bab ii landasan teorieprints.umm.ac.id/55809/3/bab ii.pdf · landasan teori 2.1 binahong...
Post on 01-Nov-2020
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Binahong
Tanamanibinahongn(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) adalahntanamaniobat
potensial yangndapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Tanaman ini berasaldari
dataran Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi. Tanamannini berasal dari
Cina dan menyebar ke Asia Tenggara. Di Indonesia tanaman ini dikenal sebagai
gendola yang sering digunakan sebagai gapura yang melingkar di atas jalan taman.
Tanaman merambat sangat perlu di teliti lebih mendalam. Yang lebih penting untuk
menenumukan khasiat dari senyawa aktif yang terdaapat didalamnya. Bermacam-
macam percobaan yang ditemui di masyarakat, binahong bisa dipergunakan untuk
membantu proses penyembuhan penyakit-penyakit berat (Manoi, 2009)
Binahong merupakan kelompok tumbuhan menjalar, berumur panjang
(perenial), bisa mencapai panjang ± 5 m. Batangibinahong lunak, bentuknya silindris,
saling melilit, warnanya merah, permukaan halus, terkadang berbentuk seperti umbi
yang menempelndiketiak daunndengan bentuk acak dan teksturnya kasar.
Daunnbinahong berjenis tunggal, memiliki tangakinsangat pendek, tersusun
berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5–10 cm, lebar 3–7 cm,
helaian daunntipisnlemas, ujung runcing, permukaan licin, bisa dimakan.
Binahongnmempunyai jenis bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang,
muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai
8
tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5–1 cm dan berbau harum. Akarnya
berbentuk rimpang dan berdaging lunak (Pink, 2004).
Pada kandungan metabolit sekunder daun binahong, yaitu flavonoid, alkaloid,
tanin, steroid, saponin,triterpenoid, dan minyak atsiri. Selanjutnya, menurut penelitian
Kumalasari dan Nanik, (2011), menyatakan bahwa hasil skrining fitokimia ekstrak
etanol 70% dari batang binahong mengadung senyawa polifenol, flavonoid, dan
saponin. Berikut penjelasannya :
Flavonoid merupakan senyawa fenol yang terdiri dari 15 atom karbon yang
umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Senyawa- 7 senyawa ini merupakan zat
warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan
Susetya, (2012). Flavonoid yang terkandung pada ekstrak daun binahong dari
sampel segar dan kering adalah 7,81% mg/kg dan 11,23 mg/kg (Selawa, et al.,
2013). Menurut penelitian Sugiyarto dan Paramita, (2014), kadar flavonoid
total sampel kalus daun binahong bertekstur kompak diperoleh 0,0019%,
sampel kalus remah sekitar 0,0017%, dan sampel daun sekitar 0,015%.
Tanin adalah golongan senyawa aktif yang bersifat fenol, secara kimia tanin
dibedakan jadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tannin katekin
dan tanin terhidrolisis Robinson, (1995). Tanin telah dipanggil konverter karat
karena kehadiran mereka mengubah karat aktif menjadi senyawa yang lebih
stabil dan tahan korosi. Sebuah reaksi cepat ditemukan terjadi antara besi
berkarat dan tanin alami. Transformasi besi berkarat ke dalam lapisan lapisan
biru-hitam telah dikaitkan dengan interaksi polifenol gugus dari tanin dengan
9
oksida besi dan oxyhydroxides, sehingga membentuk besi-tannates sebagai
produk utama. Dalam kasus karat besi dan baja, oksidasi Fe ke Fe2+awalnya
terlibat. Ini diikuti dengan oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ oleh oksigen
membentuk FeOOH. Menurut Stratmann (1990), Fe3+ dalam kesetimbangan
dengan FeOOH dikurangi dengan Fe2+ ion melalui kontak dengan logam besi
di pori-pori lapisan karat dan Fe2+ Senyawa dapat dengan mudah kembali
dioksidasi menjadi besi (III) oksida. Mekanisme siklik ini menjadi lebih jelas
selama siklus basah-kering. Menurut hasil kami pada sifat-sifat avanoids fl
