomi rakyat yang mandiri, seperti koperasi
yang ada pada suatu wilayah.
0.3. PERTANIAN DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MALANG
3.1. Tinjauan singkat pertanian dan kemiskinan di
Kabupaten Malang
Hasil penelitian pada tahun pertama,
mengindikasikan bahwa pengembangan pertanian di
Kabupaten Malang juga menghadapi tantangan yang
membutuhkan perhatian khusus. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kemiskinan pada petani sekaligus
menjadi tantangan pengembangan pertanian
khususnya komoditi padi, bawang merah dan kopi
sebagai komoditi unggulan Kabupaten Malang.
Beberapa faktor tersebut antara lain
keterbatasan sumber daya lahan dan aset lainnya,
terbatasnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan
dan program atau kebijakan pemerintah, sebagian besar
petani belum berkelompok dan struktur pasar baik pasar
output maupun input lebih bersifat oligopsoni, (Gambar
3.1.). Kondisi tersebut menyebabkan mayoritas petani
berpola nafkah ganda, bargaining position (daya tawar)
petani dalam penentuan harga input maupun output
relatif rendah serta sebagian petani terikat hutang
dengan pedagang atau lembaga keuangan dengan
suku bunga yang relatif tinggi.
16
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Sumber : Hutagaol et al, 2017
Gambar 3.1. Faktor Penentu Kemiskinan dan Tantangan Pengembangan Komoditi Pertanian di Kabupaten Malang
3.2. Kondisi Sosial Petani
Hasil penelitian menunjukkan baik petani padi,
bawang merah maupun kopi di Kabupaten Malang
masih di dominasi oleh petani dengan latar belakang
pendidikan sekolah dasar (SD), bahkan pada petani
miskin (PM) banyak diantaranya tidak tamat SD. Pada
petani tidak miskin (PTM) kondisi lebih baik dengan
pendidikan SLTA dan sarjana. Pendidikan yang lebih
baik memungkinkan petani untuk memiliki pola pikir
dan wawasan yang lebih luas yang akan berpengaruh
terhadap kemampuannya dalam melakukan
usahatani kopi yang lebih efisien dan produktif.
Gambar 3.2. Pendidikan petani padi, bawang merah dan kopi di Kabupaten Malang
Faktor internal seperti tingkat pendidikan petani
memberikan pengaruh nyata terhadap manajemen
pengelolaan usahatani. Pendidikan rendah menyebabkan
aktivitas petani cenderung masih menggunakan model
pertanian konvensional, yang bertumpu pada kegiatan
pertanian primer/on farm. Faktor pengetahuan dan daya
kreativitas petani yang cenderung terbatas, menutup
ruang gerak petani dalam mengembangkan sumber daya
yang ada. Terbatasnya informasi pendidikan dan
minimnya keahlian mengembangkan sektor pertanian
masih menjadi ciri khas kehidupan petani di Indonesia.
Kecilnya jumlah anggota keluarga yang terlibat
usahatani juga dapat menunjukkan bahwa semakin
sedikit generasi muda yang tertarik untuk bekerja
dalam industri pertanian, juga pandangan orang
tuanya sendiri yang menginginkan anak-anaknya untuk
bekerja di sektor lain dengan penghasilan lebih baik
dan kondisi kerja yang lebih ringan.
050
100150
PM PTM PM PTM PM PTM
Padi Bawang Merah Kopi
Pro
sen
tase
Res
po
nd
en
Pendidikan Petani
Tdk sekolah Tdk tamat SD SD SLTP SLTA Sarjana
18
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
3.3. Kondisi Ekonomi Petani
Luas pengusahaan lahan pertanian baik pada
petani miskin maupun petani tidak miskin rata-rata
kurang dari 1 ha. Pada komoditi padi, luas
pengusahaan lahan bahkan kurang dari 0,5 ha (Tabel
3.1). Keterbatasan pengusahaan lahan berdampak
terhadap rendahnya pendapatan yang diterima petani.
Terlebih mayoritas produk yang dihasilkan adalah
produk primer.
Namun demikian keterbatasan lahan dan
rendahnya pendapatan dari usaha pertanian tidak serta
merta mengurangi ketergantungan sumber income dari
pertanian. Terbukti dengan prosentase kontribusi
pendapatan petani dari sektor non pertanian di atas 50%.
Untuk mengatasi keterbatasan pendapatan yang diterima
dari komoditi utama, mayoritas petani melakukan
tumpang sari/tumpang gilir guna mengoptimalkan
pemanfaatan lahan pertanian yang diusahakan.
Tumpang sari/tumpang gilir dilakukan dengan
memadukan usaha tanaman utama dengan tanaman
pangan/tanaman hortikultura/tanaman tahunan. Sistem
usahatani tumpangsari menjamin petani untuk
memperoleh pendapatan baik mingguan maupun bulanan
yang sangat membantu ekonomi keluarga. Kondisi
tersebut menjelaskan bahwa petani yang menerapkan
system tumpangsari adalah petani dengan karakter risk
averter, dimana mereka tidak berani mengambil resiko
untuk mengandalkan satu jenis komoditas saja sebagai
sumber pendapatan keluarganya.
Tabel 3.1. Kondisi ekonomi Petani Padi, Bawang Merah dan Kopi di Kabupaten Malang
Variabel Ekonomi
Padi Bawang Merah Kopi
PM PTM PM PTM PM PTM
Rata-rata luas lahan (ha)
0,18 0,4 0,46 0,89 0,5 0,73
Rata-rata luas panen (ha)
0,13 0,29 0,18 0,47 0,5 0,7
Produktivitas (kg/ha)
5.68
2 5.883 2.659 3.575 5.682 5.883
Harga Jual Produk(Rp/kg)
4.900
4.400 14.000 14.000 4.900 4.400
Pendapatan Per Kapita (Rp/bulan)
166.826 788.785 209.260 1.280.04
8 250.243
1.354.253
Kontribusi usaha tani terhadap pendapatan petani (%)
a. Pertanian 76 71 91 92 44 54
Tanaman Utama (Padi/ Bawang/Kopi)
31 45 42 45 23 23
Tumpangsari : Tnmn Pangan
10 11 2 4 2 1
Tumpangsari : Tnmn Horti
9 4 9 20 6 9
Tumpangsari : Tnmn Tahunan
6 2 0 0 1 19
Ternak 9 6 4 21 1 2
Lainnya 11 2 34 1 12 0
b. Non-Pertanian
24 29 9 8 56 46
Total 100 100 100 100 100 100
20
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Faktor kemiskinan dipertanian juga dapat dilihat dari nilai pendapatan petani per kapita juga masih jauh jika dibandingkan dengan standar upah minimum regional Kabupaten Malang. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani belum mampu memberikan pendapatan yang cukup bagi keluarga petani sehingga memiliki pekerjaan sampingan agar kebutuhan keluarganya terpenuhi dengan baik.
