pengaruh pemberian jangka panjang ekstrak …repository.usd.ac.id/12728/2/148114020_full.pdf ·...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG EKSTRAK METANOL
AKAR PASAK BUMI TERHADAP AKTIVITAS SERUM ALT-AST
PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Eustachia Diajeng Wandansari
NIM : 148114020
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG EKSTRAK METANOL
AKAR PASAK BUMI TERHADAP AKTIVITAS SERUM ALT-AST
PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Eustachia Diajeng Wandansari
NIM : 148114020
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
, ,
“With God all things are possible.”
( Matthew 19:26 )
“Dream for God will embrace your dreams.”
( Andrea Hirata )
“Optimism is the faith that leads to achievement.
Nothing can be done without hope and confidence.”
( Helen Keller )
Bersama karya ini, teriring syukur dan terima kasih untuk:
Orang tuaku,
Bapak Harjanto dan Ibu Procita
Saudaraku,
Mbak Mega, Mas Delis, Joseph
dan Almamaterku,
Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Pengaruh Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Metanol Akar Pasak Bumi
terhadap Aktivitas Serum ALT-AST pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida”
ini dengan lancar dan tepat waktu, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini merupakan bagian dari penelitian Phebe
Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. yang berjudul “Aktivitas Hepatoprotektif Pasak Bumi”
berdasarkan SK no. : 014b/LPPM USD/III/2017.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka
dengan tulus hati penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi.
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing utama, atas
perhatian, dukungan, teladan, bimbingan ilmu yang sangat berharga, serta
banyak waktu yang telah diluangkan untuk mendampingi penulis selama
proses penelitian hingga penyusunan skripsi.
3. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc., selaku dosen pembimbing
pendamping, atas perhatian, dukungan, teladan, serta bimbingan ilmu yang
sangat berharga selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi.
4. Ibu Yunita Linawati, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen penguji, atas kritik,
saran, dan arahan bagi penulis demi perbaikan keilmuan dan skripsi.
5. Bapak Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji, atas
kritik, saran, dan arahan bagi penulis demi perbaikan keilmuan dan skripsi.
6. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium
Fakultas Farmasi, yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium
beserta segala fasilitasnya untuk mendukung kepentingan penelitian ini.
7. Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing
Akademik, atas bimbingan dan dukungan kepada penulis selama masa studi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
8. Bapak Heru Purwanto, Bapak Kayatno, Bapak Suparjiman, Bapak Yohanes
Wagiran, Bapak Markus Suparlan, dan Bapak Agung, selaku laboran di
laboratorium Fakultas Farmasi, atas bantuannya selama proses penelitian.
9. Ibu Lestari Widarwati, A.Md.A.K., beserta segenap staf analis Laboratorium
Patologi Klinik Rumah Sakit Bethesda, atas bantuan dan kerja sama dalam
pemeriksaan sampel darah.
10. Lembaga-lembaga di Universitas Gadjah Mada, yang telah menerbitkan
berbagai dokumen untuk mendukung kepentingan penelitian ini.
11. Orang tua terkasih, Bapak Albertus Bambang Heru Kusharjanto dan Ibu
Florentina Dyah Procitaningrum, atas doa, dukungan, serta nasihat selama
masa studi.
12. Saudara-saudari tercinta, Elisabeth Dyaninggar Megasari, Agustinus
Delistriardi, dan Joseph Julio Briliancato, atas doa dan dukungannya.
13. Sahabat seperjuangan, Elni Meilianti, Gracia Easter Kalangi, Adian Rambu
Baba, Herlina, Karina Harijadi, dan Clarentia Dwivani, atas kebersamaannya
melewati berbagai tantangan dalam perjalanan studi ini.
14. Teman-teman “Skripsi EMAPB”, Bella Anggelina dan Fransisca, atas
bantuan dan kerja sama selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi.
15. Teman-teman FSM A 2014, atas dinamika dan berbagai pengalaman berharga
selama masa studi.
16. Sahabat-sahabat sejati (Tiara Triasari, Yasinta Carysa, Zepin Prima,
Nugraelsa Kristianjari, Alvien Lerianza, Bisma Utoro), atas dukungan,
hiburan, dan semangat yang diberikan.
17. Seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang ada
dan terbuka terhadap kritik serta saran dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kefarmasian.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… iv
PRAKATA………………………………………………………………… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……………………….. viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..... ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………..... xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..... xiii
ABSTRAK………………………………………………………………… xv
ABSTRACT………………………………………………………………… xvi
PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
METODE PENELITIAN………………………………………………...... 3
Bahan………………………………………………………………..... 3
Alat……………………………………………………………………. 3
Jalannya Penelitian……………………………………………………. 3
Pengumpulan dan Determinasi Tanaman………………………... 3
Penetapan Kadar Air……………………………………………... 4
Preparasi EMAPB………………………………………………... 4
Pemeliharaan Hewan Uji……………………………………….... 4
Uji Pendahuluan………………………………………………...... 5
Penetapan Dosis EMAPB………………………………………... 5
Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Uji………………………. 5
Pengukuran Aktivitas Serum ALT-AST…………………………. 6
Analisis Statistik………………………………………………..... 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
Penetapan Persen Efek Pencegahan Kenaikan Aktivitas Serum
ALT-AST……………………………………………………….... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………. 7
Determinasi Tanaman, Penetapan Kadar Air, dan Rendemen
Ekstraksi………………………………………………………………. 7
Uji Pendahuluan……………………………………………………..... 8
Pengaruh Pemberian Jangka Panjang EMAPB terhadap Aktivitas
Serum ALT-AST pada Tikus Terinduksi Karbon
Tetraklorida…………............................................................................ 11
Kontrol CMC-Na………………………………………………… 14
Kontrol Karbon Tetraklorida…………………………………...... 14
Kontrol EMAPB…………………………………………………. 15
Kelompok Perlakuan Jangka Panjang EMAPB………………...... 15
KESIMPULAN…………………………………………………………..... 18
SARAN…………………………………………………………………..... 19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 19
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 24
BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………….. 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Aktivitas serum ALT-AST pada jam ke-0, 24, dan 48
setelah induksi karbon tetraklorida………………………. 8
Tabel II. Pengaruh pemberian jangka panjang EMAPB terhadap
aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida……………………………………………….. 12
Tabel III. Pengaruh pemberian jangka panjang EMAPB terhadap
aktivitas serum AST pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida……………………………………………….. 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram batang aktivitas serum ALT pada jam ke-0, 24,
dan 48 setelah induksi karbon tetraklorida……………….. 9
Gambar 2. Diagram batang aktivitas serum AST pada jam ke-0, 24,
dan 48 setelah induksi karbon tetraklorida……………….. 9
Gambar 3. Diagram batang pengaruh pemberian jangka panjang
EMAPB terhadap aktivitas serum ALT pada tikus
terinduksi karbon tetraklorida……………………………. 12
Gambar 4. Diagram batang pengaruh pemberian jangka panjang
EMAPB terhadap aktivitas serum AST pada tikus
terinduksi karbon tetraklorida……………………………. 13
Gambar 5. Akar pasak bumi…………………………………………. 29
Gambar 6. Serbuk akar pasak bumi………………………………….. 29
Gambar 7. Ekstrak metanol akar pasak bumi………………………... 30
Gambar 8. Ekstrak metanol akar pasak bumi dalam pelarut CMC-Na
1%....................................................................................... 30
Gambar 9. Pemeliharaan hewan uji………………………………….. 31
Gambar 10. Pemberian ekstrak metanol akar pasak bumi secara
peroral……………………………………………………. 31
Gambar 11. Pemejanan karbon tetraklorida secara intraperitoneal…… 32
Gambar 12. Pencuplikan darah dari pleksus vena retro-orbital……….. 32
Gambar 13. Sampel darah setelah sentrifugasi………………………... 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan pengambilan akar pasak bumi dari CV.
Merapi Farma Herbal…………………………………….. 24
Lampiran 2. Surat keterangan determinasi serbuk akar pasak bumi
oleh Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada………………………………… 25
Lampiran 3. Surat laporan hasil uji kadar air serbuk akar pasak bumi
oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu
Universitas Gadjah Mada………………………………… 26
Lampiran 4. Surat keterangan kelaikan etik dari Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada…………………… 27
Lampiran 5. Surat keterangan analisa data di Pusat Kajian CE&BU
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada………….. 28
Lampiran 6. Dokumentasi ekstraksi akar pasak bumi…………………. 29
Lampiran 7. Dokumentasi prosedur eksperimen terhadap hewan uji….. 31
Lampiran 8. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT pada uji
pendahuluan……………………………………………… 34
Lampiran 9. Hasil analisis statistik aktivitas serum AST pada uji
pendahuluan……………………………………………… 36
Lampiran 10. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT pada
kelompok kontrol dan perlakuan…………………………. 38
Lampiran 11. Hasil analisis statistik aktivitas serum AST pada
kelompok kontrol dan perlakuan…………………………. 47
Lampiran 12. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas serum ALT pada
uji pendahuluan…………………………………………... 52
Lampiran 13. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas serum AST pada
uji pendahuluan…………………………………………... 53
Lampiran 14. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas serum ALT pada
kelompok kontrol dan perlakuan…………………………. 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
Lampiran 15. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas serum AST pada
kelompok kontrol dan perlakuan…………………………. 55
Lampiran 16. Perhitungan persen rendemen ekstrak metanol akar pasak
bumi………………………………………………………. 56
Lampiran 17. Perhitungan persen efek pencegahan kenaikan aktivitas
serum ALT……………………………………………….. 57
Lampiran 18. Perhitungan persen efek pencegahan kenaikan aktivitas
serum AST……………………………………………….. 58
Lampiran 19. Perhitungan konversi dosis ekstrak metanol akar pasak
bumi untuk manusia……………………………………… 59
Lampiran 20. Perhitungan konversi waktu pemberian jangka panjang
ekstrak metanol akar pasak bumi untuk manusia………… 60
Lampiran 21. Komposisi kit reagen ALT-AST…………………………. 61
Lampiran 22. Mekanisme reaksi enzimatik pengukuran aktivitas serum
ALT………………………………………………………. 62
Lampiran 23. Mekanisme reaksi enzimatik pengukuran aktivitas serum
AST………………………………………………………. 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
ABSTRAK
Penyakit perlemakan hati nonalkoholik ditandai dengan adanya stres
oksidatif dan akumulasi lemak dalam hati. Berbagai studi telah melaporkan
kandungan antioksidan akar Eurycoma longifolia Jack. (pasak bumi). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang ekstrak
metanol akar pasak bumi (EMAPB) terhadap aktivitas serum alanin
aminotransferase dan aspartat aminotransferase (ALT-AST) pada tikus terinduksi
karbon tetraklorida. Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah. Tiga puluh ekor tikus dialokasikan secara
acak ke dalam enam kelompok (n=5). Kelompok I diberi CMC-Na (6 hari,
peroral); kelompok II diberi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara
intraperitoneal; kelompok III diberi EMAPB 300 mg/kgBB (6 hari, peroral);
kelompok IV, V, VI diberi EMAPB 75, 150, 300 mg/kgBB (6 hari, peroral) dan
diinduksi secara intraperitoneal dengan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB pada hari
ketujuh. Sampel darah diperoleh melalui pleksus vena retro-orbital, kemudian
dilakukan pengukuran aktivitas serum ALT-AST. Kelompok I dan III pada hari
ketujuh; kelompok II pada hari kedua; kelompok IV, V, VI pada hari kedelapan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praperlakuan EMAPB 150 mg/kgBB selama
6 hari secara signifikan (p<0,05) mencegah kenaikan aktivitas serum ALT-AST.