dan tanin pada khususnya, mereka bertindak pada ion besi yang tersedia
dalam tiga cara. Pertama tanin dapat kompleks dengan Fe2+ ion untuk
membentuk besi-tannates yang dapat dengan mudah teroksidasi menjadi besi-
tannates, deposit biru-hitam ketika kontak dengan oksigen. Kedua, tanin dapat
bertindak langsung pada Fe3+ ion yang tersedia untuk membentuk ferri-
tannates. Dan ketiga, tanin dapat mengurangi Fe (III) oksida menjadi Fe2+ ion
karena listrik mengurangi mereka yang tinggi. ini Fe2+ ion kemudian dapat
dengan mudah dikomplekskan oleh tanin, dan menjadi besi-tannates di
hadapan oksigen, Rahim dkk, (2006). Struktur tannin dapat dilihat pada
Gambar 2.1
10
Gambar 2.1 Struktur Tanin
Alkaloid merupakan senyawa organik yang ada pada tumbuhan, sifatnya basa,
dan struktur kimianya memiliki sistem lingkar heterosiklis bersama nitrogen
sebagai hetero atomnya. Alkaloid umumnya berwarna putih atau tidak
berwarna, tetapi ada pula yang berwarna kuning Sumardjo, (2009). Alkaloid
merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid memliki
kemampuan sebagai antibakteri Robinson, (1995) dalam Anasta et al., (2013).
Hasil penelitian Titis et al., (2013) menunjukkan bahwa alkaloid total daun
binahong menunjukkan sifat yang sangat sitotoksik dengan harga 85,583 ppm.
Kandungan hasil fitokimia tepung daun binahong yang dihunakan dalam
penelitian memiliki kandungan total fenol 85,30 mg/kg, total flafanoid 47,40
mg/kg, saponin 66,00 mg/kg dan alkaloid 2,60 mg/kg. Total fenol terdiri dari fenol
sederhana, asam fenolat, kumarin, tannin, dan flavonoid (Kahkonen et al., 3003).
Tanin merubakan senyawa tidak beracun yang termasuk polifenol yang bisa
ditemukan pada ektrak tumbuhan seperti gambir, kacangkacangan, the anggur dll.
11
Tanin berguna sebagai zat anti korosi yang bisa menggantikan fungsi kromat dan
timbale merah dalam zat dasar (Ali, Saputri & Nugroho, 2014).
2.2 Cat
Cat merupakan cairan yang biasa digunakan untuk melapisi permukaan
pada bahan dengan maksud untuk melindungi, memperindah, dan memperkuat.
Pada saat cat terkena permukaan dan mongering, lalu cat membuat lapisan tipis
yang melekat kuat dipermukaan tersebut. Pelapisan cat pada permukaan bisa
dilakukan dengan beberapa cara yaitu : dikuaskan, diseprotkan, dilumurkan, dsb.
(Fajar Anugerah, 2009). Cat yang dipergunakan pada pengujian ini adalah cat besi
avian yang terbuat dari alkyd.
Cat adalah cairan yang memiliki pigmen didalam air, minyak, maupun
cairan organik yang lain, dipergunakan untuk melapisi dan melindungi pada
permukaan benda yang terbuat dari kayu maupun baja dengan tujuan memberikan
suatu perindungan dan memperindah suatu permukaan. Senyawa atau bahan
penyusun pada cat terdiri sebagai berikut :
a. Binder
Binder merukapan suatu senyawa polimer yang memiliki fungsi untuk
menentukan karakter dari lapisan cat. Maka dari itu binder merupakan
bahan yang penting bagi formulasi cat, karena sebagian besar komposisi cat
mengandung bahan jenis ini (Afandi, dkk. 2015)
12
b. Pigmen
Pigmen memiliki jenis 2 macam yaitu pigmen organik dan bukan organik.
Pigmen bukan organik diolah dari beberapa logam (oksida logam) pada
pigmen organik diolah dari bahan minyak bumi (carbon based). Pigmen
bisa dibagi lagi jadi pigmen utama dan pigmen extender. Pigmen utama
sendiri membuat cat dengan daya tutup dan warna. Pada pigmen extender
dapat memperkuat pigmen utama. Pigem memiliki dua fungsi yaitu
mengendalikan proses terjadinya korosi terhadap permukaan baja dalam
lapisan primer yang pertama dan pigmen yang lembab memperpanjang
lintasan difusi yang seharusnya ditempuh oleh oksigen dan butir-butir air
yang mencoba menembus selaput sehingga memperlambat dimulainya
proses korosi dan juga laju reaksinya ( Bayuseno, 2009).
c. Solvent
Solvent yang terdapat pada cat sendiri berfungsi untuk melarutkan material
binder dan mengurangi kekentalan coating untuk mempermudah aplikasi.