3.4. Kinerja Usaha Tani
Kegiatan usaha tani kopi, padi dan bawang merah
di wilayah studi masih terbilang menguntungkan dengan
nilai benefit cost ratio > 1 serta nilai return cost ratio > 0.
Hanya saja jika diperhitungkan sebagai pendapatan
bulanan, nilai tersebut cukup kecil jauh di bawah standar
upah minimum. Beberapa faktor penyebabnya adalah
skala pengusahaan lahan yang kecil < 0,5 ha, efisiensi
biaya produksi rendah serta harga output yang masih
dikendalikan oleh pedagang perantara. Pada komoditi
kopi dan bawang merah, upaya peningkatan produksi
melalui perluasan areal tanam telah dilakukan oleh
petani melalui kemitraan dengan Perhutani.
Tabel 3.2. Kinerja usaha tani Padi, Bawang Merah dan
Kopi di Kabupaten Malang Variabel
Ekonomi
Padi Bawang Merah Kopi
PM PTM PM PTM PM PTM
Rata-rata luas
panen (ha)
0,13 0,29 0,18 0,47 0,50 0,70
Produktivitas
komoditi
utama (kg/ha)
4.885 5.407 2.659 3.575 652 919
Harga Jual
Produk komoditi
utama (Rp/kg)
4.400 4.400 14.000 14.000 24.500 24.500
Pendapatan Usaha-tani Komoditi utama
Nilai (Rp 000/thn)
3.112 6.899 6.706 23.800 17.279 22.729
Kontribusi (%) 70 96 60 44 95 63
Pendapatan Komoditi Tumpangsari/ Tumpangilir
Nilai (Rp
000/thn)
1.322 320 4.509 29.643 918 13.065
Kontribusi (%) 30 4 40 56 5 37
Total pendapatan
Nilai (Rp 000/thn)
4.434 7. 219 11.215 53.443 18.197 35.794
Total (%) 100 100 100 100 100 100
Kelayakan Usaha
R/C 3,1 3,4 1,2 1,7 2,7 3,0
B/C 2,1 2,4 0,2 0,7 1,7 2,0
Menurut Assis et al. (2014) yang meneliti Luas
Lahan terhadap Pendapatan petani nanas, analisis
regresi logistik mengungkap bahwa luas lahan
merupakan satu-satunya faktor yang memiliki efek
yang signifikan terhadap pendapatan bulanan pada
petani, jadi jika luas lahan meningkat maka pendapatan
petani akan meningkat, demikian juga sebaliknya.
22
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Sehingga hubungan antara luas lahan dengan
pendapatan petani merupakan hubungan yang positif.
3.5. Struktur Pasar Pertanian
Rata-rata petani menjual produk pertaniannya
segera setelah panen. Sebenarnya petani akan lebih
diuntungkan apabila menyimpan dan mengolah hasil
panennya terlebih dulu untuk dijual di luar musim
panen saat harga lebih mahal. Namun tidak banyak
petani yang mampu menyimpan panen karena
kebutuhan untuk membayar hutang serta desakan
kebutuhan ekonomi keluarga.
Posisi petani yang telah lemah karena struktur
pasar oligopsoni, diperparah dengan kondisi dimana
pedagang besar mengikat petani melalui hutang, baik
tunai maupun saprodi. Berbeda halnya dengan petani
yang tidak terikat hutang, petani yang berhutang
kepada toko saprodi/pedagang besar harus menjual
panennya kepada pedagang besar tempat dia
berhutang.
3.6.Aksesibilitas Petani pada Pasar Kredit Perbankan
Mayoritas petani menggunakan modal sendiri
untuk berusaha tani. Petani miskin hanya memiliki
sumber dari uangnya sendiri dan dari kelompok tani.
Sedangkan petani tidak miskin memiliki sumber modal
lain seperti dari pinjaman ke pedagang, toko saprotan
dan lembaga keuangan non bank seperti koperasi
simpan pinjam. Sumber modal yang lebih beragam
tersebut disebabkan karena petani tidak miskin
memiliki jaringan lebih luas serta kepercayaan diri akan
kemampuannya untuk membayar hutang. Sedangkan
petani miskin cenderung menghindari hutang dan
menggunakan modal seadanya karena khawatir tidak
dapat mengembalikan hutang tersebut. Kondisi ini
mendorong petani tidak miskin untuk lebih fleksibel
dalam mengembangkan usahanya dibandingkan
petani miskin.
Gambar 3.3. Aksesibilitas petani padi, bawang merah dan kopi di Kabupaten Malang terhadap Permodalan
0
50
100
150
PM PTM PM PTM PM PTM
Padi Bawang Merah Kopi
Modal Sendiri dan Lembaga Keuangan Bank
Modal Sendiri dan Lembaga Keuangan non Bank
Modal Sendiri dan Pedagang Lokal
Modal Sendiri dan Toko Saprotan
Modal Sendiri dan Kelompok Tani
Modal Sendiri
24
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Pilihan petani untuk meminjam modal, selain
ke kelompok tani adalah ke bank atau ke koperasi
simpan pinjam. Namun bank mensyaratkan agunan
yang tidak dimiliki oleh seluruh petani, sedangkan
koperasi simpan pinjam meskipun proses
administrasinya cepat namun bunganya tinggi dan
memberatkan petani untuk melunasi pinjaman.
Faktor modal ataupun biaya produksi memiliki
peran dalam pencapaian tingkat produktif hasil
pertanian. Permasalahan dalam permodalan sering
dikaitkan dengan kelembagaan yang ada, yaitu
lemahnya organisasi tani yang dibentuk masyarakat /
lembaga pemerintah / non-pemerintah dalam
membangun sistem prosedur penyaluran kredit yang
sering kali tidak sesuai dengan sasaran.
Rangkuman
✓ Luas pengusahaan lahan pertanian baik pada petani
miskin maupun petani tidak miskin rata-rata kurang
dari 1 ha.