Temuan ini mengindikasikan potensi farmakologi akar pasak bumi untuk
mengurangi stres oksidatif dan kerusakan hepatoseluler, yang diduga terkait
kandungan fitokimianya, namun diperlukan penelitian lebih lanjut.
Kata kunci: akar pasak bumi, ekstrak metanol, ALT-AST, karbon tetraklorida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
ABSTRACT
Nonalcoholic fatty liver disease is characterized by oxidative stress and
fat accumulation in liver. Numerous studies have reported antioxidant properties
of Eurycoma longifolia Jack. (pasak bumi) roots. This study aimed to investigate
effect of long-term administration of methanol extract of pasak bumi roots
(EMAPB) against alanine aminotransferase and aspartate aminotransferase
(ALT-AST) serum activity in rats induced by carbon tetrachloride. The study was
a true experimental with single factor completely randomized design. Thirty rats
were randomly divided into six groups (n=5). Group I received CMC-Na (6 days,
peroral); group II received carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitoneally;
group III received EMAPB 300 mg/kgBW (6 days, peroral); groups IV, V, VI were
given EMAPB 75, 150, 300 mg/kgBW (6 days, peroral) and intraperitoneal
induction of carbon tetrachloride 2 mL/kgBW on seventh day. Blood sample was
obtained by retro-orbital plexus venous puncture, then measurement of ALT-AST
serum activity were performed. Groups I and III on seventh day; group II on
second day; groups IV, V, VI on eighth day. The result revealed that pretreatment
for 6 days with EMAPB 150 mg/kgBW significantly (p<0,05) inhibited elevation
of ALT-AST serum activity. This findings indicated pharmacological potential of
pasak bumi roots in alleviating oxidative stress and hepatocellular damage, that
may be related to its phytochemicals constituent, however further study needs to
be done.
Keywords: pasak bumi roots, methanol extract, ALT-AST, carbon tetrachloride
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
PENDAHULUAN
Hati merupakan organ utama yang berperan dalam fungsi metabolisme,
penyimpanan, dan biosintesis (Oumi et al., 2012). Pada batas tertentu, hati dapat
mempertahankan fungsinya bila terjadi kerusakan ringan, karena adanya antioksidan
endogen yang membantu proses regenerasi hepatosit. Namun jika kerusakan menjadi lebih
berat, akan terjadi ketidakseimbangan antara antioksidan endogen dan radikal bebas,
sehingga mengakibatkan gangguan fungsi serius (Jamila et al., 2017).
Penyakit hati masih menjadi permasalahan kesehatan dunia, tak terkecuali Indonesia.
Perlemakan hati nonalkoholik mengambil peran penting atas terjadinya penyakit hati
secara global dengan prevalensi 25,24% (Younossi et al., 2016). Penelitian mengenai
epidemiologi perlemakan hati nonalkoholik di kawasan Asia menunjukkan bahwa
prevalensi di Indonesia mencapai 30%, relatif lebih tinggi dibandingkan Cina, Korea
Selatan, dan Malaysia (Agrawal and Duseja, 2012). Akumulasi lemak yang abnormal
sebanyak >5% dalam hepatosit tanpa disertai konsumsi alkohol, infeksi virus, maupun
etiologi penyakit hati lainnya, merupakan tanda dari penyakit ini (Musso et al., 2011).
Spektrum patogenesis perlemakan hati nonalkoholik mencakup steatosis sederhana,
steatohepatitis nonalkoholik, fibrosis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler (Jiang et al.,
2016). Manifestasi sindrom metabolik seperti obesitas, dislipidemia, penyakit
kardiovaskular, dan resistensi insulin atau diabetes melitus tipe 2 sering dikaitkan dengan
morbiditas perlemakan hati nonalkoholik (Schuppan and Schattenberg, 2013). Kondisi
tersebut akan berdampak pada penurunan kualitas hidup serta beban ekonomi yang besar
bagi masyarakat (Younossi et al., 2016).
Karbon tetraklorida adalah senyawa model hepatotoksin yang dapat menginduksi
kerusakan hati berupa steatosis, inflamasi, fibrosis, dan kanker hati (Riordan and Nadeau,
2014). Senyawa ini terakumulasi terutama dalam hepatosit sentrilobulus. Reaksi
metabolisme fase I, yaitu hidroksilasi oleh enzim CYP2E1 akan membentuk radikal bebas
triklorometil yang tidak stabil. Radikal bebas triklorometil kemudian mengalami reaksi
lanjutan dengan oksigen menghasilkan radikal bebas triklorometilperoksi. Ikatan kovalen
antara radikal bebas triklorometilperoksi dengan asam lemak tak jenuh ganda dan protein
seluler menyebabkan peroksidasi lipid serta kerusakan hepatosit (Jayesh et al., 2017; Li et
al., 2017).
Dilepaskannya enzim-enzim terlarut dari hepatosit ke sirkulasi darah merupakan
konsekuensi yang timbul akibat kerusakan hati (Greim and Snyder, 2008). Lebih dari 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
reaksi transaminasi berlangsung dalam hati, tetapi hanya alanin aminotransferase dan
aspartat aminotransferase (ALT-AST) yang menunjukkan makna klinis (Hadizadeh et al.,
2017). Kenaikan aktivitas serum ALT-AST telah dimanfaatkan secara luas untuk
mengevaluasi integritas hepatosit serta mendiagnosis penyakit hati. Besarnya kenaikan
aktivitas serum ALT-AST berfluktuasi sesuai dengan progresi spektrum patogenesis
(Jamila et al., 2017; Sattar et al., 2014).
Eksplorasi terhadap berbagai tanaman yang potensial dikembangkan sebagai obat
bahan alam menjadi salah satu upaya untuk mengatasi tingginya prevalensi perlemakan
hati nonalkoholik, mengingat Indonesia merupakan negara megabiodiversitas di dunia.
Kemampuan hepatoprotektor bahan alam berlangsung melalui berbagai mekanisme, yaitu
sebagai antiinflamasi, antioksidan, meningkatkan regenerasi hepatosit dengan memacu
sintesis protein, serta menjaga integritas membran sel (KTW, 2011). Pasak bumi adalah
tanaman yang banyak dijumpai di kawasan hutan tropis Indonesia. Keseluruhan bagian
tanaman pasak bumi (batang, akar, dan daun) bisa dimanfaatkan sebagai obat (Heriyanto et
al., 2006). Sebanyak 65 senyawa telah berhasil diisolasi dari akar pasak bumi (Kuo et al.,
2004). Kandungan fitokimia akar pasak bumi meliputi kuasinoid, alkaloid, flavonoid, dan
terpenoid (Khanam et al., 2015; Tran et al., 2014). Senyawa bioaktif tersebut secara
farmakodinamik dan biokimia dapat digunakan sebagai antioksidan (Arifah and
Nurkhasanah, 2014).
Serbuk akar pasak bumi diketahui memiliki kemampuan mencegah kenaikan
aktivitas serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida (Adikusuma and
Bachri, 2014). Ekstrak akar pasak bumi dengan pelarut metanol (konsentrasi 60%)
memiliki kandungan flavonoid total dan kandungan fenolik total yang lebih tinggi
dibandingkan pelarut air (Chua et al., 2009). Akan tetapi, pemberian ekstrak metanol
(konsentrasi 80%) akar pasak bumi pada tikus terinduksi karbon tetraklorida tidak mampu
mencegah kenaikan aktivitas serum ALT-AST secara signifikan, sehingga daya
perlindungan terhadap hepatosit kurang optimal (Panjaitan et al., 2011). Penelitian Hendra
et al. (2017a), menyatakan bahwa ekstrak metanol (konsentrasi 95%) akar pasak bumi
menunjukkan efek antihiperlipidemia, antiinflamasi, dan analgesik. Kandungan fitokimia
akar pasak bumi diduga berperan dalam berbagai aktivitas farmakologi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pemberian jangka panjang ekstrak metanol (konsentrasi 95%) akar pasak bumi (EMAPB)
terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah. Intervensi berupa pemberian EMAPB (75, 150, dan
300 mg/kgBB) sebagai praperlakuan jangka panjang selama 6 hari diteliti untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida.
Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini adalah akar pasak bumi serta hewan uji berupa
tikus jantan galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g. Bahan-bahan
kimia yang digunakan, yaitu metanol (Merck), karbon tetraklorida (Merck), olive oil
(Bertolli), CMC-Na (Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd), akuades, dan kit reagen ALT-AST
(Abbott Laboratories).