Solvent juga mengendalikan pengeringan film, adhesi, dan umur film.
d. Additive
Additive merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam cat adalah untuk
meningkatkan sifat-sifat cat, seperti mencegah terjadinya pemisah warna,
mencegah pengendapan pigment, mencegah terbentuknya kulit, mencegah
terjadinya keriput pada lapisan cat, sebagai zat pembasah, pembunuh jasad
renik.
13
2.3 Baja
Baja adalah paduan yang terdiri dari unsur besi dan karbon 0,2%-2,1%
(Choudhuryet al., 2001). Juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur (S), fosfor
(P), silikon (Si), mangan (Mn), dll. Tapi unsur-unsur ini hanya bagian kecil dari sifat
baja karbon dipengaruhi oleh presentase karbon dan struktur mikro. Sedangkan
struktur mikro pada baja karbon bisa dipengaruhi oleh perlakuan panas dan
komposisi baja. Karbon dengan kombinasi unsul lain bisa meningkatkan kekerasan,
tahan gores dan tahan suhu. Unsur utama baja adalah karbon, dengan ini baja dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu baja karbon rendah, baja karbon sedang, dan baja
karbon tinggi(Amanto, 1999)
2.3.1 Klasifikasi Baja
Baja adalah besi yang memiliki kadar karbon kurang dari 2 %. Sehingga baja bisa
dibentuk jadi berbagai macam bentuk sesuai dengan kebutuhan. Baja karbon bisa
dikategorikan berdasarkan jumlah komposisi kimia karbon dalam baja yakni sebagai
berikut :
- Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah mengandung persentase karbon dalam campuran baja
kurang dari 0,3%C. Baja ini tidak bisa dikeraskan dikarenakan kandungan
karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit. Penggunaan
umumnya baja bisa digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan
komponen struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, bodi mobil, dll.
14
- Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)
Baja karbon sedang mengandung persentase karbon 0,3%C- 0,6%C. Karna
kandungan karbonnya pada baja bisa saja dikeraskan melalui proses perlakuan
panas yang sesuai prosedur. Baja ini lebih keras serta lebih kuat dibandingkan
dengan baja karbon rendah.
- Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi mengandung persentase karbon 0,6%C-1,5%C dan
mempunyai kekerasan yang tinggi, tapi keuletannya yg rendah. Berbandimg
terbalik dengan baja karbon rendah, pengerasan menggunakan perlakuan
panas pada baja karbon tinggi tidak memperlihatkan hasil yang optimal
karena terlalu banyaknya martensit, sehingga bajanya menjadi getas
(Amanto, 1999).
2.3.2 Baja ST 37
Baja St 37 setara dengan AISI 1045 dengan komposisi kimia 0,5% C, 0,8%
Mn, dan Si 0,3%, adalah salah satubaja yang diproduksi untuk pembuatan berbagai
komponen pemesinan. Sifat mekanik baja St 37 dikenai proses perlakuan panas oleh
Karburisasi. Salah satu proses pengerasan permukaan adalah karburisasi padat, yang
bertujuan untuk meningkatkan kandungan karbon (C), Dalam baja paduan dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu: Baja paduan rendah (elemen paduan khusus<8.0%), Baja
paduan tinggi (paduan khusus> 8.0%)) Karakteristik Baja St (AISI 1045) Baja St 37
adalah baja ringan yang setara untuk AISI 1045, dengan komposisi kimia Karbon:
0,5%, Mangan: 0,8%, Silikon: 0,3% plus elemen lainnya. Dengan kekerasan ± 170
HB dan kekuatan tarik 650 -800 N / mm2. Umumnya baja St 37 dapat digunakan
15
secara langsung tanpa perlakuan panas, kecuali diperlukan penggunaan khusus
(juanaidi, dkk. 2018). Pada pengaplikasiannya baja st 37 biasa digunakan untuk
bahan konstruksi jembatan, baut, paku, digunakan pada otomotif, dan bahan pipa..