✓ Faktor kemiskinan dipertanian juga dapat dilihat dari nilai
pendapatan petani per kapita juga masih jauh jika
dibandingkan dengan standar upah minimum regional
Kabupaten Malang.
✓ Kinerja usaha tani selain dipengaruhi oleh produktivitas
juga dipengaruhi oleh skala pengusahaan lahan yang
dalam hal ini berpengaruh terhadap efisiensi dan
efektivitas kinerja.
✓ Untuk mengatasi keterbatasan pendapatan yang diterima
dari komoditi utama, mayoritas petani melakukan
tumpang sari/tumpang gilir guna mengoptimalkan
pemanfaatan lahan pertanian yang diusahakan.
✓ Posisi petani yang telah lemah karena struktur pasar
oligopsoni, diperparah dengan kondisi dimana
pedagang besar mengikat petani melalui hutang, baik
tunai maupun saprodi.
✓ Persyaratkan agunan yang tidak dimiliki oleh seluruh
petani, bunga pinjaman tinggi cukup memberatkan
petani.
26
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
04. Tantangan Bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan di
Kabupaten Malang
Pada tingkat nasional, pemerintah telah
menetapkan target pencapaian kedaulatan pangan ada
lima pendekatan yang digunakan dimana satu diantaranya
adalah penanggulangan kemiskinan pertanian dan
regenerasi petani. Terlihat jelas bahwa penanggulangan
kemiskinan di pertanian menjadi target penting
pembangunan pertanian secara keseluruhan.
Permasalahannya adalah upaya penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan belum sepenuhnya mampu
mengangkat kesejahteraan petani. Ada beberapa faktor
penyebab kemiskinan petani yang berhasil diidentifikasi
pada penelitian ini, antara lain tingkat pendidikan petani,
keterbatasan akses terhadap modal produksi, omset
usaha yang relatif kecil dan struktur pasar yang
menyebabkan daya tawar (bargaining position) petani
rendah.
4.1. Peningkatan Nilai Tambah Produk Pertanian
Nilai tambah (value added) menggambarkan
kemampuan suatu industri untuk menciptakan
pendapatan, baik bagi pelaku usaha, wilayah maupun
negara. Nilai tambah juga dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kemakmuran masyarakat setempat,
dimana Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator makro
tingkat kemakmuran tersebut masing-masing untuk
tingkat nasional dan tingkat regional (Hadi U Prajogo,
2014). Karena itu, Pemerintah Indonesia terus berupaya
meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian melalui
pengembangan agroindustri (industri pengolahan hasil
pertanian).
Pengembangan industri pengolahan hasil
pertanian di Indonesia masih menghadapi beberapa
kendala, diantaranya kemampuan yang rendah di dalam
melakukan transformasi produk. Kesiapan sumber daya
manusia, transformasi Iptek dan inovasi, jaringan
pemasaran hingga dukungan kebijakan kerap kali menjadi
alasan utama.
Gambar 4.1. Aneka produk kopi premium Petani di Kecamatan Dampit Kabupaten Malang
28
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Pada skala mikro peningkatan nilai tambah produk
pertanian melalui pengolahan pasca panen memberikan
dampak langsung bagi petani. Pada petani kopi di
Kecamatan Dampit Kabupaten Malang, perbaikan kualitas
produksi melalui panen kopi petik merah mampu
meningkatkan harga jual kopi biji sebesar 20%. Belum lagi
produk olahan kopi bubuk specialty dengan harga tinggi.
Strategi lain yang dilakukan petani kopi di
kelompok Tani Harapan Kecamatan Dampit misalnya
memasarkan kopi organik ke café- café dari Jakarta,
Malang, Surabaya dan kota besar di Pulau Jawa dengan
harga Rp. 45.000/kg. Upaya lainnya dengan membangun
ekowisata kopi Amandanom dengan dukungan
Pemerintah Kabupaten Malang.
Gambar 4.2. Kawasan wisata Kopi Amandanom Kecamatan Dampit Kabupaten Malang
4.2. Pembebasan Petani dari ketergantungan pada
kreditor lokal
Adanya ikatan antara petani dengan toko
tersebut, dapat menjadi hambatan masuk pasar bagi
toko/tengkulak baru. Tidak hanya petani yang memiliki
posisi lemah akibat sitem hutang piutang tersebut, namun
juga melahirkan barrier bagi pelaku usaha baru untuk
masuk ke pasar.
Tingginya bunga pinjaman juga kerap kali
membuat posisi petani semakin terpuruk. Simpan pinjam
melalui kelompok tani merupakan bentuk paling banyak
ditemukan dalam penyediaan modal petani di sentra-
sentra pertanian. Sumber pendanaan berasal dari anggota
kelompok tani, memudahkan petani anggota kelompok
melakukan simpan pinjam. Namun demikian keterbatasan
dana yang dimiliki lagi-lagi menjadi faktor pembatas.
Peluang kredit program pemerintah hingga saat ini
hanya dapat diakses melalui kelompok. Pada
kenyataannya baru sebagian kecil petani di wilayah studi
yang sudah bergabung dalam kelompok. Artinya
keberadaan kelompok tani yang jumlah anggotanya 10-20
petani dengan rata-rata 4-5 kelompok tani per desa belum
mampu mengakomodir keberadaan petani secara
keseluruhan. Diperlukan kelembagaan ekonomi dengan
skala yang lebih besar yang mampu mewadahi petani di
sentra-sentra pertanian.
30
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
4.3. Perluasan Kesempatan Kerja Secara Lokal
Fenomena semakin menurunnya minat
generasi muda mengelola pertanian tidak lepas dari
gambaran suramnya pertanian yang ada saat ini yang
bersifat subsisten bertahan sekedar memanfaatkan
lahan yang dimiliki atau meneruskan profesi orangtua
yang diturunkan ke anak. Diperlukan inovasi untuk
mengungkit pertanian menjadi sebuah profesi yang
menjanjikan.
Pengembangan alternatif-alternatif usaha
baru yang dapat mendorong usaha pertanian sekaligus
menciptakan lapangan menjadi sebuah kebutuhan.
Hadirnya kawasan wisata kopi di Amandanom
Kecamatan Dampit serta kafe-kafe di sekitar sentra
pertanian kopi di Kabupaten Malang contoh nyata
lahirnya inovasi yang membuka peluang kesempatan
berusaha dan kesempatan kerja bagi generasi muda.
Kondisi ini potensial dilakukan di wilayah lain seperti di
sentra komoditi bawang di Kecamatan Ngantang
Kabupaten Malang.