Alat
Alat yang digunakan untuk preparasi EMAPB meliputi mesin penyerbuk, electric
sieve shaker dengan nomor mesh 40 dan 50 (Indotest Multi Lab), timbangan analitik
(Mettler Toledo), shaker (Innova 2100), kertas saring, corong Buchner, pompa vakum, labu
evaporator (Buchi), rotary evaporator (Buchi): heating bath B-491; rotavapor R-210;
vacuum pump V-700; dan vacuum controller V-850, waterbath (Memmert), oven
(Memmert), alat-alat gelas: erlenmeyer; beaker glass; gelas ukur; corong; cawan porselen;
pipet tetes; batang pengaduk; dan labu ukur.
Alat yang digunakan untuk perlakuan hewan uji meliputi timbangan elektrik (Mettler
Toledo), spuit injeksi peroral, spuit injeksi intraperitoneal, syringe 1; 3; dan 5 cc (Terumo),
pipa kapiler hematokrit (Brand), vacutainer (Vacuette), dan clinical chemistry analyzer
(Architect).
Jalannya Penelitian
Pengumpulan dan Determinasi Tanaman
Bahan alam yang dieksplorasi manfaatnya dalam penelitian ini adalah akar pasak
bumi. Akar pasak bumi tersebut dikumpulkan dari Pulau Kalimantan dan diperoleh melalui
CV. Merapi Farma Herbal. Determinasi bertujuan untuk memastikan kebenaran identitas
tanaman yang digunakan. Proses determinasi dan verifikasi dilakukan terhadap sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
serbuk akar pasak bumi oleh determinator di Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada.
Penetapan Kadar Air
Kadar air dalam serbuk simplisia perlu ditetapkan karena merupakan salah satu
parameter karakterisasi untuk menjamin mutu bahan uji. Berdasarkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Persyaratan Mutu Obat Tradisional, serbuk simplisia yang baik memiliki kadar air ≤10%
(Anonim, 2014a). Penetapan kadar air dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada menggunakan metode gravimetri.
Preparasi EMAPB
Serbuk akar pasak bumi sebanyak ±1200 g diekstraksi secara maserasi menggunakan
pelarut metanol 95% (1:4). Maserasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam dengan
kecepatan pengadukan 140 rpm dan diulang hingga 3 siklus. Pengadukan dan pengulangan
siklus bertujuan untuk mengoptimalkan proses penyarian fitokimia agar diperoleh
rendemen ekstraksi yang tinggi (Saifudin, 2014; Tiwari et al., 2013). Maserat difiltrasi
menggunakan kertas saring, corong Buchner, dan pompa vakum, kemudian dipindahkan ke
dalam labu evaporator. Filtrat dipekatkan melalui proses evaporasi bertekanan rendah,
sehingga pelarut dapat menguap pada suhu di bawah titik didihnya. Pengaturan suhu serta
tekanan mengacu pedoman penggunaan rotary evaporator untuk evaporasi pelarut
metanol, yaitu pada suhu heating bath 60oC, titik didih 40oC, kondensor 20oC, dan tekanan
337 mbar (Anonim, 2007). Ekstrak cair dituangkan ke dalam cawan porselen yang telah
ditara, lalu diletakkan di atas waterbath guna menguapkan sisa pelarut. Ekstrak kental yang
terbentuk dipanaskan pada oven bersuhu 50oC selama ±96 jam hingga susut pengeringan
tetap. Besarnya rendemen ekstraksi dapat diketahui dari perbandingan bobot total ekstrak
kental dan bobot total serbuk akar pasak bumi yang dinyatakan dalam % b/b. Preparasi
sediaan untuk perlakuan hewan uji dilakukan dengan melarutkan ekstrak kental dalam
CMC-Na 1%.
Pemeliharaan Hewan Uji
Tikus jantan galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g dipilih
sebagai hewan uji dalam penelitian ini. Hewan uji tersebut diperoleh dari Laboratorium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Sebelum
penelitian dimulai, hewan uji diaklimatisasi di Laboratorium Farmakologi-Toksikologi
Fakulas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang digunakan sebagai ruangan percobaan.
Ruangan percobaan selalu dijaga kebersihannya, diatur pada suhu 22±3°C, siklus
penerangan 12 jam terang dan 12 jam gelap. Hewan uji ditempatkan dalam kandang plastik
(2-3 ekor/kandang) dengan alas sekam padi dan ditutup kawat strimin. Makanan berupa
pelet serta air minum diberikan secara ad libitum (Anonim, 2014b; Garber et al., 2011).
Prosedur eksperimen terhadap hewan uji telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan nomor kelaikan etik
KE/FK/0794/EC/2017.
Uji Pendahuluan
Dosis hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan adalah 2 mL/kgBB,
dilarutkan dalam olive oil (1:1), sehingga diperoleh konsentrasi larutan 50%. Dipejankan
secara intraperitoneal di kuadran kanan bawah abdomen (Dongare et al., 2013; Janakat and
Al-Merie, 2002).
Waktu pencuplikan darah dari pleksus vena retro-orbital ditetapkan menggunakan 3
ekor tikus. Dilakukan pencuplikan darah pada 3 selang waktu, yaitu pada jam ke-0, 24, dan
48 setelah induksi karbon tetraklorida. Selang waktu terjadinya puncak kenaikan aktivitas
serum ALT-AST dipilih sebagai waktu pencuplikan darah pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida.
Penetapan Dosis EMAPB
Dosis EMAPB yang digunakan terdiri dari 3 peringkat, yaitu 75, 150, dan 300
mg/kgBB. Dosis 75 dan 150 mg/kgBB ditetapkan berdasarkan pustaka acuan mengenai
studi antihiperlipidemia EMAPB oleh Hendra et al. (2017a). Sedangkan dosis 300
mg/kgBB merupakan kelipatan biometrik dari peringkat dosis sebelumnya.
Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Uji
Sebanyak 30 ekor tikus dialokasikan secara acak ke dalam 6 kelompok. Masing-
masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I (kontrol CMC-Na) diberi CMC-Na
1% 1 kali sehari selama 6 hari secara peroral. Kelompok II (kontrol karbon tetraklorida)
dipejankan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
(kontrol EMAPB) diberi EMAPB dosis tertinggi, yaitu 300 mg/kgBB 1 kali sehari selama
6 hari secara peroral. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) diberi EMAPB
dengan peringkat dosis 75, 150, dan 300 mg/kgBB 1 kali sehari selama 6 hari secara
peroral, kemudian pada hari ketujuh dipejankan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
secara intraperitoneal.
Pencuplikan darah kelompok I dan III dilakukan pada hari ketujuh. Sedangkan
kelompok II, IV, V, dan VI menyesuaikan dengan hasil uji pendahuluan, yaitu pada selang
waktu terjadinya puncak kenaikan aktivitas serum ALT-AST setelah induksi karbon
tetraklorida. Menurut Wolfensohn and Lloyd (2013), total volume darah tikus dewasa
adalah 10% dari berat badannya. Volume darah maksimal yang dapat diambil saat
pencuplikan tunggal sebanyak 10% dari total volume darah tikus tersebut. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini volume darah yang dicuplik dari pleksus vena retro-orbital sebanyak
±2 mL menggunakan pipa kapiler hematokrit, kemudian dikumpulkan dalam vacutainer.
Pengukuran Aktivitas Serum ALT-AST
Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan oleh Laboratorium Patologi Klinik
Rumah Sakit Bethesda. Prosedur awal yang berlangsung, yaitu sentrifugasi terhadap
sampel darah dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Sentrifugasi bertujuan untuk
memisahkan komponen-komponen dalam darah berdasarkan perbedaan massa jenis
(Arneson and Brickell, 2007). Serum yang telah terpisah dari gumpalan sel darah
direaksikan dengan kit reagen ALT-AST secara bertahap. Adapun rincian mengenai
komposisi kit reagen ALT-AST serta mekanisme reaksi enzimatik tercantum pada
Lampiran 21, 22, dan 23.
Analisis Statistik
Berdasarkan data pengukuran aktivitas serum ALT-AST yang telah dihimpun,
dilakukan analisis statistik dengan program IBM SPSS Statistics 22.
Uji Pendahuluan. Uji T berpasangan digunakan untuk mengetahui perbedaan data
antarkelompok. Analisis ini dipilih karena adanya pengukuran berulang terhadap aktivitas
serum ALT-AST, yaitu pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah induksi karbon tetraklorida
(Dahlan, 2014).
Kelompok Kontrol dan Perlakuan. Uji Shapiro-Wilk digunakan untuk mengetahui
normalitas data. Apabila data terdistribusi normal (p>0,05), dilanjutkan dengan One Way
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Bermakna atau tidaknya perbedaan data
antarkelompok dapat ditentukan melalui uji post hoc. Sebelum melakukan uji post hoc,
variansi data antarkelompok perlu dianalisis menggunakan uji Levene. Jika data memiliki
variansi homogen (p>0,05), maka dilakukan uji post hoc Tukey. Sedangkan uji post hoc
Games-Howell dilakukan apabila data memiliki variansi tidak homogen (p<0,05). Pada
data pengukuran aktivitas serum ALT-AST yang terdistribusi tidak normal (p<0,05),
dilakukan uji Kruskal-Wallis, kemudian dilanjutkan uji post hoc Mann-Whitney. Perbedaan
data antarkelompok dinyatakan bermakna jika nilai p<0,05 dan dinyatakan tidak bermakna
jika nilai p>0,05 (Dahlan, 2014).
Penetapan Persen Efek Pencegahan Kenaikan Aktivitas Serum ALT-AST
Kemampuan EMAPB untuk mencegah kerusakan hati dinyatakan dengan persen
efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT-AST. Berikut adalah persamaan yang
digunakan.
Persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT
= [1 −(rerata ALT perlakuan−rerata ALT kontrol negatif)
(rerata ALT kontrol hepatotoksin−rerata ALT kontrol negatif)] 𝑥 100%
Persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum AST
= [1 −(rerata AST perlakuan−rerata AST kontrol negatif)
(rerata AST kontrol hepatotoksin−rerata AST kontrol negatif)] 𝑥 100%
(Brai et al., 2014)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi Tanaman, Penetapan Kadar Air, dan Rendemen Ekstraksi
Sebelum penelitian dimulai, telah dilakukan proses determinasi serta karakterisasi
terhadap akar pasak bumi untuk memastikan identitas dan mutu bahan uji tersebut. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa sampel serbuk benar merupakan akar pasak bumi yang
termasuk dalam suku Simaroubaceae dengan nama ilmiah Eurycoma longifolia Jack.