2.4 Korosi
Korosi adalah penurunan mutu logam akibat adanya reaksi elektrokimia
dengan lingkungannya. Logam yang mengalami penurunan mutu tidak hanya
melibatkan reaksi kimia namun juga reaksi elektrokimia, yakni antara bahanbahan
yang bersangkutan dengan terjadinya perpindahan elektron (trethewy, 1991).
2.4.1 Jenis-jenis korosi
Korosi dapat dibagi menjadi enam jenis berdasarkan bentuknya yaitu :, korosi merata
korosi batas butir, korosi celah, korosi sumur, korosi erosi dan korosi galvanik.
1. Korosi batas butir
Korosi batas butir adalah serangan korosi yg terjadi pada batas butir
logamnya. Yang perlu diketahui bahwa logam merupakan susunan butiran-
butiran kristal seperti butiran pasir yang menyusun batu pasir. Butiran-butiran
tersebut saling terikat yang kemudian membentuk mikrostruktur (Fontana dan
Greene, 1986).
Gambar 2.2 Korosi batas butir pada pipa
16
2. Korosi merata
Korosi merata adalah bentuk korosi yang sering terjadi dan banyak dijumpai
pada logam. Jenis korosi secara merata terjadi pada permukaan logam dengan
intensitas yang sama. yang akan menjadi tipis secara merata pada
permukaannya dengan kecepatan yang hampir sama, sehingga daerah-daerah
anoda dan katoda tersebar pada seluruh permukaan (Fontana dan Greene,
1986).
Gambar 2.3 Korosi merata yang terjadi pada kapal
3. Korosi sumuran
Korosi sumuran adalah korosi lokal yang secara selektif menyerang bagian
permukaan logam yang selaput pelindungnya tergores atau retak akibat
perlakuan mekanik maupun mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip
yang disebabkan oleh tegangan tarik yang dialami, mempunyai komposisi
heterogen, segregasi atau presipitasi.
17
Gambar 2.4 Korosi sumuran pada tube heat excharger
4. Korosi celah
Korosi celah adalah korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan
logam lain diantaranya ada celah yang dapat menahan kotoran dan air
sehingga kosentrasi O2 pada mulut kaya disbanding pada bagian dalam,
sehingga bagian dalam lebih anodic dan bagian mulut jadi katodik (utomo,
2009).
Gambar 2.5 Korosi celah pada baut
18
5. Korosi galvanik
Korosi galvanik bisa terjadi dikarenakan dua logam berbeda lalu terhubung
dengan elektrolit hingga salah satu logam akan terkena korosi (kurang mulia) dan
lainnya terlindungi dari korosi (lebih mulia).
Gambar 2.6 Korosi galvanic
6. Korosi erosi
Korosi ini bisa terjadi karena keausan dan menimbulkan bagian – bagian
yang berbeda, bagian inilah yang rentan terjadinya korosi dan bisa juga
diakibatkan karena aliran fluida yang sangat cepat dan dapat mengkikis
pelindung pada logam.
Gambar 2.7 Korosi erosi
19
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Korosi
Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses korosi
antara lain, yaitu :
1. Temperatur
Naiknya temperatur dapat berpengaruh pada kecepatan korosi. Dikarenakan makin
tinggi temperatur maka energi kinetik dari pertikel – partikel yang bereaksi akan
meningkat dan melampaui besarnya harga aktivasi dan akibatnya laju kecepatan
reaksi (korosi) juga semakin cepat, begitu juga sebaliknya (Fogler, 1992).
2. Kecepatan Alir Fluida
Laju korosi akan bertambah apabila kecepatan aliran fluida bertambah besar. Terjadi
dikarenakan kontak antara zat pereaksi dan logam semakin besar, sehingga ion-ion
logam akan makin banyak yang lepas sehingga logam menjadi rapuh (korosi)
(Kirk Othmer, 1965).