Gambar 4.2. Potensi eko wisata bawang di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang
4.4. Peningkatan “market bargaining power”
Penggabungan usaha yang sama yang berskala
kecil (sebagaimana kebanyakan usaha rakyat) menjadi
usaha bersama yang berskala lebih besar dan sangat
mungkin untuk menghasilkan efisiensi yang lebih besar
karena adanya penggunaan secara bersama terhadap
faktor produksi, manajemen, dan berbagai aspek
ekonomi. Sementara kebersamaan juga sangat
memungkinkan untuk memperbesar cakupan usaha
sehingga akses usaha yang dapat dimanfaatkan oleh
masing-masing akan semakin besar. Kebersamaan
pada tingkat operasional juga sangat penting untuk
memperkecil risiko secara kolektif serta mengatasi
asimetri informasi. Zakaria (2008) menyatakan alasan
pembentukan kelompok tani atau koperasi secara
ekonomi dapat dipandang sebagai upaya menghindari
biaya transaksi tinggi yang harus dikeluarkan oleh
anggotanya (karena adanya masalah free rider,
komitmen, loyalitas dan faktor eksternal).
Konsolidasi usaha menjadi salah satu cara
meningkatkan daya tawar petani. Konsolidasi usaha
dilakukan dalam hal pengadaan input dan penjualan
produk pertanian. Konsolidasi usaha melalui lembaga
formal sebagai Koperasi.
32
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Rangkuman
✓ Peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui
pengolahan pasca panen pengembangan industri
pendukung seperti pariwisata, memberikan dampak
langsung bagi petani.
✓ Tidak hanya petani yang memiliki posisi lemah akibat sitem
hutang piutang, namun juga melahirkan barrier bagi pelaku
usaha baru untuk masuk ke pasar. Peluang kredit program
pemerintah hingga saat ini hanya dapat diakses melalui
kelompok. Pada kenyataannya baru sebagian kecil petani
di wilayah studi yang sudah bergabung dalam kelompok.
✓ Pengembangan alternatif-alternatif usaha baru yang
dapat mendorong usaha pertanian sekaligus
menciptakan lapangan menjadi sebuah kebutuhan.
✓ Penggabungan usaha yang sama yang berskala kecil
(sebagaimana kebanyakan usaha rakyat) menjadi
usaha bersama yang berskala lebih besar dan sangat
mungkin untuk menghasilkan efisiensi yang lebih besar
karena adanya penggunaan secara bersama terhadap
faktor produksi, manajemen, dan berbagai aspek
ekonomi.
05. Koperasi sebagai Strategi Peningkatan Kesejahteraan Petani
5.1. Collaborative Action di Pertanian
Konsolidasi usahatani dapat dilakukan dengan
mengorganisasi petani dalam sebuah organisasi bisnis.
Satriawan dan Oktavianti (2012) menyatakan berbagai
macam bentuk tindakan kolektif (collective action) yang
dilakukan petani akan memiliki pengaruh terhadap
individu dan jika masing-masing individu pada akhirnya
memutuskan tindakan yang sama maka akan berpengaruh
pula pada masyarakat. Collective action pada usahatani
kopi, padi dan bawang merah sudah dikenal lama oleh
petani melalui kegiatan pengendalian hama dan penyakit
secara gotong royong, kegiatan penanaman dan panen
secara bergilir, dan lainnya. Saat ini upaya collective action
di pertanian dapat dilihat dari kehadiran kelompok tani
meski perannya masih sebatas fasilitasi penyaluran
bantuan pemerintah.
Koperasi sebagai lembaga ekonomi kerakyatan
wujud collective action for mutual benefit or common
(kegiatan bersama demi keuntungan bersama atau
keuntungan umum). Kehadiran koperasi dalam dunia
pertanian sudah cukup dikenal. Berkenaan dengan
34
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
koperasi, sudah lama disepakati suatu Nota Kesepakatan
antara Menteri Pertanian dan Kementerian Koperasi dan
UKM tentang Pembinaan dan Fasilitasi Gapoktan
membentuk koperasi pertanian. Melalui nota No.
01/Mentan/MOU/OT.220/I/2011 dan No.
01/NKB/M.KUM/I/2011 ini telah disetujui bahwa
Kementerian Pertanian bertanggung jawab dalam
pengembangan sistem pemberdayaan petani dan
kelembagaan petani.
Salah satu landasan koperasi dalam pertanian
adalah Undang-undang Nomor 19 tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3), koperasi
merupakan salah satu bentuk Kelembagaan Ekonomi
Petani (KEP). Berbagai program di Kementerian Pertanian
berupaya mengarah kepada koperasi sebagai organisasi
petani yang berbadan hukum. Pengembangan Porgram
PUAP misalnya, dimana di dalamnya juga dikembangkan
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) diarahkan
untuk berbadan hukum dengan membentuk koperasi.
Tercatat pada Februari 2017, telah beroperasi 1.509 unit
LKMA yang sedang mengarah kepada bentuk keperasi
pertanian. Selain itu, sebagian Program Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat (LDPM) yang dikelola oleh Badan
Ketahanan Pangan juga mengarah kepada koperasi jika
sudah memenuhi syarat, yang menjadi bidang usaha dari
Gapoktan sebagai induk organisasinya.
5.2. Mengenal Koperasi Pertanian
Syahyuti (2017) menyatakan bahwa koperasi
pertanian pernah menjadi model pengembangan pada
tahun 1960-an hingga awal tahun 1970-an, dimana
koperasi pertanian diperkenalkan sebagai bagian dari
dukungan terhadap sektor pertanian. Beberapa koperasi
pertanian yang pernah ada antara lain koperasi kopra,
koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Hingga kini,
koperasi yang masih berkembang baik adalah koperasi
peternakan sapi perah dan koperasi tebu rakyat.
Koperasi pertanian dapat mengambil beberapa
bentuk berdasarkan jenis usahanya, yaitu sebagai Koperasi
Produksi, Koperasi Konsumsi, Koperasi Jasa, Koperasi
Simpan Pinjam, dan juga Koperasi Serba Usaha. Sebagai
misal, para petani sangat membutuhkan koperasi
pemasaran hasil pertanian. Ada beberapa kelebihan yang
dimiliki koperasi pemasaran hasil produksi pertanian yaitu
dapat meningkatkan efisiensi usaha, meningkatnya
cakupan usaha, meningkatkan posisi tawar petani dalam
persaingan usaha, memperkuat dan memperluas jaringan
usaha, mengurangi biaya transaksi, serta mengurangi
resiko ketidakpastian. Kebutuhan untuk
koperasi pertanian di bidang pemasaran tidak
terhindarkan dalam kondisi masih besarnya margin harga
pada tingkat konsumen dan produsen, masih terbatasnya
akses pasar petani, dan harga-harga yang masih sering
berfluktuasi.
36
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Di masa lalu, pengembangan koperasi di Indonesia cenderung top down untuk memberhasilkan program-program pemerintah. Akibatnya hampir semua koperasi yang ada tidak berakar kuat di masyarakat dan tidak memperjuangkan kepentingan anggotanya (rakyat). Koperasi pertanian dalam hal ini terutama “Koperasi Unit Desa (KUD)” merupakan koperasi pertanian terbanyak di Indonesia, yang mencerminkan sosok koperasi di Indonesia (Djohan & Krisnamurthi;2000). KUD dalam prakteknya dibatasi pada kegiatan yang tingkat keuntungannya (nilai tambah) terendah yaitu pada sub-sistem usaha tani. Sementara kegiatan ekonomi yang memiliki tingkat keuntungan relatif tinggi yakni pada sub-sistem agribisnis hilir (pengolahan dan perdagangan) diserahkan pada pengusaha atau pemerintah. Posisi KUD yang demikian jelas hanya perpanjangan tangan dari penguasa dan pengusaha sehingga manfaat ekonomi dari economies of scale dapat dinikmati oleh penguasa dan pengusaha bukan kepada petani. Itulah sebabnya, mengapa pembangunan pertanian yang sudah berlangsung lebih 30 tahun, kehidupan ekonomi petani tidak banyak berubah, bahkan sebagian masih hidup di bawah garis kemiskinan. Arah pengembangan koperasi pertanian yang perlu difasilitasi dan dipandu kebijakan ekonomi kehidupan menurut Tatuh (1997) adalah sebagai berikut: 1). Pengembangan ekonomi agribisnis dengan core business satu komoditi, bukan seluruh komoditi, 2). Koperasi yang dikembangkan bukan pada sub-sistem usaha tani, tetapi kegiatan pada sub-sistem agribisnis hulu
dan hilir, 3) Pengurus koperasi yang sekaligus pelaksana manajemen dan juga anggota koperasi (seperti KUD selama ini) harus diganti dengan manajemen yang profesional. Dari semua usaha yang perlu dilakukan dalam mengembangkan koperasi pertanian berbasis pada anggota, kesadaran anggota dan masyarakat akan menjadi faktor paling menentukan. Oleh sebab itu pendidikan koperasi dalam kerangka pendidikan masyarakat tentang demokrasi, keterbukaan, kebersamaan dan penghormatan terhadap perbedaan merupakan fondasi yang menjadi prasyarat keberadaan koperasi (Widjayani dan Hidayati, 2014).
5.3. Tantangan Pengembangan Koperasi Pertanian di
Era Milenial
Era generasi milenial atau era generasi 4.0 mau
tidak mau menuntut semua pihak untuk mampu
beradaptasi dengan keterbukaan dan kecepatan
perubahan informasi yang terjadi. Begitu pula halnya
dengan koperasi pertanian sebagai sebuah lembaga
collective Action dari petani perlu dipersenjatai dengan
amunisi yang kuat untuk mampu beradaptasi dan
mempertahankan eksistensi.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam
rangka pengembangan koperasi pertanian antara lain 1)
penguatan SDM menjadi kunci utama; 2) inovasi dalam
pengembangan usaha; 3) penguasaan aktivitas ekonomi
38
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
lokal dengan meningkatkan transaksi bisnis melalui
koperasi; 4) pengembangan Kemitraan bisnis dan
Mobilisasi dukungan pemerintah lokal.
Selain jasa pemasaran hasil, layanan yang cukup
banyak digunakan oleh petani melalui koperasi adalah
aktivitas simpan pinjam. Koperasi pertanian terbukti
mampu menjawab tantangan permodalan bagi anggota.
Melalui koperasi juga sering kali tercipta skema kredit
permodalan (two step loan) bagi anggota melalui
kemitraan koperasi dengan lembaga perbankan atau
berkaitan dengan dana hibah pemerintah. Aktivitas
simpan pinjam yang dilakukan juga menjadi bentuk
litteracy finansial education. Dimana petani belajar
menabung, menghitung hasil usaha untuk
mempertimbangkan peluang mendapatkan kredit.
Mekanisme peminjaman bagi anggota cukup mudah,
bunga kecil dan peluang menerima Sisa Hasil Usaha (SHU)
semakin besar seiring dengan keaktifan anggota
bertransaksi di Koperasi. Tantangan di era milenial adalah
meningkatkan layanan koperasi melalui fintech (finansial
technology) seperti layanan lembaga keuangan formal
sehingga semakin mudah diakses oleh anggota.
Rangkuman
✓ Koperasi sebagai lembaga ekonomi kerakyatan wujud
collective action for mutual benefit or common (kegiatan
bersama demi keuntungan bersama atau keuntungan
umum).
✓ Arah pengembangan koperasi pertanian : 1). Pengembangan ekonomi agribisnis dengan core business satu komoditi, bukan seluruh komoditi, 2). Koperasi yang dikembangkan bukan pada sub-sistem usaha tani, tetapi kegiatan pada sub-sistem agribisnis hulu dan hilir, 3) Pengurus koperasi yang sekaligus pelaksana manajemen dan juga anggota koperasi (seperti KUD selama ini) harus diganti dengan manajemen yang profesional.
✓ Pengembangan koperasi pertanian berbasis pada anggota,
kesadaran anggota dan masyarakat akan menjadi faktor
paling menentukan.
✓ Tantangan pengembangan koperasi pertanian di era
milenial antara lain 1) penguatan SDM menjadi kunci
utama; 2) inovasi dalam pengembangan usaha; 3)
penguasaan aktivitas ekonomi lokal dengan meningkatkan
transaksi bisnis melalui koperasi; 4) pengembangan
Kemitraan bisnis dan Mobilisasi dukungan pemerintah
lokal.
01.
02.
03.
04.
05.
40
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
06.
06. Koperasi Sistem Agribisnis Rakyat Untuk Pengentasan Kemiskinan Petani Kopi
6.2. Peningkatan Kesejahteraan Petani di Sentra
Komoditi Pertanian
Pada bab sebelumnya telah disampaikan
kondisi aktual petani di kawasan sentra pertanian.
Pemerintah menaruh harapan melalui Koperasi
Pertanian atau Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai
jawaban upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Namun selama puluhan tahun koperasi pertanian yang
masih bertahan menunjukkan eksistensinya dan
memberikan manfaat bagi petani masih terbatas
jumlahnya.
Hasil penelitian Hutagaol et al (2019)
menunjukkan ada enam harapan dari kegiatan
collective action yang dilakukan petani yaitu petani
memiliki posisi tawar di pasar input dan output; adanya
peningkatan nilai tambah produk; skala dan caukupan
usaha menjadi lebih efisien; akses terhadap
permodalan meningkat; membuka peluang kemitraan
dengan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dll.
Gambar 6.1. Kondisi yang diharapkan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani di sentra-sentra komoditi
pertanian
6.2. Koperasi Sentra Agribisnis Rakyat dan Tiga Prinsip
Dasar
Koperasi SAR adalah pusat pertumbuhan
komoditas pertanian dalam suatu kawasan pertanian
sebagai media pembangunan pertanian yang di
dalamnya terdapat satu kawasan tertentu yang dimiliki
oleh sebagian besar petani yang bermukim di satu desa
atau lebih, dan sumber daya alam untuk kebutuhan
hidup (Hutagaol et al, 2017). Koperasi SAR menjadi
KONDISI DIHARAPKAN
Posisi tawar di pasar input-output
meningkat
Skala dan
cakupan usaha efisien
Kemitraan: Swasta,
Pemerintah, Perguruan
Tinggi
Peningkatan nilai
tambah
1 2 3 5 4
Akses permodal
an meningkat
SOLUSI : Aksi Kolektif melalui badan usaha
KOPERASI SENTRA AGRIBISNIS RAKYAT (KOPERASI SAR) (Triple Principle: PK-PB-PJ)
42
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
jawaban transformasi pertanian dari pola produksi dan
cara berpikir agraris-subsisten menuju pada cara
berpikir ekonomis yang industrialis-progresif.
Koperasi Sentra Agribisnis Rakyat (SAR)
menerapkan Tiga Prinsip Dasar (Triple Basic Principles)
yaitu Prinsip Koperasi (PK), Prinsip Bisnis (PB) dan
Prinsip Jaringan (PJ). Bagaimana perbedaan prinsip
koperasi, prinsip bisnis dan prinsip jaringan antara
Koperasi Pertanian dan Koperasi SAR dapat dilihat pada
tabel 6.1.
Gambar 6.2. Prinsip Jaringan, Prinsip Koperasi dan Prinsip Bisnis pada Koperasi SAR
Tabel 6.1. Konsep Koperasi, Bisnis dan Jaringan pada Koperasi SAR
Parameter Koperasi Pertanian
Koperasi SAR
Prinsip Koperasi :
Collective action
Keanggotaan petani secara umum
Petani di kawasan sentra komoditi pertanian dengan luasan lahan atau jumlah petani layak bagi pengembangan bisnis pertanian(Economic of scale)
Keanggotaan Anggota pemilik saham dan konsumen koperasi
Anggota pemilik saham dan konsumen koperasi serta terlibat partisipasi aktif dalam kegiatan koperasi
Prinsip Bisnis :
Perencanaan usaha/ Analisis Kelayakan
Tidak ada Ada
Pemilihan bisnis
Umumnya fokus pelayanan anggota
Agresif dan inovatif menangkap peluang usaha, misalnya peluang mengangkat pertanian anggota melalui kegiatan ekowisata karena area pertanian terdapat pada satu kawasan
Pemasaran dan Penentuan Harga
Koperasi menghimpun hasil produksi anggota dan menjual kepada mitra dengan harga disepakati
Koperasi melakukan pelatihan dan pendampingan kepada anggota untuk menghasilkan produksi sesuai standar sehingga mampu menjual dengan harga lebih tinggi
Prinsip Jaringan :
Pengembangan Kemitraan
belum bermitra dengan BUMDES karena tidak berbasis kawasan
Memiliki peluang kemitraan dengan BUMDES karena berbasis kawasan dan memiliki tujuan yang sama mengangkat kesejahteraan petani dan komoditi lokal
44
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
6.3. Skala Ekonomi dan Skop Bisnis
Konsep Koperasi SAR dentik dengan konsep
Agro-Ecological Zone (AEZ) atau Perwilayahan
Komoditas Unggulan yang juga mengarahkan suatu
kawasan tertentu untuk menghasilkan satu atau
beberapa jenis komoditas pertanian atau bahkan
industri unggulan. Koperasi SAR sebagai sebuah
collective action setidaknya harus mengarah pada
upaya meningkatkan bargaining position petani,
menganut prinsip economic of scale dan economic of
scope serta efisiensi dalam pengadaan. Oleh karena itu
sesuai dengan konsep utama Koperasi SAR maka
pemilihan jenis usaha utama yang dipilih berprinsip
pada economic need of the members dalam hal ini
adalah pemasaran hasil pertanian. Adapun untuk unit
usaha sekunder mengarah pada pengembangan unit
usaha agribisnis pendukung usaha anggota (Pengadaan
sarana produksi, simpan pinjam dan lainnya).
Contoh kasus pengembangan Koperasi SAR
dengan wilayah kerja Desa Srimulyo, Sukodono dan
Baturetno cukup tepat dengan beberapa alasan : 1)
ketiga wilayah tersebut adalah sentra kopi di
Kecamatan Dampit; 2) ketiga wilayah memiliki orbitrasi
cukup jauh dengan pusat ekonomi Kecamatan Dampit
(8-17 km dari ibukota kecamatan); 3) baru berdiri
koperasi produksi meliputi wilayah kerja di ketiga desa;
4) hal ini sesuai dengan prinsip economic of scale dan
economic of scope yang menjadi kunci utama
pengembangan Koperasi SAR.
6.4. Peran Mitra Bisnis
Mitra bisnis memiliki peran strategis dalam
pendirian koperasi. Tanpa adanya mitra bisnis Koperasi
SAR tidak berbeda dengan kumpulan petani seperti
Kelompok tani atau Gapoktan. Mengingat target utama
Koperasi SAR adalah mendorong usaha pemasaran
hasil pertanian anggota maka menemukenali mitra
bisnis yang mampu menyerap produk anggota menjadi
penting. Koperasi juga harus siap jika melakukan
pelatihan dan pendampingan kepada anggota maupun
menciptakan nilai tambah produk sesuai permintaan
pasar. Disisi lain Koperasi diharapkan mampu memiliki
kemampuan daya tawar yang baik kepada mitra dalam
rangka mendapatkan harga penjualan yang lebih baik
sesuai dengan tujuan pemasaran bersama yaitu
penjualan produk secara optimal dan harga yang lebih
baik.
Pada Kasus Koperasi SAR Sridonoretno Makmur
Bersama di Kecamatan Dampit Kabupaten Malang,
membangun kemitraan bisnis dilakukan dengan
pemilik kafe di tingkat lokal hingga Surabaya, Solo,
Yogyakarta, hingga Jakarta. Kontrak kerja dibuat setiap
tahun antara Koperasi dan mitra untuk menentukan
harga dan jumlah penjualan kopi. Di tingkat petani,
46
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
koperasi melakukan pelatihan “petik merah”, Koperasi
memfasilitasi sortasi, grading dan pengemasan di
setiap UPH (unit pengolah hasil) guna mendapatkan
kualitas biji kopi yang diproduksi sesuai standar.
6.5. Model Konseptual Koperasi SAR
Pembentukan KOPERASI SAR sejalan pula
dengan kebijakan Pemerintah melalui Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah terkait rencana
pengembangan koperasi berbasis ketahanan pangan.
Direncanakan ada 65 kluster koperasi yang akan
dikembangkan di seluruh Indonesia. Perbedaannya
terletak adanya upaya konsolidasi lahan pertanian di
setiap kluster koperasi. Berdasrkan rencana
pemerintah masing-masing kluster mengelola skala
lahan 5.000 hektar untuk ketahanan pangan. Saat ini,
terdapat empat percontohan yakni di Sukabumi,
Purwokerto, Lumajang dan Lampung. Program kluster
pertanian tersebut akan mengembangkan tujuh
komoditas utama dan unggulan dalam ketahanan
pangan. Di antaranya, beras, cabe, bawang merah,
tebu, kedelai, jagung, dan sapi.
Lagi-lagi pendekatan top down atau berbasis
program dalam hal ini. Adapun koperasi SAR
seharusnya muncul dengan pendekatan koperasi
berbasis anggota. Secara konseptual Gamabaran
koperasi SAR seperti dapat dilihat pada Gambar 6.3.
Dukungan Lembaga Eksternal
Gambar 6.3. Konsep Koperasi SAR
Prinsip Koperasi dilihat dari keanggotaan
merupakan petani di sentra produksi pertanian dapat
meliputi beberapa desa atau kecamatan. Prinsip Bisnis
ditinjukkan dari koperasi yang agresif menangkap
peluang usaha pemasaran produk serta usaha
sekunder seperti penyediaan sarana produksi
pertanian dan bahan pangan pokok rumah tangga.
Prinsip Jaringan dapat dilihat dari ke agresifan koperasi
dalam menagkap peluang kemitraan termasuk dengan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).
48
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
6.2. Sinergi BUMDes dan Koperasi SAR
BUMDes dan koperasi sama mazhabnya, yakni
ekonomi sosial. Merupakan model tata milik, kelola,
serta distribusi yang diselenggarakan oleh, dari, dan
untuk komunitas. Medan gravitasinya adalah
demokrasi dengan komunitas sebagai pusat
gravitasinya (Putra, 2017). Oleh karena itu baik Bumdes
maupun Koperasi dapat bersinergi untuk saling
melengkapi dalam mencapai tujuan yang sama yaitu
kesejahteraan masyarakat. Kemitraan Koperasi dan
BUMDes sudah mulai banyak. Ada beberapa tipologi
kemitraan Bumdes dan Koperasi seperti dapat dilihat
pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Tipologi Kemitraan Koperasi-BUMDES
Tipologi Pola Kemitraan Contoh
Pembia-yaan/ Finansial
Meliputi bidang keuangan yang terdiri atas penghimpunan dan penyaluran dana melalui silang pinjam dan pengelolaan resiko
BUMDes Desa Bengle, Kec. Majalaya, membentuk Koperasi Warga per RW untuk menangkal “Bank Emok/rentenir”. Dukungan pendanaan berupa Rp 25 juta/Koperasi BUMDes Desa Pledo Kecamatan Witihama, Kab. Flores Timur
Bisnis Sosial/ Serving
Konsultasi manajemen, pendidikan dan pelatihan,
BUMDes dan KUD Tani Subur Desa Pangkalan Tiga Kecamatan Pangkalan Lada
Tipologi Pola Kemitraan Contoh
pengadaan sarana usaha
Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah usaha Ternak ayam petelur
Bisnis Pemasar-an/ Marketing
Pengembangan unit bisnis seperti jasa pemasaran produk anggota koperasi
Induk Usaha Bersama/ Holding
Induk dari usaha-usaha bersama seperti halnya pada desa Wisata
PT. Brayan Bumi Banyumas BUMDes bersama beberapa desa, pelayanan jasa keuangan, angkutan, pertanian, pedagangan, konstruksi
Gambar 6.4. Bentuk Kemitraan Koperasi dan BUMDes
50
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Rangkuman
✓ Ada enam harapan dari kegiatan collective action yang
dilakukan petani yaitu petani memiliki posisi tawar di
pasar input dan output; adanya peningkatan nilai
tambah produk; skala dan caukupan usaha menjadi
lebih efisien; akses terhadap permodalan meningkat;
membuka peluang kemitraan
✓ Koperasi SAR adalah pusat pertumbuhan komoditas
pertanian dalam suatu kawasan pertanian sebagai
media pembangunan pertanian yang di dalamnya
terdapat satu kawasan tertentu yang dimiliki oleh
sebagian besar petani yang bermukim di satu desa atau
lebih, dan sumber daya alam untuk kebutuhan hidup
(Hutagaol et al, 2017).
✓ Koperasi SAR menjadi jawaban transformasi pertanian
dari pola produksi dan cara berpikir agraris-subsisten
menuju pada cara berpikir ekonomis yang industrialis-
progresif.
✓ Koperasi Sentra Agribisnis Rakyat (SAR) menerapkan
Tiga Prinsip Dasar (Triple Basic Principles) yaitu Prinsip
Koperasi (PK), Prinsip Bisnis (PB) dan Prinsip Jaringan
(PJ).
✓ BUMDes maupun Koperasi dapat bersinergi untuk
saling melengkapi dalam mencapai tujuan yang sama
yaitu kesejahteraan masyarakat.
07.
Daftar Pustaka
1. Assis, K., Nurrul Azzah, Z& Mohammad Amizi. 2014.
Relationship Between Socioeconomic Factors, Income
And Productivity Of Farmers : A Case Study On
Pineapple Farmers. International Journal of Research
in Humanities, Arts and Literature. 1(2). Pp 67-78.
2. Adi U Prajogo. 2014. Manajemen dan Kinerja
Pembangunan Pertanian : Reformasi Kebijakan
Penciptaan Nilai Tambah Produk Pertanian
Indonesia.Litbang Kementerian Pertanian. Jakarta. Hal
303-316.
3. Djohan,D & Krisnamurthi,B. 2000. Membangun
Koperasi Pertanian Berbasis Anggota, LSP2I bekerja
sama dengan INKOPDIT dan YAPPIKA, Jakarta.
4. Hutagaol Manuntun Parulian, Purnamadewi Yeti Lis,
Firdaus Muhammad. 2017. Laporan Penelitian Tahun
Pertama : Kajian Pengembangan Daerah Bidang
Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Perkebunan
Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten
Malang. LPPM IPB. Bogor. 184 halaman.
5. Hutagaol Manuntun Parulian, Purnamadewi Yeti Lis,
Firdaus Muhammad. 2019. Laporan Penelitian Tahun
Ketiga : Kajian Pengembangan Daerah Bidang
Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Perkebunan
52
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten
Malang. LPPM IPB. Bogor. 59 halaman.
6. Satriawan Bondan dan Oktavianti Henny. 2012. Upaya
Pengentasan Kemiskinan Pada Petani Menggunakan
ModelTindakan Kolektif Kelembagaan Pertanian.
Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 13: (1). Hal : 96-
112.
7. Syahyuti. 2017. Koperasi Pertanian untuk Kedaulatan
Pangan. http://websyahyuti.blogspot.com/2017/02
/koperasi-pertanian-untuk-kedaulatan.html. Diakses
Diakses pada 28 Oktober 2017.
8. Tatuh, Jen, 1997. Menggalang Sinergi Agribisnis: Suatu
Tinjauan Institusional. Makalah disajikan dalam
semiloka “Pembangunan Agroindustri” oleh PERHEPI
Sulawesi Utara, 24-25 Pebruari 1997.
9. Widjayani Susi dan Hidayati Siti Noor. 2014.
Membangun Koperasi Pertanian Berbasis anggota di
era globalisasi. Jurnal Maksipreneur. Vol 4 (1). Hal 98-
115.
10. Zakaria Wan Abbas . 2008. Penguatan Kesejahteraan
Kelompok Tani Kunci Kesejahteraan Petani. Bahan
Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian
dan Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi
Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen
Pertanian. Jakarta
08.
Profil Penulis
Prof. Dr. Manuntun Parulian Hutagaol, MS. Lahir di Sigumpar (Kab. Tobasa) 4 September 1957. Merupakan Guru Besar Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Menempuh pendidikan S1 dan S2 di bidang ekonomi pertanian IPB. S3 bidang Pembangunan Pertanian/Pedesaan di University of Quensland Australia. Publikasinya antara Iain : 1) Suatu Refleksi Kritis Kesenjangan Ekonomi Nasional, Mimbar Sosek (1996); The Strategy of National Poverty Eradication, UNESCAP-CAPSA (2004); Analisis Daya Saing Susu Murni Produksi Koperasi dan Formulasi Kebijakan Peningkatan Daya Saingnya di Pasar dalam Negeri : Studi Kasus pada Koperasi Susu di Provinsi Jawa Barat, Jurnal Ekonomi (2011); Best Practices for Sustainable Models of Pro-Poor Rural Financial Services in Indonesia (2016); Kajian Kajian Pengembangan Daerah Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Perkebunan Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Malang (2017-2019).
Manuntun Parulian Hutagaol
54
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr. Lahir di Ciamis, 18 Oktober 1964. Saat ini Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Menempuh pendidikan S1 bidang Sosial Ekonomi Pertanian IPB, S2 Bidang Tropical Agriculture Rural Development di Georg-August University, German, S3 bidang Ekonomi Pertanian (Regional Development) IPB. Publikasinya antara lain : Dampak Perubahan Produktivitas Sektoral Berbasis Investasi Terhadap Disparitas Ekonomi Antar Wilayah dan Kondisi Makroekonomi di Indonesia, Jurnal Manajemen dan Agribisnis MB-IPB (2010); The Impact of Agricultural Investment on Household Income, Sectoral and Regional Economy in Indonesia, The 23rd Pacipic Conference of RSAI & The 4th IRSA Institute (2013); Peranan Koperasi dalam Efiesiensi Teknis Produksi Sapi Perah di Jawa B)arat, Jurnal Manajemen dan Agribisnis (2015); Kajian Kajian Pengembangan Daerah Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Perkebunan Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Malang (2017-2019).
Yeti Lis
Purnamadewi
Dr. Ir. Dahri Tanjung, MSi. Padangsidimpuan, Sumatera Utara, 19 April 1963. Dosen Sekolah Vokasi IPB Program Studi Manajemen Agribisnis. Pendidikan S1, S2, dan S3 bidang Ekonomi Pertanian IPB. Publikasi Evaluasi Pasar Finansial Pedesaan Jabar, Sumbar, dan Bali. JICA (2002); Study on The Impact of Macroeconomic Policies Toward The Poverty Reduction in Indonesia at 9 Province, JICA (2003); Penyusunan Konsep Pendirian Bank Usaha Mikro dan Kecil (2010); Kajian Kajian Pengembangan Daerah Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura Dan Perkebunan Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Malang (2017-2019).
Yulia Puspadewi Wulandari, SP. Lahir Bogor 13 Juli 1979. Peneliti Pusat Kajian Resolusi Konflik dan Pemberdayaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat IPB. Pendidikan S1 program studi Agronomi. Publikasi Model of Community Border Empowerment Toward Independent Community, CARE IPB (2013); Model of Conflict Resolution by Food Sovereignty and Empowerment Approach in Timika - Papua Province, CARE IPB (2015); Empowerment Model Food Security Assessment in the Inter-State Border Region, JIPI (2018)
Yulia Puspadewi Wulandari
56
Bersama Koperasi SAR Membangun Pertanian
dan Kesejahteraan Petani
Nurul Inayah
1