Penetapan kadar air secara gravimetri melalui pemanasan pada oven bersuhu 105oC
selama 3 jam hingga berat konstan, menghasilkan rerata kadar air dari 3 kali replikasi
sebesar 7,19%. Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk akar pasak bumi yang digunakan
telah memenuhi persyaratan mutu serbuk simplisia yang baik sesuai Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, yaitu ≤10% (Anonim, 2014a).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Susut pengeringan merupakan salah satu parameter karakterisasi nonspesifik yang
digunakan untuk menjamin konsistensi ekstrak. Dalam penelitian ini, susut pengeringan
tetap tercapai setelah ekstrak dipanaskan pada oven bersuhu 50oC selama ±96 jam. Dari
±1200 g serbuk akar pasak bumi, diperoleh rendemen ekstraksi sebesar 22,68 g (1,89%
b/b).
Uji Pendahuluan
Karbon tetraklorida adalah senyawa model hepatotoksin yang umum digunakan
untuk menginduksi kerusakan hati pada hewan uji. Efektivitas karbon tetraklorida
dipengaruhi oleh dosis, rute administrasi, serta selang waktu induksi. Dosis karbon
tetraklorida yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 mL/kgBB dipejankan secara
intraperitoneal. Berdasarkan penelitian terdahulu, karbon tetraklorida pada dosis dan rute
administrasi tersebut mampu meningkatkan aktivitas serum ALT-AST pada tikus tanpa
menyebabkan kematian (Dongare et al., 2013; Janakat and Al-Merie, 2002). Melalui rute
administrasi secara intraperitoneal di kuadran kanan bawah abdomen, senyawa akan
terabsorpsi dengan cepat oleh pembuluh darah dalam rongga abdomen menuju sirkulasi
sistemik (Turner et al., 2011).
Metabolisme karbon tetraklorida oleh enzim CYP2E1 menjadi radikal bebas
triklorometil dan triklorometilperoksi menyebabkan kerusakan hati akut terutama di bagian
sentrilobulus. Namun, kerusakan tersebut bersifat reversibel dan akan diikuti dengan
regenerasi sel (Oumi et al., 2012). Menurut Dongare et al. (2013), puncak kenaikan
aktivitas serum ALT-AST terjadi pada jam ke-24 dan kembali normal pada jam ke-48.
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT-AST pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah induksi
karbon tetraklorida ditampilkan pada Tabel I, Gambar 1, dan Gambar 2.
Tabel I. Aktivitas serum ALT-AST pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah induksi karbon tetraklorida
Waktu Pencuplikan Darah Rerata ALT ± SE
(U/L)
Rerata AST ± SE
(U/L)
Jam ke-0 49,63 ± 10,35b 170,70 ± 16,38b
Jam ke-24 226,20 ± 4,01a,c 859,33 ± 49,33a,c
Jam ke-48 51,30 ± 4,90b 235,60 ± 18,01b
Keterangan: SE=standard error; a=berbeda bermakna (p<0,05) terhadap jam ke-0; b=berbeda bermakna
(p<0,05) terhadap jam ke-24, c=berbeda bermakna (p<0,05) terhadap jam ke-48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Gambar 1. Diagram batang aktivitas serum ALT pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah induksi
karbon tetraklorida
Gambar 2. Diagram batang aktivitas serum AST pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah induksi
karbon tetraklorida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Radikal bebas triklorometil yang telah teraktivasi di awal metabolisme karbon
tetraklorida akan mengalami reaksi lanjutan dengan oksigen, menghasilkan radikal bebas
triklorometilperoksi yang memiliki reaktivitas lebih tinggi. Ikatan antara radikal bebas
triklorometilperoksi dan asam lemak tak jenuh ganda menyebabkan peroksidasi lipid yang
berdampak pada hilangnya permeabilitas membran hepatosit. Secara normal, aktivitas
ALT-AST dalam hepatosit >1000 kali lebih besar dibandingkan aktivitasnya dalam serum
(Herlong and Mitchell, 2012). Terganggunya integritas hepatosit dapat memicu pelepasan
enzim-enzim intraseluler, termasuk ALT-AST ke sirkulasi darah, sehingga terjadi kenaikan
aktivitas serum.
ALT merupakan enzim yang berperan sebagai katalis pemindahan gugus amino dari
alanin ke asam α-ketoglutarat membentuk asam glutamat dan piruvat. Enzim ini menjadi
parameter paling spesifik atas terjadinya kerusakan hati karena memiliki konsentrasi
terbesar dalam sitosol hepatosit (Jayesh et al., 2017). Analisis statistik menunjukkan
perbedaan bermakna (p=0,002) antara aktivitas serum ALT pada jam ke-0 (49,63 ± 10,35
U/L) dengan jam ke-24 (226,20 ± 4,01 U/L). Aktivitas serum ALT pada jam ke-0
merupakan representasi kondisi normal hati tikus sebelum induksi karbon tetraklorida.
Kenaikan aktivitas serum ALT pada jam ke-24 setelah induksi karbon tetraklorida
mengindikasikan adanya gangguan integritas hepatosit yang menyebabkan pelepasan
enzim ke sirkulasi darah. Untuk memastikan puncak kenaikan aktivitas serum ALT terjadi
pada jam ke-24, dilakukan pula pengukuran pada jam ke-48. Hasil analisis menunjukkan
perbedaan bermakna (p=0,000) antara aktivitas serum ALT pada jam ke-24 dengan jam ke-
48 (51,30 ± 4,90 U/L) serta perbedaan tidak bermakna (p=0,880) antara jam ke-0 dengan
jam ke-48. Maka dapat disimpulkan bahwa pada jam ke-48 aktivitas serum ALT sudah
kembali normal.
Pengukuran aktivitas serum AST digunakan sebagai pendukung karena kenaikan
aktivitas serum ALT akan disertai oleh parameter biokimia lainnya. AST merupakan enzim
yang berperan untuk mengkatalis pemindahan gugus amino dari aspartat ke asam α-
ketoglutarat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. Enzim ini terdapat dalam sitosol
(20%) dan mitokondria hepatosit (80%) serta beberapa organ lain, seperti jantung, otot
rangka, ginjal, otak, dan sel darah merah (Giannini et al., 2005; Jayesh et al., 2017).
Analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,008) antara aktivitas serum AST
pada jam ke-0 (170,70 ± 16,38 U/L) dengan jam ke-24 (859,33 ± 49,33 U/L). Kenaikan
aktivitas serum AST pada jam ke-24 setelah induksi karbon tetraklorida menandakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
adanya pelepasan enzim ke sirkulasi darah menyertai parameter ALT. Perbedaan bermakna
(p=0,004) antara aktivitas serum AST pada jam ke-24 dengan jam ke-48 (235,60 ± 18,01
U/L) dan perbedaan tidak bermakna (p=0,199) antara jam ke-0 dengan jam ke-48
menegaskan bahwa puncak kenaikan aktivitas serum AST terjadi pada jam ke-24, yang
secara bertahap akan kembali normal pada jam ke-48.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, ditetapkan waktu pencuplikan darah dari pleksus
vena retro-orbital, yaitu pada jam ke-24 setelah induksi karbon tetraklorida. Pencuplikan
darah kelompok II (kontrol karbon tetraklorida) dilakukan pada hari kedua, sedangkan
kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) pada hari kedelapan. Penurunan aktivitas
serum ALT-AST dipengaruhi oleh kecepatan eliminasi dalam sirkulasi darah. Pada
manusia, katabolisme ALT-AST yang diperantarai oleh sel-sel sinusoid hati menghasilkan
waktu paruh eliminasi selama 47 ± 10 jam (ALT), 17 ± 5 jam (AST total), dan 87 jam
(AST mitokondria hepatosit) (Giannini et al., 2005; Herlong and Mitchell, 2012).
Pengaruh Pemberian Jangka Panjang EMAPB terhadap Aktivitas Serum ALT-AST
pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida
Potensi pemberian jangka panjang EMAPB untuk mencegah kenaikan aktivitas
serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dapat diketahui dari
perbandingan hasil pengukuran kelompok perlakuan (EMAPB 75, 150, dan 300 mg/kgBB)
terhadap kelompok kontrol. Efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT-AST
ditunjukkan dengan aktivitas serum ALT-AST kelompok perlakuan yang lebih rendah dan
berbeda bermakna secara statistik terhadap kontrol karbon tetraklorida.
Aktivitas serum ALT-AST kelompok perlakuan dapat memiliki perbedaan yang
bermakna maupun tidak bermakna terhadap kontrol CMC-Na. Hasil analisis ini akan
menunjukkan sejauh mana kemampuan EMAPB mencegah progresi kerusakan hati yang
terjadi setelah diberikan sebagai praperlakuan jangka panjang selama 6 hari. Dilakukan
pula analisis antarkelompok perlakuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kekerabatan
antara peringkat dosis pemberian EMAPB dengan efek pencegahan kenaikan aktivitas
serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.