3. Konsentrasi Bahan Korosif
Bersangkutan dengan pH suatu larutan. Larutan yang terlalu asam akan sangat korosif
bagi logam, dimana logam jika didalam media larutan asam akan semakin cepat
terkorosi karena merupakan reaksi anoda. Berbeda dengan larutan yang bersifat basa
karena bisa menyebabkan korosi pada reaksi katodanya karena reaksi katoda selalu
serentak dengan reaksi anoda (Djaprie, 1995)
20
4. Oksigen
Pada udara yang mengandung oksigen dapat bersentuhan dengan permukaan logam
yang lembab. Sehingga terjadinya korosi menjadi lebih besar. Didalam air yang
memiliki oksigen menyebabkan korosi (Djaprie,1995).
5. Waktu Kontak
Pada inhibitor diharapkan bisa menjadikan ketahanan logam terhadap korosi lebih
lama. Dengan melakukan penambahan inhibitor pada larutan, maka akan
menyebabkan reaksi korosi menjadi lebih lambat, dikarenakan lama kerja inhibitor
untuk melindungi logam menjadi lebih lama. Fungsi inhibitor untuk melindungi
logam dari korosi akan menurun atau habis pada waktu tertentu, hal itu dikarenakan
semakin lama waktunya maka inhibitor akan semakin habis terserang oleh larutan
(Uhlig, 1958).
2.6 Pengendalian Korosi
Merujuk pada Korb, Lawrence J., & david L. Olson (1992) untuk
meminimalisir bahkan menghindari efek negatif yang diakibatkan oleh proses korosi,
maka dibutuhkan perlindungan terhadap korosi. Beberapa metode yang bisa
dikembangkan untuk memperlambat laju korosi. Beberapa metode untuk melindungi
dari korosi sebagaiiberikut:
2.6.1 Proteksi Katodik
Merujuk pada Pierre R. Roberge (1999) proteksi katodik merupakan satu dari
beberapa cara perlindungan pada korosi yaitu bisa dengan memberikan arus searah
21
(DC) dari semacam sumber luar untuk melindungi permukaan logam terhadap korosi.
Cara ini cukup efektif dan bisa melindungi logam dari korosi yang terjadi di
lingkungan yang terendam air ataupun didalam tanah, sebagai contoh perlindungan
pada kapal laut, instalasi pipa bawah tanah, dll. Untuk mengirimkan arus searah pada
sistem proteksi katodik, ada dua cara yaitu menggunakan cara menerapkan anoda
karbon (sacrificial anode) atau dengan cara menerapkan arus tanding (impressed
current). Metode anoda karbon menggunakan prinsip galvanik, dimana logam yang
akan dilindungi dengan logam lain yang akan menjadi pelindung, dengan catatan
logam pelindung tersebut lebih memiliki sifat anodik (lebih negatif) jika
dibandingkan dengan logam yang ingin dilindungi, sehingga logam yang ingin
dilindungi akan bersifat katodik dan tidak terkorosi. Sedangkan cara arus tanding
(impressed current) dilakukan dengan memberikan arus listrik searah dari suatu
sumber eksternal, untuk melindungi suatu struktur logam yang saling berdekatan.
Pada cara ini, kita mengirimkan suplai elektron kepada struktur yang diproteksi
secara katodik agar tidak mengalami kebocoran elektron. Proses ini membutuhkan
penyearah (rectifier) dengan kutub negatif dihubungkan ke logam yang akan
dilindungi dan kutub positif dihubungkan ke anoda. Anoda yang digunakan biasanya
adalah anoda inert.
2.6.2 Pelapisan (Coating)
Coating adalah proses pelapisan pada permukaan logam dengan cairan atau
serbuk, yang akan menempel secara berkelanjutan pada logam yang akan dilindungi.