Analisis statistik yang digunakan untuk parameter ALT adalah uji Kruskal-Wallis,
dilanjutkan uji post hoc Mann-Whitney. Hal ini dikarenakan analisis data pengukuran
aktivitas serum ALT dengan uji Shapiro-Wilk menunjukkan distribusi tidak normal
(p<0,05). Hasil pengukuran aktivitas serum ALT ditampilkan pada Tabel II dan Gambar 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Tabel II. Pengaruh pemberian jangka panjang EMAPB terhadap aktivitas serum ALT pada tikus
terinduksi karbon tetraklorida
Kelompok Rerata ALT ± SE
(U/L)
Efek Pencegahan Kenaikan
Aktivitas Serum ALT (%)
Kontrol CMC-Na 52,78 ± 2,53b,c,1,2,3 -
Kontrol karbon tetraklorida 220,48 ± 25,03a,c,1,2 -
Kontrol EMAPB 37,10 ± 1,75a,b,1,2,3 -
EMAPB 75 mg/kgBB 146,90 ± 18,60a,b,c,3 43,88
EMAPB 150 mg/kgBB 134,92 ± 11,45a,b,c,3 51,02
EMAPB 300 mg/kgBB 222,18 ± 24,83a,c,1,2 -1,01
Keterangan: SE=standard error; a=berbeda bermakna (p<0,05) terhadap kontrol CMC-Na; b=berbeda
bermakna (p<0,05) terhadap kontrol karbon tetraklorida; c=berbeda bermakna (p<0,05) terhadap kontrol
EMAPB; 1, 2, dan 3=berbeda bermakna (p<0,05) terhadap EMAPB 75, 150, dan 300 mg/kgBB
Gambar 3. Diagram batang pengaruh pemberian jangka panjang EMAPB terhadap aktivitas serum ALT
pada tikus terinduksi karbon tetraklorida
Uji normalitas data pengukuran aktivitas serum AST menunjukkan distribusi normal
(p>0,05), sehingga dapat dilanjutkan dengan One Way ANOVA pada taraf kepercayaan
95%. Data antarkelompok memiliki variansi tidak homogen (p<0,05) melalui analisis
menggunakan uji Levene. Oleh karena itu, uji post hoc Games-Howell dipilih untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
mengetahui bermakna atau tidaknya perbedaan data antarkelompok. Hasil pengukuran
aktivitas serum AST ditampilkan pada Tabel III dan Gambar 4.
Tabel III. Pengaruh pemberian jangka panjang EMAPB terhadap aktivitas serum AST pada tikus
terinduksi karbon tetraklorida
Kelompok Rerata AST ± SE
(U/L)
Efek Pencegahan Kenaikan
Aktivitas Serum AST (%)
Kontrol CMC-Na 140,00 ± 7,66b,1,2,3 -
Kontrol karbon tetraklorida 839,28 ± 16,51a,c,2 -
Kontrol EMAPB 151,14 ± 7,21b,1,2,3 -
EMAPB 75 mg/kgBB 566,76 ± 63,63a,c 38,97
EMAPB 150 mg/kgBB 581,88 ± 41,33a,b,c 36,81
EMAPB 300 mg/kgBB 743,68 ± 38,77a,c 13,67
Keterangan: SE=standard error; a=berbeda bermakna (p<0,05) terhadap kontrol CMC-Na; b=berbeda
bermakna (p<0,05) terhadap kontrol karbon tetraklorida; c=berbeda bermakna (p<0,05) terhadap kontrol
EMAPB; 1, 2, dan 3=berbeda bermakna (p<0,05) terhadap EMAPB 75, 150, dan 300 mg/kgBB
Gambar 4. Diagram batang pengaruh pemberian jangka panjang EMAPB terhadap aktivitas serum AST
pada tikus terinduksi karbon tetraklorida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Kontrol CMC-Na
Kontrol CMC-Na bertindak sebagai kontrol negatif yang merepresentasikan kondisi
normal hati tikus. CMC-Na 1% merupakan pelarut EMAPB, diharapkan tidak berpengaruh
terhadap kenaikan aktivitas serum ALT-AST. Hasil pengukuran pada penelitian ini
menunjukkan aktivitas serum ALT 52,78 ± 2,53 U/L dan AST 140,00 ± 7,66 U/L.
Berdasarkan penelitian Cao et al. (2014), CMC-Na 1% yang digunakan sebagai pelarut
tidak memberikan efek kenaikan aktivitas serum ALT-AST dan memiliki gambaran
histopatologi hati yang normal.
Kontrol Karbon Tetraklorida
Kontrol karbon tetraklorida bertindak sebagai kontrol hepatotoksin yang
menggambarkan kondisi kerusakan hati pada tikus. Karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan 1:1 dan dipejankan secara intraperitoneal.
Olive oil yang digunakan sebagai pelarut dinyatakan tidak berpengaruh terhadap kenaikan
aktivitas serum ALT-AST dan memperlihatkan gambaran histopatologi hati yang normal
(Jadhav et al., 2010), sehingga gangguan integritas hepatosit sepenuhnya diinduksi oleh
karbon tetraklorida. Pada jam ke-24 setelah induksi karbon tetraklorida, hasil pengukuran
aktivitas serum ALT 220,48 ± 25,03 U/L, menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,009)
terhadap kontrol CMC-Na. Sedangkan hasil pengukuran aktivitas serum AST 839,28 ±
16,51 U/L, juga menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000) terhadap kontrol CMC-Na.
Kenaikan aktivitas serum ALT sebesar 4,18 kali dan AST sebesar 5,99 kali
mengindikasikan terjadinya kerusakan hati akut pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, kontrol karbon tetraklorida akan menjadi dasar
penentuan potensi efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT-AST setelah
praperlakuan jangka panjang EMAPB selama 6 hari.
Menurut Zimmerman (1999), induksi karbon tetraklorida pada hewan uji
menyebabkan kenaikan relatif aktivitas serum ALT sebesar ≥3 kali dan AST sebesar ≥4
kali, serta lesi berupa steatosis dan nekrosis di bagian sentrilobulus. Berbagai studi
mengenai efek hepatoprotektif bahan alam yang menggunakan karbon tetraklorida
konsentrasi 50% dalam olive oil sebagai hepatotoksin, menunjukkan kenaikan aktivitas
serum ALT-AST berkisar antara 3-7 kali (Brai et al., 2014; Hendra et al., 2017b) dengan
aktivitas serum AST yang lebih tinggi dibandingkan ALT. Fluktuasi kenaikan aktivitas
serum ALT-AST setelah induksi karbon tetraklorida dipengaruhi pula oleh kondisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
patologis serta profil farmakokinetika masing-masing hewan uji yang tidak bisa
dikendalikan selama penelitian berlangsung.
Hepatotoksisitas karbon tetraklorida terjadi melalui mekanismenya menginduksi
stres oksidatif. Bioaktivasi karbon tetraklorida oleh enzim CYP2E1 akan membentuk
radikal bebas triklorometil. Reaksi lanjutan antara radikal bebas triklorometil dan oksigen
menghasilkan radikal bebas triklorometilperoksi yang mampu berikatan secara kovalen
dengan makromolekul seluler, menyebabkan peroksidasi lipid. Kondisi tersebut memicu
kerusakan membran hepatosit dan pelepasan enzim-enzim, seperti ALT-AST ke sirkulasi
darah. Secara normal, sel harus mempertahankan ion Ca2+ dalam konsentrasi yang rendah.
Namun, gangguan integritas hepatosit akibat paparan karbon tetraklorida dapat
meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ dalam mitokondria, yang berdampak pada kematian sel
(Xu et al., 2011).
Kontrol EMAPB
Kontrol EMAPB berfungsi untuk mengetahui pengaruh pemberian EMAPB sebagai
praperlakuan jangka panjang selama 6 hari terhadap aktivitas serum ALT-AST. Dosis
EMAPB yang digunakan sebagai kontrol adalah dosis tertinggi, yaitu 300 mg/kgBB.
EMAPB pada dosis tertinggi dianggap mewakili potensi efek dosis 75 dan 150 mg/kgBB.
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT 37,10 ± 1,75 U/L menunjukkan perbedaan
bermakna (p=0,009) terhadap kontrol CMC-Na dan kontrol karbon tetraklorida. Meskipun
aktivitas serum ALT pada kontrol EMAPB memiliki perbedaan bermakna dengan kontrol
CMC-Na, nilai yang dihasilkan justru lebih rendah, sehingga EMAPB tidak menginduksi
kenaikan aktivitas serum ALT. Hasil pengukuran aktivitas serum AST 151,14 ± 7,21 U/L
menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,884) terhadap kontrol CMC-Na dan
perbedaan bermakna (p=0,000) terhadap kontrol karbon tetraklorida. Berdasarkan hasil
tersebut, diketahui bahwa pemberian EMAPB sebagai praperlakuan jangka panjang selama
6 hari tidak berpengaruh terhadap kenaikan aktivitas serum ALT-AST.
Kelompok Perlakuan Jangka Panjang EMAPB
Pemberian jangka panjang EMAPB 75 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida menghasilkan aktivitas serum ALT 146,90 ± 18,60 U/L. Analisis statistik
menunjukkan perbedaan bermakna terhadap kontrol CMC-Na (p=0,009) dan kontrol
karbon tetraklorida (p=0,047). Berdasarkan hasil tersebut, EMAPB 75 mg/kgBB memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT, namun belum mampu mengembalikan
hati ke kondisi normal. Persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang
diperoleh adalah 43,88%. Hasil pengukuran aktivitas serum AST 566,76 ± 63,63 U/L,
secara statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,014) terhadap kontrol CMC-Na
dan perbedaan tidak bermakna (p=0,064) terhadap kontrol karbon tetraklorida. Hasil
tersebut menandakan bahwa EMAPB 75 mg/kgBB tidak memiliki efek pencegahan
kenaikan aktivitas serum AST. Meski demikian, diperoleh persen efek pencegahan
kenaikan aktivitas serum AST sebesar 38,97%.
Pemberian jangka panjang EMAPB 150 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida menghasilkan aktivitas serum ALT 134,92 ± 11,45 U/L. Analisis statistik
menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,009) terhadap kontrol CMC-Na dan kontrol
karbon tetraklorida. Berdasarkan hasil tersebut, EMAPB 150 mg/kgBB memiliki efek
pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT, namun belum mampu mengembalikan hati ke
kondisi normal. Persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang diperoleh
adalah 51,02%. Hasil pengukuran aktivitas serum AST 581,88 ± 41,33 U/L, secara statistik
menunjukkan perbedaan bermakna terhadap kontrol CMC-Na (p=0,002) dan kontrol
karbon tetraklorida (p=0,013). Hasil tersebut menandakan bahwa EMAPB 150 mg/kgBB
memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum AST, tetapi tidak dapat
mengembalikan hati ke kondisi normal. Persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum
AST yang diperoleh, yaitu 36,81%.
Pemberian jangka panjang EMAPB 300 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida menghasilkan aktivitas serum ALT 222,18 ± 24,83 U/L. Analisis statistik
menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,009) terhadap kontrol CMC-Na dan perbedaan
tidak bermakna (p=0,602) terhadap kontrol karbon tetraklorida. Persen efek pencegahan
kenaikan aktivitas serum ALT yang diperoleh adalah -1,01%. Kenaikan aktivitas serum
ALT pada kelompok perlakuan yang lebih tinggi dibandingkan kontrol karbon tetraklorida
menyebabkan persen efek bernilai negatif. Oleh karena itu, diketahui bahwa EMAPB 300
mg/kgBB tidak memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT. Hasil
pengukuran aktivitas serum AST 743,68 ± 38,77 U/L, secara statistik menunjukkan
perbedaan bermakna (p=0,000) terhadap kontrol CMC-Na dan perbedaan tidak bermakna
(p=0,339) terhadap kontrol karbon tetraklorida. Persen efek pencegahan kenaikan aktivitas
serum AST yang diperoleh, yaitu 13,67%. Hasil tersebut menandakan bahwa EMAPB 300
mg/kgBB tidak memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum AST.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Secara keseluruhan, pemberian EMAPB sebagai praperlakuan jangka panjang selama
6 hari belum mampu mengembalikan hati ke kondisi normal setelah terjadinya kerusakan
akibat induksi karbon tetraklorida. Hal ini didasarkan atas hasil analisis statistik yang
menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT-AST pada kelompok perlakuan EMAPB 75,
150, dan 300 mg/kgBB berbeda bermakna terhadap kontrol CMC-Na.
Analisis aktivitas serum ALT antarkelompok perlakuan menunjukkan adanya
perbedaan tidak bermakna antara EMAPB 75 dan 150 mg/kgBB, sedangkan EMAPB 300
mg/kgBB menunjukkan perbedaan bermakna terhadap 2 peringkat dosis sebelumnya. Hal
ini bersesuaian dengan hasil analisis sebelumnya, yang menyatakan bahwa EMAPB 75 dan
150 mg/kgBB mampu mencegah kenaikan aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi
karbon tetraklorida.
Analisis aktivitas serum AST antarkelompok perlakuan menunjukkan adanya
perbedaan tidak bermakna antara EMAPB 75, 150, dan 300 mg/kgBB. Akan tetapi, efek
pencegahan kenaikan aktivitas serum AST hanya terdapat pada dosis 150 mg/kgBB.
Meskipun aktivitas serum AST pada dosis 75 dan 300 mg/kgBB lebih rendah
dibandingkan kontrol karbon tetraklorida, secara statistik menunjukkan perbedaan yang
tidak bermakna. Hal ini dimungkinkan karena variasi data yang relatif tinggi pada kedua
peringkat dosis tersebut.
Dari ketiga peringkat dosis pemberian jangka panjang EMAPB, efek pencegahan
kenaikan aktivitas serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida hanya
dimiliki oleh dosis 150 mg/kgBB. Pada dosis 75 mg/kgBB, efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum ALT belum bisa dipastikan karena tidak disertai dengan efek pencegahan
kenaikan aktivitas serum AST. Sedangkan dosis 300 mg/kgBB tidak memiliki efek
pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT-AST. Berdasarkan hasil yang diperoleh,
diketahui bahwa tidak ada kekerabatan antara peringkat dosis pemberian EMAPB dengan
efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT-AST.
Pada konsentrasi yang sesuai, kandungan antioksidan dalam EMAPB mampu
menetralkan radikal bebas triklorometil dan triklorometilperoksi dengan mendonorkan
atom hidrogen dari gugus hidroksil senyawa fenolik. Tidak munculnya efek pada dosis 300
mg/kgBB diperkirakan karena antioksidan hadir dalam konsentrasi terlalu tinggi. Menurut
Villanueva and Kross (2012), antioksidan bersifat tidak stabil dan reaktif setelah
kehilangan atau menerima elektron dari molekul radikal bebas. Jika jumlah antioksidan
melebihi batas optimal, akan memicu perubahan aksinya menjadi prooksidan. Reaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
oksidasi antar senyawa antioksidan (self-oxidation) menghasilkan radikal bebas yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan (Butnariu and Grozea, 2012).
Hasil penelitian ini perlu ditegaskan melalui penelitian pendukung mengenai
gambaran histopatologi hati untuk mengetahui kesesuaian antara aktivitas serum ALT-
AST yang terukur dengan kondisi struktural hepatosit. Tannapfel et al. (2011) menyatakan
bahwa biopsi hati merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis kerusakan hati serta
mendiferensiasikan spektrum patogenesis antara steatosis sederhana yang bersifat
reversibel atau steatohepatitis progresif.
Dalam penelitian Hendra et al. (2017a), telah dilakukan skrining farmakologi
terhadap efek antihiperlipidemia EMAPB 75 dan 150 mg/kgBB. Hasil uji menyatakan
EMAPB 150 mg/kgBB memiliki potensi sebagai agen antihipertrigliseridemia. Selaras
dengan hasil penelitian tersebut, efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT-AST pada
penelitian ini ditunjukkan pula oleh EMAPB 150 mg/kgBB. Oleh karena itu, diperlukan
kajian lebih lanjut untuk mengidentifikasi dan mengisolasi struktur senyawa fitokimia yang
bertanggung jawab atas potensi farmakologi EMAPB.
Akar pasak bumi memiliki beragam kandungan fitokimia, diantaranya kuasinoid,
alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Kuasinoid (eurycomalactone, 14,15β-
dihydroklaieanone, dan 13,21-dehydroeurycomanone) merupakan metabolit utama dalam
ekstrak metanol akar pasak bumi (Khanam et al., 2015; Tran et al., 2014). Ketiga senyawa
kuasinoid tersebut termasuk golongan senyawa polifenol yang diduga dapat memperbaiki
stres oksidatif dan mencegah peroksidasi lipid akibat paparan radikal bebas. Melalui
mekanismenya sebagai antioksidan, atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksil
bertindak sebagai donor proton, sehingga mampu menjadi pemerangkap radikal bebas
triklorometil dan triklorometilperoksi. Dari serangkaian reaksi yang berlangsung,
diperkirakan terbentuk formasi radikal bebas dengan reaktivitas lebih rendah karena
terjadinya resonansi molekul radikal pada struktur aromatis kuasinoid. Tahapan terminasi
berupa reaksi kopling radikal akan menghasilkan senyawa stabil yang mencegah
berlanjutnya hepatotoksisitas karbon tetraklorida.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemberian jangka panjang
EMAPB 150 mg/kgBB mampu mencegah kenaikan aktivitas serum ALT-AST pada tikus
terinduksi karbon tetraklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
SARAN
Perlu dilakukan penelitian pendukung mengenai gambaran histopatologi hati serta
penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi dan mengisolasi struktur senyawa fitokimia
dalam EMAPB.
DAFTAR PUSTAKA
Adikusuma, W. and Bachri, M.S., 2014. Hepatoprotective Effect of Eurycoma longifolia
Jack. Root Powder on SGPT-SGOT Activity on CCl4-Induced Male Rats.
Pharmaciana, 4 (2), 165–170.
Agrawal, S. and Duseja, A.K., 2012. Non-alcoholic Fatty Liver Disease: East Versus West.
Journal of Clinical and Experimental Hepatology, 2 (2), 122–134.
Anonim, 2007. The ‘Golden Rule’ for Solvent Removal. Sigma-Aldrich Labware Notes, 1
(3), 1–2.
Anonim, 2014a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.
Anonim, 2014b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara In
Vivo.
Arifah, A.N. and Nurkhasanah, 2014. The Effect of Ethyl Acetate Fraction of Ethanolic
Extract of Pasak Bumi (Eurycoma longifolia, Jack) on Macrophages Phagocytic
Activity In Vitro. Pharmaciana, 4 (1), 9–14.
Arneson, W.L. and Brickell, J.M., 2007. Clinical Chemistry: A Laboratory Perspective.
Brai, B.I.C., Adisa, R.A., and Odetola, A.A., 2014. Hepatoprotective Properties of
Aqueous Leaf Extract of Persea Americana, Mill (Lauraceae) ‘Avocado’ Against
CCl4-Induced Damage in Rats. African Journal of Traditional, Complementary, and
Alternative Medicines, 11 (2), 237–244.
Butnariu, M. and Grozea, L., 2012. Antioxidant (Antiradical) Compounds. Journal of
Bioequivalence and Bioavailability, 4 (6), 4–6.
Cao, G., Li, Q., Chen, X., Cai, H., and Tu, S., 2014. Hepatoprotective Effect of Superfine
Particles of Herbal Medicine Against CCl4-Induced Acute Liver Damage in Rats.
BioMed Research International (Online), http://dx.doi.org/10.1155/2014/934732
accessed 25 July 2017.
Chua, L.S., Abdul Latiff, N., Lee, S.Y., Ware, L., Mohd Amin, N.A., Sarmidi, M.R., and
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Abdul Aziz, R., 2009. Free Radical Scavenging Activity and Phenolic Compounds of
Eurycoma longifolia (Tongkat Ali) and Labisia pumila (Kacip Fatimah). In:
Proceeding - 3rd International Conference on Biotechnology for the Wellness
Industry, ICBWI. 13.
Dahlan, M.S., 2014. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan.
Dongare, P.P., Dhande, S.R., and Kadam, V.J., 2013. Standardization of Carbon
Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity in the Rat. American Journal of PharmTech
Research, 3 (5), 438–445.
Garber, J.C., Barbee, R.W., Bielitzki, J.T., Clayton, L.A., Donovan, J.C., Hendriksen,
C.F.M., Kohn, D.F., Lipman, N.S., Locke, P.A., Melcher, J., Quimby, F.W., Turner,
P.V., Wood, G.A., and Wurbel, H., 2011. Guide for The Care and Use of Laboratory
Animals.
Giannini, E.G., Testa, R., and Savarino, V., 2005. Liver Enzyme Alteration: A Guide for
Clinicians. Canadian Medical Association Journal, 172 (3), 367–379.
Greim, H. and Snyder, R., 2008. Toxicology and Risk Assessment: A Comprehensive
Introduction.
Hadizadeh, F., Faghihimani, E., and Adibi, P., 2017. Nonalcoholic Fatty Liver Disease:
Diagnostic Biomarkers. World Journal of Gastrointestinal Pathophysiology, 8 (2),
11–26.