Adanya lapisan pelindung pada permukaan logam akan meminimalisir kontak antara
22
logam dengan lingkungannya, selanjutnya akan menghambat proses terjadinya korosi
pada logam. Pelapisan yang sering digunakan adalah menggunakan cat. Pelapisan
bertujuan untuk memberikan semacam lapisan yang padat dan merata sebagai bahan
penghambat aliran listrik paada permukaan logam yang dilindungi. Lapisan ini
memiliki fungsi untuk mencegah logam dari kontak langsung dengan elektrolit dan
lingkungan sehingga reaksi logam dan lingkungan melambat. Merujuk pada Korb,
Lawrence J., & david L. Olson, (1992) coating dibedakan jadi tiga, yaitu:
a. Coating Logam: electroless-plating, hot dip galvaning, electroplating, pack
cementation, cladding, thermal spraying, dan physical vapor deposition.
b. Coating Anorganik: anodizing, chromate filming, phosphate coating,
nitriding, dan lapisan pasif.
c. Coating Organik, dengan tiga metode proteksi, yaitu sacrificial effect,
barrier effect, dan inhibition effect.
2.6.3 Pemilihan Material (Material Selection)
Pemilihan material dimaksudkan untuk tepat atau tidaknya pengaplikasian
suatu material terhadap suatu lingkungan tertentu. Proses pemilihan material yang
cocok dengan kondisi lingkungannya, bisa mengurangi kerugian akibat proses korosi.
Deret galvanik adalah semacam acuan yang penting untuk melakukan pemilihan
material.
23
2.6.4 PenambahaniInhibitor
Inhibitor merupakan zat kimia yang ditambahkan pada suatu lingkungan
korosif dengan kadar sangat kecil untuk mengendalikan laju korosi.
Menurut Indra Surya Dalimunthe (2004) mekanisme kerja dari inhibitor dapat
dibagi menjadi:
a. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membuat semacam lapisan
tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak bisa
dilihat secara langsung oleh mata, tapi bisa menghambat serangan dari
lingkungan terhadap logam.
b. Pada pengaruh lingkungan (misal pH) membuat inhibitor bisa mengendap dan
selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam serta menghalangi serangan
korosi. Inhibitor terlebih dahulu mengkorosi logamnya, selanjutnya
menghasilkan suatu zat kimia lalu mengalami peristiwa adsorpsi dari produk
korosi itu yang membuat semacam lapisan pasif pada permukaan logam.
c. Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya. Merujuk
pada sifat korosi logam secara elektrokimia, inhibitor bisa mempengaruhi
polarisasi anodik dan katodik. Ketika ada sel korosi dapat dianggap berasal
dari empat komponen yaitu: anoda, katoda, elektrolit dan penghantar
elektrolit, maka inhibitor korosi memiliki kemungkinan menaikkan polarisasi
anodik, atau menaikkan polarisasi katodik atau menaikkan tahanan listrik dari
24
rangkaian melalui pembentukan endapan tipis pada permukaan logam.
Mekanisme ini dapata diamati melalui suatu kurva polarisasi hasil pengujian.
Menurut Pierre R. Roberge (1999) berdasarkan fungsi, inhibitor terbagi menjadi:
a. Inhibitor Anodik
Inhibitor anodik bisa memeperlambat reaksi elektrokimia di anoda
melewati pembentukan lapisan pasif pada permukaan logam, logam terhindar
dari korosi. Inhibitor anodik merupakan inhibitor yang paling efektif serta
paling banyak digunakan diantara jenis inhibitor yang lain.
b. Inhibitor Presipitasi
Inhibitor presipitasi bisa membuat presipitat pada seluruh permukaan
suatu logam yang bertindak sebagai lapisan pelindung untuk memperlambat
reaksi anodik dan katodik logam secara tidak langsung. Contohnya dari
inhibitor jenis ini adalah silikat dan fosfat.
c. Inhibitor Katodik
Inhibitor katodik bisa memperlambat reaksi katodik suatu logam dan
membentuk presipitat pada wilayah katoda yang bisa meningkatkan
impedansi permukaan sekaligus membatasi difusi pereduksi untuk melindungi
logam tersebut.
d. Inhibitor Organik
Pengembangan pada inhibitor organik atau inhibitor alami sangat
dibutuhkan. Inhibitor alami sangat menguntungkan dunia industri dikerenakan
hargan yang tidak terlalu mahal dan penggunaannya yang ramah lingkungan.
25
Efektifitas inhibitor ini bergantung terhadap komposisi kimia yang
dimilikinya, struktur molekul, dan afinitasnya pada permukaan logam. Karena
pembuatan lapisan merupakan proses adsorpsi, oleh karena itu temperatur dan
tekanan pada sistem memegang peranan penting. Inhibitor organik akan
teradsorbsi sesuai dengan muatan ion-ion inhibitor dan muatan permukaan.
2.7 Laju korosi
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas
bahan terhadap waktu. Menghitung laju korosi umumnya memakai 2 yaitu metode
kehilangan berat (weight loss) dan elektrokimia. Metode kehilangan berat memiliki
prinsip dengan menghitung berkurangnya berat material yang hilang setelah
dilakukan perendaman dalam larutan korosif sesuai dengan standar ASTM G31-72.
Persamaan laju korosi yang digunakan pada penelitian Fachrudin, (2017) dapat dilihat
pada persamaan 2.1
Corrosion Rate (r) = K x W
A x T x D (2.1)
Keterangan :
r : Laju korosi (mpy)
K : Konstanta (3,45 𝑥 106 mils per year (mpy))
T : Waktu (jam)
A : Luas permukaan yang direndam (Cm2 )
W : Kehilangan berat (gr)
D : Densitas (7.86 gr/𝑐𝑚3)
26
* Nilai konstanta yang digunakan pada persamaan laju korosi dapat menggunakan
nilai konstanta pada table 2.1
Tabel 2.1 KonstantaiPerhitungan Laju Reaksi KorosiiBerdasarkan Satuannya
Satuan Laju Korosi Konstanta (K)
Milsiperiyear (mpy) 3,45 x 10 6
Inchies per year (ipy) 3,45 x 103
Inches per month (ipm) 2,87 x 10 2
Milimeters per year (mm/y) 8,76 x 10 7
Micrometers per year (m/y) 8,76 x 104
Picometers per second (pm/s) 2,87 x 10 6
Gramsiperisquareimeteriperihour (g/m2 h) 1,00 x 104 DA
Miligramsiperisquareidecimeteriperiday (mdd) 2,40 x 106 DA
Metode weight loss banyak dipergunakan pada skala industri dan
laboratorium karena dari segi peralatan sederhana dan hasil cukup akurat, tapi
pengujian dengan metode weight loss dalam menghasilkan suatu laju korosi
mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah tidak bisa secara cepat mendeteksi
perubahan saat proses korosi, perhitungan kupon yang tidak bisa secara langsung
diterjemahkan dari peralatan, korosi lokal tidak dapat dilihat langsung tanpa
pemindahan kupon dari tempat pengujian, dan bentuk korosi tidak bisa dideteksi.
27
2.8 Penelitian terdahulu
Pada penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan untuk
menghambat efek negatif dari reaksi korosi menggunakan inhibitor berbahan alami
dan juga penggunaan cat (coating), telah membuktikan bahwa inhibitor dan cat
baik dalam menghambat laju korosi yang terjadi. Beberapa penelitian terdahulu
sebagai berikut:
Penelitian yang telah dilakukan oleh Rozi AS, (2017) tentang Laju korosi dan
struktur permukaan baja ST 42 pada variasi larutan asam klorida (HCl) dengan
inhibitor organik ekstrak ubi ungu. Menggunakan inhibitoriekstrakiubiiunguiuntuk
menmperlambat reaksi laju korosi pada baja ST 42 dengan variasiipenambahan
inhibitor padailarutan korosif sebanyak 0 ml, 25 ml dan 50 ml
denganilamaiperendamanispesimeniselama 6 hari, 12 hari dan 18 hari. Menghasilan
sebuah kesimpulan tenyata semakin banyak konsentrasiiinhibitoriekstrakiubiiungu
maka laju korosinya menurun, pada konsentasi inhibitor 50 ml dengan lama
perendaman 18 hari menunjukan penurunan laju korosi yang paling maksimal.
Penelitian ini dilakukan oleh Sugiharto, (2018) tentang Pengaruhikonsentrasi
inhibitoriekstrakikopiiterhadapilajuikorosi baja ST 37 dalamimedia asamiklorida dan
natrium klorida. Menggunakan inhibitor ekstrak kopi untuk menghambat laju reaksi
korosi pada baja ST 37 dengan konsentrasi penambahan inhibitor pada larutan sebesar
0iml, spesimen selama 6 hari, 12 hari, 18 hari. Menghasilkan sebuah kesimpulan
pada asam klorida memperlihatkan penurunan laju korosi, yaitu konsentrasi
inhibitor 0 ml laju korosinya sebesar 348,7150 mpy, konsentrasi inhibitor
28
konsentrasi 7% laju korosinya sebesar 273,4006 mpy, terus mengalami penurunan
dengan konsentrasi 13% laju korosinya sebesar 132,3398 mpy. Padanmedia
natriumnklorida juga mengalami penurunannlaju korosi dengan konsentrasi
inhibitor 0 ml laju korosinya sebesar 171,4998 mpy, konsentrasi inhibitor
konsentrasi 30 ml laju korosinya sebesar 85,9404 mpy, dan konsentrasi inhibitor
konsentrasi 60 ml laju korosinya sebesar 36,3659 mpy.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Desi Mitra Sari, (2014) tentang
Pengendalian laju korosi baja St 37 dalam medium asam klorida dan natrium
klorida menggunakan inhibitor ekstrak daun teh variasi konsentrasi 1 - 10%.
Kesimpulan yang bisa diambil dari pengujian ini memperlihatkan bahwa dengan
perendaman selama 4 hari di hasilkan penurunan nilai laju korosi seiring dengan
penambahan konsentrasi inhibitor yang diberikan pada media korosi asam klorida
3% maupun natrium klorida 3% dengan nilai efektifitas tertinggi mencapai 92%.
Terjadinkenaikannnilainefisiensi inhibisinseiring dengannpenambahannekstrak
daun teh 1% hingga 10% dan dari analisisnpotensiondinamik memperlihatkan
adanya penurunannnilai laju korosi.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Afandi, (2015). Analisa Laju Korosi
pada Pelat Baja Karbon dengan Variasi Ketebalan Coating. Pada penelitian ini,
coating menggunakan variasi ketebalannya. Karena melihat pada tidak meratanya
proses coating pada lambung kapal, disebabkan proses coating dilakukan secara
manual dengan cakupan area yang luas. Sehingga terjadi kemungkinan ketebalan
coating yang berbeda bisa saja terjadi di area tertentu. Sistem coating yang diuji ada
29
dua, yaitu sistem coating dua lapis dengan menggunakan cat Alkyd dan sistem tiga
lapis dengan menggunakan cat Epoxy. Penelitianndannperhitungannlajunkorosinya
menggunakannmetodenelektrokimia. Pada hasil perhitungan dapat disimpulkan
bahwa semakin tebal lapisan suatu coating tidak menjamin coating tersebut dapat
melindungi dengan sempurna. Semakinntebalnsuatuncoatingnmemilikinresiko
kegagalanncoatingnlebihnbesarnseperti,nberkurangnyanfleksibilitas,nterjadinyanpeng
erutan, atau pengeringan yangntidaknsempurna.
Penelitian ini telak dilakukan oleh Athanasius P. Bayuseno, (2009) tentang
Analisanlajunkorosinpadanbajanuntuknmaterialnkapalndenganndanntanpanperlindun
ganncat. Pada penulisan ini menyajikan hasil penelitian tentang analisa ketahanan
korosi pada material baja yang biasa diguakan sebagai material kapal dengan melihat
perubahan massa yang hilang. Pengendalian laju korosi material baja menggubakan
pelapisan cat kedalam permukaan baja selanjuntnya di tempatkan dilingkungan
korosif. Pemilihan produk cat yang tepat dan tahan terhadap pengaruh lingkungan
korosif merupakan fokus penelitan ini, karena produk cat yang ada dipasaran saat ini
memiliki komposisi dan karakteristiknya yang berbeda-beda. Lalu analisa ketahanan
korosif material baja dengan dan tanpa perlindungan cat memakai beberapa pengujian
di laboratorium antara lain ketahanan bentur, kemampuan tekuk, dan kekuatan adhesi
cat. Produk yang diteliti, terdiri dari 3(tiga) merk cat kapal yang masing-masing merk
diambil bagian bottom dan top side, yang selanjutnya disimulasikan pada material
baja ST-45. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laju korosi pada plat baja yang
telah mengalami perlindungan cat memiliki nilai yang rendah untuk berbagai
lingkungan asam.
top related