Hendra, P., Fenty, Andreani, P.R., Pangestuti, B.M.E., and Julianus, J., 2017a. Evaluation
of Antihyperlipidemic, Anti-Inflammatory, and Analgesic Activities of Eurycoma
longifolia in Animal Models. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 9 (3), 166–169.
Hendra, P., Jamil, O.A., Maharani, D.A., Suhadi, M.A., Putri, C.Y., Fenty, and Julianus, J.,
2017b. Antihyperlipidemic and Hepatoprotective Studies on Leaves of Macaranga
tanarius. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 10 (1), 239–241.
Heriyanto, N.M., Sawitri, R., and Subiandono, E., 2006. Kajian Ekologi dan Potensi Pasak
Bumi (Eurycoma longifolia Jack.) di Kelompok Hutan Sungai Manna-Sungai Nasal,
Bengkulu. Buletin Plasma Nutfah, 12 (2), 69–75.
Herlong, H.F. and Mitchell, M.C., 2012. Laboratory Tests. In: E.R. Schiff, W.C. Maddrey,
and M.F. Sorrell, eds. Schiff’s Diseases of The Liver. United Kingdom: John Wiley
& Sons, 17–21.
Jadhav, V.B., Thakare, V.N., Suralkar, A.A., Deshpande, A.D., and Naik, S.R., 2010.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Hepatoprotective Activity of Luffa acutangula Against CCl4 and Rifampicin Induced
Liver Toxicity in Rats: A Biochemical and Histopathological Evaluation. Indian
Journal of Experimental Biology, 48 (8), 822–829.
Jamila, N., Khan, N., Khan, A.A., Khan, I., Khan, S.N., Zakaria, Z.A., Khairuddean, M.,
Osman, H., and Kim, K.S., 2017. In Vivo Carbon Tetrachloride-Induced
Hepatoprotective and In Vitro Cytotoxic Activities of Garcinia hombroniana
(Seashore Mangosteen). African Journal of Traditional, Complementary &
Alternative Medicines, 14 (2), 374–382.
Janakat, S. and Al-Merie, H., 2002. Optimization of The Dose and Route of Injection, and
Characterisation of The Time Course of Carbon Tetrachloride-Induced
Hepatotoxicity in the Rat. Journal of Pharmacological and Toxicological Methods,
48 (1), 41–44.
Jayesh, K., Raisa, L.H., Vysakh, A., Binil, E., and Latha, M.S., 2017. Terminalia bellirica
(Gaertn.) Roxb. Fruit Mitigates CCl4 Induced Oxidative Stress and Hepatotoxicity in
Rats. Biomedicine and Pharmacotherapy (Online),
http://dx.doi.org/10.1016/j.biopha.2017.06.080 accessed 24 July 2017.
Jiang, W., Guo, M.H., and Hai, X., 2016. Hepatoprotective and Antioxidant Effects of
Lycopene on Non-alcoholic Fatty Liver Disease in Rat. World Journal of
Gastroenterology, 22 (46), 10180–10188.
Khanam, Z., Wen, C.S., and Bhat, I.U.H., 2015. Phytochemical Screening and
Antimicrobial Activity of Root and Stem Extracts of Wild Eurycoma longifolia Jack
(Tongkat Ali). Journal of King Saud University - Science, 27 (1), 23–30.
KTW, 2011. Hepatoprotektor Herbal untuk Gangguan Hati. Cermin Dunia Kedokteran, 38
(1), 47–50.
Kuo, P., Damu, A.G., Lee, K., and Wu, T., 2004. Cytotoxic and Antimalarial Constituents
of the Roots of Eurycoma longifolia. Bioorganic & Medicinal Chemistry, 12 (3),
537–544.
Li, L., Zhou, Y.F., Li, Y.L., Wang, L.L., Arai, H., and Xu, Y., 2017. In Vitro and In Vivo
Antioxidative and Hepatoprotective Activity of Aqueous Extract of Cortex Dictamni.
World Journal of Gastroenterology, 23 (16), 2912–2927.
Musso, G., Gambino, R., Cassader, M., and Pagano, G., 2011. Meta-analysis: Natural
History of Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) and Diagnostic Accuracy of
Non-invasive Tests for Liver Disease Severity. Annals of Medicine, 43 (8), 617–649.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Oumi, N., Taniguchi, K.A., Kanai, A.M., Yasunaga, M., Nakanishi, T., and Sato, K., 2012.
A Crucial Role of Bone Morphogenetic Protein Signaling in the Wound Healing
Response in Acute Liver Injury Induced by Carbon Tetrachloride. International
Journal of Hepatology (Online), http://dx.doi.org/10.1155/2012/476820 accessed 23
July 2017.
Panjaitan, R.G.P., Manalu, W., Handharyani, E., and Chairul, 2011. Aktivitas
Hepatoprotektor Ekstrak Metanol Akar Pasak Bumi dan Fraksi-Fraksi Turunannya.
Jurnal Veteriner, 12 (4), 319–325.
Riordan, J.D. and Nadeau, J.H., 2014. Modeling Progressive Non-alcoholic Fatty Liver
Disease in the Laboratory Mouse. Mammalian Genome, 25 (9–10), 473–486.
Saifudin, A., 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder: Teori, Konsep, dan Teknik
Pemurnian.
Sattar, N., Forrest, E., and Preiss, D., 2014. Non-alcoholic Fatty Liver Disease. BMJ
(Online), https://doi.org/10.1136/bmj.g4596 accessed 23 July 2017.
Schuppan, D. and Schattenberg, J.M., 2013. Non-alcoholic Steatohepatitis: Pathogenesis
and Novel Therapeutic Approaches. Journal of Gastroenterology and Hepatology,
28 (1), 68–76.
Tannapfel, A., Denk, H., Dienes, H.P., Langner, C., Schirmacher, P., Trauner, M., and
Flott-Rahmel, B., 2011. Histopathological Diagnosis of Non-alcoholic and Alcoholic
Fatty Liver Disease. Virchows Archiv, 458 (5), 511–523.
Tiwari, B.K., Brunton, N.P., and Brennan, C.S., 2013. Handbook of Plant Food
Phytochemicals: Sources, Stability, and Extraction.
Tran, T.V.A., Malainer, C., Schwaiger, S., Atanasov, A.G., Heiss, E.H., Dirsch, V.M., and
Stuppner, H., 2014. NF-κB Inhibitors from Eurycoma longifolia. Journal of Natural
Products, 77 (3), 483–488.
Turner, P.V., Brabb, T., Pekow, C., and Vasbinder, M.A., 2011. Administration of
Substances to Laboratory Animals: Routes of Administration and Factors to
Consider. Journal of the American Association for Laboratory Animal Science, 50
(5), 600–613.
Villanueva, C. and Kross, R.D., 2012. Antioxidant-induced stress. International Journal of
Molecular Sciences, 13 (2), 2091–2109.
Wolfensohn, S. and Lloyd, M., 2013. Handbook of Laboratory Animal Management and
Welfare.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Xu, L., Gao, J., Wang, Y., Yu, W., Zhao, X., Yang, X., Zhong, Z., and Qian, Z.M., 2011.
Myrica rubra Extracts Protect the Liver from CCl4-Induced Damage. Evidence-
Based Complementary and Alternative Medicine, 4 (6), 480–485.
Younossi, Z.M., Koenig, A.B., Abdelatif, D., Fazel, Y., Henry, L., and Wymer, M., 2016.
Global Epidemiology of Nonalcoholic Fatty Liver Disease—Meta-analytic
Assessment of Prevalence, Incidence, and Outcomes. Hepatology, 64 (1), 73–84.
Zimmerman, H.J., 1999. Hepatotoxicity: The Adverse Effects of Drugs and Other
Chemicals on the Liver.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan pengambilan akar pasak bumi dari CV.
Merapi Farma Herbal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Lampiran 2. Surat keterangan determinasi serbuk akar pasak bumi oleh
Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
Mada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Lampiran 3. Surat laporan hasil uji kadar air serbuk akar pasak bumi
oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu
Universitas Gadjah Mada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Lampiran 4. Surat keterangan kelaikan etik dari Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Lampiran 5. Surat keterangan analisa data di Pusat Kajian CE&BU
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Lampiran 6. Dokumentasi ekstraksi akar pasak bumi
Gambar 5. Akar pasak bumi
Gambar 6. Serbuk akar pasak bumi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Gambar 7. Ekstrak metanol akar pasak bumi
Gambar 8. Ekstrak metanol akar pasak bumi dalam pelarut CMC-Na 1%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Lampiran 7. Dokumentasi prosedur eksperimen terhadap hewan uji
Gambar 9. Pemeliharaan hewan uji
Gambar 10. Pemberian ekstrak metanol akar pasak bumi secara peroral
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Gambar 11. Pemejanan karbon tetraklorida secara intraperitoneal
Gambar 12. Pencuplikan darah dari pleksus vena retro-orbital
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Gambar 13. Sampel darah setelah sentrifugasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Lampiran 8. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT pada uji
pendahuluan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Lampiran 9. Hasil analisis statistik aktivitas serum AST pada uji
pendahuluan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Lampiran 10. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT pada kelompok
kontrol dan perlakuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Lampiran 11. Hasil analisis statistik aktivitas serum AST pada kelompok
kontrol dan perlakuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Lampiran 12. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas serum ALT pada
uji pendahuluan
Waktu
Pencuplikan Darah Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48
Jam ke-0 BB BTB
Jam ke-24 BB BB
Jam ke-48 BTB BB
Keterangan: BB=berbeda bermakna (p<0,05); BTB=berbeda tidak bermakna (p>0,05)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Lampiran 13. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas serum AST pada
uji pendahuluan
Waktu
Pencuplikan Darah Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48
Jam ke-0 BB BTB
Jam ke-24 BB BB
Jam ke-48 BTB BB
Keterangan: BB=berbeda bermakna (p<0,05); BTB=berbeda tidak bermakna (p>0,05)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Lampiran 14. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas serum ALT pada
kelompok kontrol dan perlakuan
Kelompok Kontrol
CMC-Na
Kontrol
karbon
tetraklorida
Kontrol
EMAPB
EMAPB 75
mg/kgBB
EMAPB
150
mg/kgBB
EMAPB
300
mg/kgBB
Kontrol
CMC-Na BB BB BB BB BB
Kontrol
karbon
tetraklorida
BB BB BB BB BTB
Kontrol
EMAPB BB BB BB BB BB
EMAPB 75
mg/kgBB BB BB BB BTB BB
EMAPB
150
mg/kgBB
BB BB BB BTB BB
EMAPB
300
mg/kgBB
BB BTB BB BB BB
Keterangan: BB=berbeda bermakna (p<0,05); BTB=berbeda tidak bermakna (p>0,05)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Lampiran 15. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas serum AST pada
kelompok kontrol dan perlakuan
Kelompok Kontrol
CMC-Na
Kontrol
karbon
tetraklorida
Kontrol
EMAPB
EMAPB 75
mg/kgBB
EMAPB
150
mg/kgBB
EMAPB
300
mg/kgBB
Kontrol
CMC-Na BB BTB BB BB BB
Kontrol
karbon
tetraklorida
BB BB BTB BB BTB
Kontrol
EMAPB BTB BB BB BB BB
EMAPB 75
mg/kgBB BB BTB BB BTB BTB
EMAPB
150
mg/kgBB
BB BB BB BTB BTB
EMAPB
300
mg/kgBB
BB BTB BB BTB BTB
Keterangan: BB=berbeda bermakna (p<0,05); BTB=berbeda tidak bermakna (p>0,05)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Lampiran 16. Perhitungan persen rendemen ekstrak metanol akar pasak
bumi
Bobot total serbuk akar pasak bumi
= R1 + R2 + R3 + … + R12
= (100,02 + 100,02 + 100,02 + 100,03 + 100,02 + 100,02 + 100,03 +
100,02 + 100,02 + 100,02 + 100,02 + 100,02) g
= 1200,26 g
Bobot total ekstrak metanol akar pasak bumi
= R1 + R2 + R3 + R4 + R5
= (6,80 + 8,61 + 2,20 + 3,35 + 1,72) g
= 22,68 g
Persen rendemen
= Bobot total ekstrak metanol akar pasak bumi (g)
Bobot total serbuk akar pasak bumi (g) x 100%
= 22,68 g
1200,26 g x 100%
= 1,89% b/b
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Lampiran 17. Perhitungan persen efek pencegahan kenaikan aktivitas
serum ALT
Persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT
= [1 −(rerata ALT perlakuan−rerata ALT kontrol negatif)
(rerata ALT kontrol hepatotoksin−rerata ALT kontrol negatif)] 𝑥 100%
EMAPB 75 mg/kgBB = [1 −(146,90−52,78)
(220,48−52,78)] 𝑥 100%
= 43,88%
EMAPB 150 mg/kgBB = [1 −(134,92−52,78)
(220,48−52,78)] 𝑥 100%
= 51,02%
EMAPB 300 mg/kgBB = [1 −(222,18−52,78)
(220,48−52,78)] 𝑥 100%
= -1,01%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Lampiran 18. Perhitungan persen efek pencegahan kenaikan aktivitas
serum AST
Persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum AST
= [1 −(rerata AST perlakuan−rerata AST kontrol negatif)
(rerata AST kontrol hepatotoksin−rerata AST kontrol negatif)] 𝑥 100%
EMAPB 75 mg/kgBB = [1 −(566,76−140,00)
(839,28−140,00)] 𝑥 100%
= 38,97%
EMAPB 150 mg/kgBB = [1 −(581,88−140,00)
(839,28−140,00)] 𝑥 100%
= 36,81%
EMAPB 300 mg/kgBB = [1 −(743,68−140,00)
(839,28−140,00)] 𝑥 100%
= 13,67%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Lampiran 19. Perhitungan konversi dosis ekstrak metanol akar pasak bumi
untuk manusia
Faktor konversi dosis dari tikus 200 gBB ke manusia 70 kgBB adalah 56,0.
Dosis manusia 70 kgBB = Dosis tikus 200 gBB x faktor konversi
EMAPB 75 mg/kgBB tikus = 0,075 g/kgBB tikus
= 0,075 g/1000 gBB tikus
= 0,015 g/200 gBB tikus
= 0,015 g/200 gBB tikus x 56,0
= 0,84 g/70 kgBB manusia
= 0,012 g/kgBB manusia
= 12 mg/kgBB manusia
EMAPB 150 mg/kgBB tikus = 0,15 g/kgBB tikus
= 0,15 g/1000 gBB tikus
= 0,03 g/200 gBB tikus
= 0,03 g/200 gBB tikus x 56,0
= 1,68 g/70 kgBB manusia
= 0,024 g/kgBB manusia
= 24 mg/kgBB manusia
EMAPB 300 mg/kgBB tikus = 0,3 g/kgBB tikus
= 0,3 g/1000 gBB tikus
= 0,06 g/200 gBB tikus
= 0,06 g/200 gBB tikus x 56,0
= 3,36 g/70 kgBB manusia
= 0,048 g/kgBB manusia
= 48 mg/kgBB manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Lampiran 20. Perhitungan konversi waktu pemberian jangka panjang
ekstrak metanol akar pasak bumi untuk manusia
Ekstrak metanol akar pasak bumi diberikan sebagai praperlakuan jangka panjang
selama 6 hari pada tikus.
1 hari tikus = 34,8 hari manusia
6 hari tikus = 6 x 1 hari tikus
= 6 x 34,8 hari manusia
= 208,8 hari manusia
= 6,96 bulan manusia
≈ 7 bulan manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Lampiran 21. Komposisi kit reagen ALT-AST
Kit reagen ALT (Abbott Laboratories)
Komposisi Konsentrasi
R1: β-NADH 0,16 mg/mL
Lactate Dehydrogenase 2,57 U/mL
L-Alanine 392 mmol/L
R2: α-Ketoglutarate 77 mmol/L
L-Alanine 1,000 mmol/L
Kit reagen AST (Abbott Laboratories)
Komposisi Konsentrasi
R1: β-NADH 0,16 mg/mL
Malate Dehydrogenase 0,64 U/mL
Lactate Dehydrogenase 0,64 U/mL
L-Aspartate 232 mmol/L
R2: α-Ketoglutarate 51,3 mmol/L
L-Aspartate 100 mmol/L
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Lam
pir
an
22. M
ekan
ism
e re
ak
si e
nzi
mati
k p
engu
ku
ran
ak
tivit
as
seru
m A
LT
AL
T m
erupak
an e
nzi
m y
ang b
erper
an s
ebag
ai k
atal
is p
emin
dah
an g
ugus
amin
o d
ari
alan
in k
e as
am α
-ket
oglu
tara
t m
emben
tuk a
sam
glu
tam
at d
an p
iruvat
. D
engan
adan
ya
LD
H d
an N
AD
H, pir
uvat
ak
an d
ired
uksi
men
jadi
asam
lak
tat.
NA
DH
adal
ah k
oen
zim
yan
g b
erfu
ngsi
mem
ban
tu p
rose
s k
atal
isis
ole
h e
nzi
m.
Sec
ara
spek
trofo
tom
etri
, m
ole
kul
ters
ebut
mem
ilik
i
abso
rpti
vit
as
pad
a pan
jang
gel
om
ban
g
340
nm
. P
enuru
nan
ab
sorp
tivit
as
yan
g
terj
adi
kar
ena
oksi
das
i N
AD
H
men
jadi
NA
D
seban
din
g d
engan
akti
vit
as s
erum
AL
T.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Lam
pir
an
23
. M
ekan
ism
e re
ak
si e
nzi
mati
k p
engu
ku
ran
ak
tivit
as
seru
m A
ST
AS
T m
erupak
an e
nzi
m y
ang b
erper
an s
ebag
ai k
atal
is p
emin
dah
an g
ugus
amin
o d
ari
aspar
tat
ke
asam
α-k
etoglu
tara
t m
emben
tuk
asam
glu
tam
at d
an o
ksa
loas
etat
. D
eng
an a
dan
ya
MD
H d
an N
AD
H, oksa
loas
etat
akan
dir
eduksi
men
jadi
asam
mal
at.
NA
DH
adal
ah k
oen
zim
yan
g b
erfu
ngsi
mem
ban
tu p
rose
s k
atal
isis
ole
h e
nzi
m.
Sec
ara
sp
ektr
ofo
tom
etri
, m
ole
kul
ters
ebut
mem
ilik
i
abso
rpti
vit
as
pad
a pan
jang
gel
om
ban
g
340
nm
. P
enuru
nan
ab
sorp
tivit
as
yan
g
terj
adi
kar
ena
oksi
das
i N
AD
H
men
jadi
NA
D
seban
din
g d
engan
akti
vit
as s
erum
AS
T.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul “Pengaruh Pemberian Jangka
Panjang Ekstrak Metanol Akar Pasak Bumi terhadap
Aktivitas Serum ALT-AST pada Tikus Terinduksi
Karbon Tetraklorida” dengan nama lengkap Eustachia
Diajeng Wandansari, lahir di Yogyakarta, 7 November
1995. Penulis merupakan anak bungsu dari dua
bersaudara pasangan Albertus Bambang Heru
Kusharjanto dan Florentina Dyah Procitaningrum.
Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis, yaitu
SD Kanisius Pijenan (2002-2008), SMP Negeri 1 Bantul (2008-2011), dan SMA
Negeri 1 Bantul (2011-2014). Pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan
sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Selama menempuh
pendidikan sarjana, penulis tergabung dalam organisasi mahasiswa Paduan Suara
Fakultas Farmasi Veronika periode 2016/2017 sebagai anggota. Selain itu, penulis
pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan internal maupun eksternal, diantaranya
anggota Divisi Bandzen TITRASI 2015, sekretaris SABA Education Fair 2015,
dan koordinator Divisi Artist Relations Prambanan Jazz Festival 2017. Penulis
cukup aktif berperan sebagai asisten praktikum di Fakultas Farmasi, yaitu
Anatomi dan Fisiologi Manusia (2016 dan 2017), Biokimia (2016 dan 2017),
Farmasi Fisika (2017), dan Formulasi Teknologi Sediaan Farmasi (2017). Penulis
terlibat pula sebagai tim pelaksana Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Kepada Masyarakat (2017). Atas pencapaian di bidang akademik semasa studi,
penulis berkesempatan meraih beasiswa dari Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi (2016) serta Triputra Group (2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI