efektivitas vaksin bivalen vibrio parahaemolyticus dan ...digilib.unila.ac.id/59160/3/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS VAKSIN BIVALEN Vibrio parahaemolyticus DAN
V. vulnificus YANG DIBERIKAN SECARA MIKROENKAPSULASI
SEBAGAI PENCEGAHAN VIBRIOSIS PADA BAWAL BINTANG
Trachinotus blochii (Lacepede, 1801)
(Skripsi)
Oleh
YUKE YUSTIANI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF BIVALENT VACCINE Vibrio parahaemolyticus
AND V. vulnificus WHICH MICROENKAPSULATED AS VIBRIOSIS
PREVENTION IN SNUBNOSE POMPANO Trachinotus blochii
(Lacepede, 1801)
By
Yuke Yustiani
Snubnose pompano Trachinotus blochii is a species of marine aquaculture that
has a high economic value and is still relatively new cultivated in Indonesia.
However, most of the snubnose pompano farmers faced disease problems caused
by Vibrio bacteria. One alternative to overcome vibriosis is oral vaccination with
micoencapsulation technique. The aim of vaccine microencapsulation was to
protect it from damages of digestive system. Vibrio parahaemolyticus and
V. vulnificus were mikroencapsulated with freeze dry method. The experimental
design used was a complete random design (RAL) with 3 treatments and 3
replications. The doses of bivalent vaccine were positive control (comercial feed),
A (1 g vaccine/kg feed), and B (2 g vaccine/kg feed). The results showed that
bivalent Vibrio parahaemolyticus and V. vulnificus increased leukocytes total,
phagocytic activity, phagocytic index, survival rate, and relative percent survival.
The best dose was treatment B (2 g vaccine/kg of feed), as evidence, an increase
in total leukocytes of 8,8x106 cells/mm
3, phagocytosis activities of 95,17±2%,
phagocytic index of 2,40±0,26, survival rate of 73±30,5%, and relative percent
survival 63±6,9%.
Keywords : snubnose pompano, vaccination, vibriosis, microencapsulation.
ABSTRAK
EFEKTIVITAS VAKSIN BIVALEN Vibrio parahaemolyticus DAN
V. vulnificus YANG DIBERIKAN SECARA MIKROENKAPSULASI
SEBAGAI PENCEGAHAN VIBRIOSIS PADA BAWAL BINTANG
Trachinotus blochii (Lacepede, 1801)
Oleh
Yuke Yustiani
Bawal bintang Trachinotus blochii merupakan spesies budidaya perikanan laut
yang memiliki nilai jual tinggi dan masih tergolong baru dibudidayakan di
Indonesia. Namun kendala yang sering dihadapi para pembudidaya bawal bintang
yaitu serangan bakteri Vibrio. Salah satu alternatif untuk mengatasi vibriosis
adalah pemberian vaksin bivalen secara oral melalui mikroenkapsulasi.Tujuan
mikroenkapsulasi vaksin adalah melindungi vaksin dari kerusakan oleh sistem
pencernaan ikan. Vibrio parahaemolyticus dan V. vulnificus diberikan secara
mikroenkapsulasi dengan metode freeze dry. Penelitian menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Dosis vaksin yang
digunakan yaitu kontrol positif, A (1 g vaksin/ kg pakan), B (2 g vaksin/kg
pakan). Hasil penelitian menunjukkan vaksinasi bivalen Vibrio parahaemolyticus
dan V. vulnificus meningkatkan total leukosit, aktifitas fagositosis, indeks
fagositosis, tingkat kelangsungan hidup, dan Relative Percent Survival. Dosis
terbaik yaitu perlakuan B (2g vaksin/kg pakan), dibuktikan dengan peningkatan
total leukosit sebesar 8,8x106
sel/mm3, aktifitas fagositosis sebesar 95,17±2%,
indeks fagositosis sebesar 2,40±0,26, tingkat kelangsungan hidup sebesar
73±30,5%, dan Relative Percent Survival sebesar 63±6,9%.
Kata kunci : bawal bintang, vaksinasi, vibriosis, mikroenkapsulasi.
EFEKTIVITAS VAKSIN BIVALEN Vibrio parahaemolyticus DAN
V. vulnificus YANG DIBERIKAN SECARA MIKROENKAPSULASI
SEBAGAI PENCEGAHAN VIBRIOSIS PADA BAWAL BINTANG
Trachinotus blochii (Lacepede, 1801)
Oleh
Yuke Yustiani
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERIKANAN
Pada
Jurusan Perikanan dan Kelautan
Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS VAKSIN BIVALEN Vibrio
parahaemolyticus DAN V. vulnificus YANG
DIBERIKAN SECARA MIKROENKAPSULASI
SEBAGAI PENCEGAHAN VIBRIOSIS PADA
BAWAL BINTANG Trachinotus blochii
(Lacepede, 1801)
Nama Mahasiswa : Yuke Yustiani
No. Pokok Mahasiswa : 1514111014
Program Studi : Budidaya Perairan
Jurusan : Perikanan dan Kelautan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Esti Harpeni S.T., M.App., Sc. Wardiyanto S.Pi., M.P.
NIP. 197911182002122001 NIP. 196907052001121001
2. Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan
Ir. Siti Hudaidah M.Sc.
NIP. 196402151996032001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Esti Harpeni S.T., M.App., Sc.
Sekretaris : Wardiyanto S.Pi., M.P.
Penguji
Bukan Pembimbing : Ir. Suparmono, M.T.A.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.
NIP. 19611020198631002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 20 Agustus 2019
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis, skripsi/laporan akhir ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana/Ahli Madya), baik
di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan dari Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini, tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalamnaskah dengan naskah yang disebutkan
nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya yang sesuai
dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi.
Bandar Lampung, September 2019
Yang Membuat Pernyataan,
Yuke Yustiani
NPM. 1514111014
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalianda, Lampung pada tanggal 15
Oktober 1996 sebagai anak bungsu dari empat bersaudara
yang dilahirkan dari pasangan Bapak Yakkup Hasan dan Ibu
Netti Herlina. Penulis menempuh pendidikan formal dari
Sekolah Dasar SD Negeri 1 Palembapang pada tahun 2004-
2009, dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Kalianda pada tahun 2009-2012, dan pendidikan Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 1 Kalianda pada tahun 2012-2015. Penulis kemudian melan-
jutkan pendidikan kejenjang Perguruan Tinggi di Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan memperoleh beasiswa Peningkatan
Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2018.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen pada matakuliah
Penyakit Parasit Organisme Akuatik, Mikrobiologi Laut, Manajemen Kesehatan
Ikan. Selain itu penulis pernah aktif dalam organisasi kampus dan mengikuti ber-
bagai kegiatan. Penulis menjadi pengurus HIMAPIK sebagai sekretaris bidang
Kerohanian pada tahun 2017-2018 dan aktif diberbagai kepanitiaan lainnya sejak
tahun 2015-2019.
Penulis pernah mengikuti magang di PT. Central Pertiwi Bahari (CPB) Suak,
Kalianda di modul 2 pembesaran udang Vannamei pada tahun 2016 dan mengikuti
magang di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung (BBPBL) di
Laboratorium Zooplankton pada tahun 2017. Penulis pernah mengikuti Praktik
Umum di Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang,
Banten di Laboratorium Mikrobiologi pada tahun 2018 dan mengikuti Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Talang Jawa kec. Pulau Panggung, Kabupaten
Tanggamus selama 40 hari pada bulan Januari-Maret 2018.
SANWACANA
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
kelimpahan rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan
dan kemudahan sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi. Serta berkat
kedua orang tuaku, Bapak Yakkup Hasan dan Ibu Netti Herlina yang telah
menjadi orangtua terhebat untukku. Terimakasih atas segala yang telah diberikan,
curahan keringat, kasih sayang, dan doa hanya untuk kebahagiaan anakmu, selalu
mendukung dan memberikan motivasi untukku. Sehingga penulis dapat menye-
lesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Efektivitas Vaksin Bivalen Vibrio
parahaemolyticus dan Vibrio vulnificus yang diberikan secara Mikroenkapsulasi
Sebagai Pencegahan Vibriosis pada Bawal Bintang Trachinotus blochii
(Lacepede, 1801)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Perikanan di Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Lampung. Selama
proses penyelesaian skripsi, penulis telah memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc selaku Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan
Universitas Lampung.
3. Ibu Esti Harpeni, S.T., M.App., Sc. selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan ilmu, arahan, masukan dan waktunya untuk selalu membimbing
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
4. Bapak Wardiyanto, S.Pi., M.P. selaku Pembimbing Anggota yang juga telah
memberikan ilmu, arahan, waktu dan bimbingannya kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
5. Bapak Ir. Suparmono, M.T.A. selaku Penguji dan Dosen Pembimbing
akademik yang telah meluangkan waktu, dan membimbing penulis,
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.
6. Bapak Deny Sapto Chondro Utomo, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah meluangkan waktu, dan memberikan kritik, saran
masukan yang membangun selama perkuliahan ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Perikanan dan Kelautan yang penuh dedikasi
dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan
yang diberikan selama penulis menyelesaikan studi.
8. Kakak-kakak tersayangku Zulhida Sari, Heni Syafriyani dan Tri Sianty yang
selalu memberikan semangat, dukungan, doa, motivasi, kesabaran selama ini.
9. Teman-teman terbaik, Risa, Winda, Ellen, Novi, Endayani, Triga, Ignatiyus,
Iqlima, Raka, Riana, Romi, Ajeng, Melina, Puspa, Etika, Rara, Virgia,
Anggraini, berry, Rovi, Nurlia. Serta teman teman seperjuangan angkatan 2015
atas kebersamaannya selama ini, kiyay dan atu 2012, 2013, 2014, serta adik-
adik.
10. Teman seperjuangan HIMAPIK Bayu, Defril, Nindya, Putri Yulia, Toto, Yulia
Erda, Rafif, Wuni, Joko, Yosiva, Falqi, Merlinda, Asep AM, Agung harits, Ris
Restu Pertiwi yang telah memberikan semangat, doa dan bantuan selama ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan
dukungannya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak sekali
kekurangan, akan tetapi penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membaca maupun bagi penulis untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu
yang telah diperoleh.
Bandar lampung, September 2019
Penulis,
Yuke Yustiani
PERSEMBAHAN
Dengan segala rasa syukur kepada Allah S.W.T atas kenikmatan dan
kemudahan yang selalu mengiringi langkah untuk semua hambanya.
Kupersembahkan karya ini kepada : Emak dan Abah tercinta, yang
senantiasa memberikan kasih sayang, do’a dukungan, motivasi,
pengorbanan dan selalu memberikan yang terbaik untuk anakmu.
Bagiku, jasa dan pengorbanan kalian tidak akan mampu tergantikan
dengan apapun. Terimakasih
Seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a dan dukungan
selama masa studi. Teman-teman 2015 yang telah memberikan
kebersamaan dari awal hingga akhir masa studi.
&
Almamater tercinta “UNIVERSITAS LAMPUNG”
“Mesin waktu yang dapat membawamu Kembali kemasa lalu adalah
Kenangan, dan mesin waktu yang dapat membawanu menuju kemasa
depan adalah Impian”
Kuat itu ketika kita tidak berharap kepada siapapun
kecuali Allah, saat itulah kita makin kuat
-Ustdaz Hanan Attaki-
Yang pergi, yang hilang, dan yang hengkang adalah mereka yang
memberi kita pelajaran. Pelajaran tentang ikhlas, rela, dan
menerima. Tanpanya kita mungkin hanya mengerti teori perihal
merelakan, tapi karenanya kita mengerti bahwa merelakan itu benar
membutuhkan hati yang lapang.
-Kang Ihsan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xviii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian…............................................................................ 2
1.3 Manfaat Penelitian............................................................................... 3
1.4 Kerangka Pikir Penelitian................................................................... 3
1.5 Hipotesis…………………………………………............................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bawal Bintang (Trachinotus blochii)................................................. 7
2.1.1 Klasifikasi.................................................................................. 7
2.1.2 Morfologi................................................................................... 8
2.1.3 Habitat........................................................................................ 8
2.1.4 Kebiasaan Makan ...................................................................... 9
2.2 Bakteri Vibrio……………………………........................................ 9
2.2.1 Vibrio parahaemolyticus............................................................ 10
2.2.2 Vibrio vulnificus......................................................................... 11
2.3 Sistem Kekebalan Tubuh................................................................... 11
2.4 Vaksinasi............................................................................................ 12
2.5 Titer Antibodi……………………………………………………..... 13
2.6 Hematologi Ikan................................................................................. 14
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat……………........................................................ 15
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................. 15
3.3 Rancangan Penelitian……………....……………………................ 17
3.4 Prosedur Penelitian……………………………………………....... 18
3.4.1 Tahap Persiapan…………………………………………..... 18
3.4.2 Pelaksanaan Penelitian……..……………………………..... 21
3.4.3 Tahap Pengamatan………………………………………..... 24
3.4.3.1 Titer Antibodi…………………………………....... 24
3.4.3.2 Total Leukosit........................................................... 25
3.4.3.3 Aktifitas Fagositosis dan Indeks Fagositosis............ 27
3.4.3.4 Gejala Klinis............................................................. 27
3.4.3.5 Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)....................... 28
3.4.3.6 Relative Percent Survival (RPS).............................. 28
3.4.3.7 Mean Time to Death (MTD).................................... 28
3.4.3.8 Kualitas Air…............………………………….... 29
3.5 Analisis Data……………………………………………......... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Total Leukosit...................................................................................... 30
4.2 Aktifitas Fagositosis (AF)................................................................... 32
4.3 Indeks Fagositosis (IF)........................................................................ 34
4.4 Titer Antibodi...................................................................................... 36
4.5 Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH).................................................. 39
4.6 Relative Percent Survival (RPS).......................................................... 40
4.7 Mean Time to Death (MTD)................................................................ 41
4.8 Gejala Klinis........................................................................................ 43
4.9 Kualitas Air.......................................................................................... 44
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan.............................................................................................. 46
5.2 Saran.................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 47
LAMPIRAN………………………………………………………………….. 54
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Rancangan penelitian pemberian vaksin Vibrio bivalen (108 cfu/ml)........... 18
2. Hasil titer antibodi....................…................................................................. 36
3. Gejala klinis..............……………................................................................. 43
4. Hasil uji kualitas air........................................................................................ 44
5. Uji Homogenitas Leukosit K dan A.............................................................. 66
6. Uji Normalitas Leukosit K dan A................................................................. 66
7. Uji T Leukosit K dan A................................................................................. 66
8. Uji Homogenitas Leukosit K dan B.............................................................. 67
9. Uji Normalitas Leukosit K dan B.................................................................. 67
10. Uji T Leukosit K dan B................................................................................ 67
11. Uji Homogenitas Leukosit A dan B.............................................................. 68
12. Uji Normalitas Leukosit A dan B................................................................. 68
13. Uji T Leukosit A dan B................................................................................. 68
14. Uji Homogenitas AF K dan A....................................................................... 69
15. Uji Normalitas AF K dan A.......................................................................... 69
16. Uji T AF K dan A.......................................................................................... 69
17. Uji Homogenitas AF K dan B....................................................................... 70
18. Uji Normalitas AF K dan B.......................................................................... 70
19. Uji T AF K dan B.......................................................................................... 70
20. Uji Homogenitas AF A dan B........................................................................ 71
21. Uji Normalitas AF A dan B........................................................................... 71
22. Uji T AF A dan B.......................................................................................... 71
23. Uji Homogenitas IF K dan A........................................................................ 72
24. Uji Normalitas IF K dan A............................................................................ 72
25. Uji T Indeks Fagositosis K dan A................................................................. 72
26. Uji Homogenitas IF K dan B......................................................................... 73
27. Uji Normalitas IF K dan B............................................................................ 73
28. Uji T Indeks Fagositosis K dan B................................................................. 73
29. Uji Homogenitas IF A dan B......................................................................... 74
30. Uji Normalitas IF A dan B............................................................................. 74
31. Uji T Indeks Fagositosis A dan B................................................................... 74
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian............................................................................... 5
2. Morfologi Ikan Bawal Bintang....................................................................... 8
3. Time Line Penelitian……………................................................................... 22
4. Microdillution plate........................................................................................ 25
5. Haemacytometer............................................................................................. 26
6. Perhitungan total leukositbawal bintang setelah vaksinasi dan sebelum uji
tantang............................................................................................................ 31
7. Proses aktifitas fagositosis pada bawal bintang.............................................. 33
8. Perhitungan aktifitas fagositosis pada sel leukosit bawal bintang................. 34
9. Perhitungan indeks fagositosis pada sel leukosit bawal bintang.................... 36
10. Tingkat kelangsungan hidup bawal bintang setelah di uji tantang................ 40
11. Relative percent survival bawal bintang setelah di uji tantang...................... 41
12. Kematian kumulatif bawal bintang yang diinfeksi Vibrio
parahaemolyticus........................................................................................... 43
13. Kematian kumulatif bawal bintang yang diinfeksi Vibrio vulnificus........... 43
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Prosedur pembuatan media pada penelitian............................................... 55
2. McFarland Standards................................................................................. 57
3. Alat dan bahan penelitian............................................................................ 58
4. Pembuatan vaksin bivalen........................................................................... 62
5. Pembuatan mikroenkapsulasi...................................................................... 63
6. Prosedur pencampuran vaksin kedalam pakan.......................................... 64
7. Pengamatan titer antibodi............................................................................ 65
8. Data hasil Uji spss....................................................................................... 66
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawal bintang Trachinotus blochii merupakan spesies budidaya perikanan laut
yang memiliki nilai jual tinggi yaitu mencapai Rp. 60.000-70.000/kg untuk ikan
dalam kondisi masih hidup, sedangkan untuk ikan yang masih segar memiliki
harga berkisar Rp. 45.000-50.000/kg (Sarwono et al., 2016 dalam Wijaya et al.,
2018) dan masih tergolong baru dibudidayakan di Indonesia. Pada tahun 2007,
pembenihan bawal bintang sudah berhasil di Balai Budidaya Laut Batam untuk
pertama kali di Indonesia. Namun terdapat kendala yang sering dihadapi para
pembudidaya bawal bintang yaitu adanya serangan vibriosis, jenis bakteri vibrio
yang menyerang yaitu Vibrio alginolitycus, V. damsela, V. parahaemolyticus, dan
V. vulnificus (Ransangan et al., 2011).
Vibriosis merupakan penyakit bakterial yang sangat merugikan usaha budidaya
ikan karena dalam waktu yang sangat singkat dapat menimbulkan tingkat kemati-
an yang tinggi. Upaya yang dapat dilakukan yaitu penggunaan antibiotik dan
bahan kimia untuk menanggulangi bakteri V. parahaemolyticus dan V. vulnificus,
tetapi penggunaan antibiotik jika digunakan secara terus menerus akan menyebab-
kan resistensi bakteri-bakteri patogen terhadap antibiotik yang digunakan
(Juwana, 1990). Penggunaan bahan kimia juga memiliki dampak yang kurang
2
baik karena dapat mencemari lingkungan (Soeripto, 2002).
Vaksinasi merupakan salah satu tindakan efektif dalam mengendalikan infeksi
vibriosis, karena vaksinasi dapat meningkatkan kekebalan spesifik pada ikan dan
merangsang sistem imun ikan memproduksi antibodi untuk melindungi dari
serangan penyakit yang pada akhirnya dapat meningkatkan kelangsungan hidup
ikan (Osman et al., 2009). Keuntungan lain dari vaksinasi adalah tidak adanya
efek samping pada ikan berbeda halnya dengan penggunaan antibiotik dapat ber-
dampak negatif pada ikan (Supriyadi & Rukyani, 1990). Pemberian vaksinasi
dapat dilakukan dengan cara perendaman, penyemprotan, penyuntikan, dan
melalui pakan (Olga & Fatmawaty, 2016).
Salah satu upaya vaksinasi yang dapat dilakukan yaitu secara oral atau pakan
dengan metode mikroenkapsulasi dengan teknik freeze drying (Sumanti et al.,
2016). Tujuan dari mikroenkapsulasi yaitu untuk pencegahan dari kelarutan
lingkungan maupun kelarutan dari saluran pencernaan (Suprapto, 2009). Prinsip
mikroenkapsulasi yaitu pencampuran fase air, fase zat inti dan fase bahan
penyalut sampai terbentuk emulsi dengan ukuran partikel mikroskopik, dengan
membentuk salutan dinding tipis sekitar bahan yang akan dijadikan kapsul
(encapsulated) (Iqbal & Hadi, 2016).
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dosis vaksin bivalen
V. parahaemolyticus dan V. vulnificus yang diberikan secara mikroenkapsulasi
sebagai pencegahan vibriosis pada bawal bintang.
3
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah tentang dosis yang
sesuai pemberian vaksin vibrio bivalen V. parahaemolyticus dan V. vulnificus
yang diberikan secara mikroenkapsulasi sebagai pencegahan vibriosis pada bawal
bintang.
1.4 Kerangka Pikir Penelitian
Pendederan bawal bintang dengan padat tebar tinggi dapat mengakibatkan terjadi
kematian. Kematian dapat disebabkan kualitas air yang buruk akibat pemberian
pakan tinggi atau serangan penyakit dari patogen, sehingga dapat menyebabkan
sistem imun menurun dan mudahnya terinfeksi bakteri. Bakteri yang menyerang
bawal bintang biasanya Vibrio. Vibriosis merupakan penyakit bakterial yang
sangat merugikan usaha budidaya ikan karena dalam waktu yang sangat singkat
dapat menimbulkan tingkat kematian yang tinggi (Eguidius and Anderson, 1984).
Infeksi bakteri dapat dilakukan pengobatan dan pencegahan. Pengobatan yaitu
dengan pemberian antibiotik namun dapat menimbulkan resisten pada bakteri
sedangkan pencegahan dengan melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik,
pemberian imunostimulan atau vaksinasi. Kordi (2004) mengatakan agar memiliki
ketahanan terhadap serangan penyakit maka dibutuhkan perlakuan khusus seperti
pemberian vaksin kedalam tubuh ikan.
Vaksinasi dapat diberikan secara injeksi, perendaman, dan pakan. Pemberian
vaksin secara oral atau pakan, dapat menimbulkan kendala yaitu saat antigen
melewati sistem pencernaan ikan dapat menyebabkan kerusakan dari kelarutan
4
media yang disebabkan oleh pH rendah hal ini, vaksin harus diberikan bahan
penyalut yaitu dengan mikroenkapsulasi agar antigen tidak rusak oleh asam
lambung sehingga antigen dapat masuk kedalam tubuh melalui saluran
pencernaan ikan dan diedarkan ke organ-organ tubuh seperti hati, ginjal, dan
limpa dengan baik sehingga akan menimbulkan respon imun ikan tersebut.
Respon imun (spesifik) dapat merangsang pembentukan antibodi, yang ditandai
dengan meningkatnya titer antibodi (Alifudin, 2002). Pemberian vaksin bivalen
merupakan gabungan dari dua jenis bakteri Vibrio yang berbeda. Vaksin bivalen
lebih efektif dibandingkan dengan vaksin monovalen karena pada lingkungan
budidaya terdapat bakteri yang beragam sehingga perlu diberikan lebih dari satu
jenis vaksin untuk mencegah serangan vibriosis. Bagian kerangka pikir dapat
dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
1.5 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian yaitu :
H0 : Tidak ada perbedaan pengaruh pemberian dosis vaksin bivalen secara
mikroenkapsulasi sebagai bahan pencegah vibriosis terhadap respon imun
pada bawal bintang
Pendederan bawal bintang
Patogen
Infeksi bakteri Vibrio sp.
Pengobatan Pencegahan
Pengelolaan
lingkungan
Imunostimulan Vaksinasi
Pakan Injeksi/penyuntikan Perendaman
Respon imun meningkat
Padat tebar tinggi
Kualitas air buruk
Mortalitas
Mikroenkapsulasi
6
H1 : Terdapat minimal satu pengaruh pemberian dosis vaksin bivalen secara
mikroenkapsulasi sebagai bahan pencegah vibriosis terhadap respon imun
pada bawal bintang
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bawal Bintang (Trachinotus blochii)
2.1.1 Klasifikasi
Bawal bintang merupakan ikan introduksi dari Taiwan dan memiliki prospek baik
di kawasan Asia Pasifik dengan harga yang cukup tinggi. Pada tahun 2007, BBL
Batam berhasil mengembangkan pembenihan bawal bintang dan mendorong
usaha pembenihan bawal bintang berkembang di Indonesia. Klasifikasi bawal
bintang menurut Lacepede (1801) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Characidae
Genus : Trachinotus
Spesies : Trachinotus blochii (Lacepede, 1801)
8
2.1.2 Morfologi
Bawal bintang (Gambar 2) mempunyai ciri-ciri badan dengan bentuk pipih
melebar dan sirip ekor bercabang. Posisi mulut subterminal, memiliki gigi gigi
halus, lubang hidung terletak didepan matawarna kulit keperak-perakan dengan
punggung berwarna hitam (Batam, 1999). Sirip punggung (dorsal fin) memiliki
duri lunak 19-21 dan duri keras 7-9, sedangkan menurut SNI 7901.3:2013 (2013)
sirip anal (anal fin) memiliki duri lunak 16-18 dan duri keras 2-3.
Gambar 2. Morfologi bawal bintang (Trachinotus blochii)
2.1.3 Habitat
Bawal bintang tergolong ikan pelagis yang sangat aktif karena selalu bergerak
(berputar) di permukaan, sehingga memerlukan lokasi/tempat yang memadai.
Persyaratan kualitas air yang ideal untuk budidaya pembesaran ikan bawal bintang
adalah: kecepatan arus 20-40 cm/detik, kecerahan perairan 2-10 mg/l (untuk
partikel > 1 mikron) dan 2-3 mg/l (untuk partikel < 1 mikron), suhu optimal untuk
pertumbuhan bawal bintang adalah 28-32oC, Salinitas 29-32 ppt, pH 6.8–8.4,
konsentrasi oksigen terlarut 5.0-7.0 ppm, kedalaman 5-15 meter, tinggi
Sirip Punggung
Linea Lateralis
Sirip Dubur Sirip Perut
Sirip Dada Operculum
Mata
Hidung
Mulut
Sirip Ekor
9
gelombang < 0,5-1 meter (KKP, 2014). Bawal bintang dapat dibudidayakan
ditambak bersalinitas rendah dan tahan terhadap perubahan media air yang
bersalinitas tinggi dari salinitas 32 ppt sampai 19 ppt (McMaster et al., 2007).
2.1.4 Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan bawal bintang pada saat larva termasuk ke dalam kelompok
ikan omnivora, salah satunya zooplankton dari jenis rotifera (Brachionus dan
Artemia) dan jenis fitoplankton adalah Tetraselmis sp. (Batam, 1999). Pada
ukuran dewasa ikan bawal bintang termasuk ke dalam kelompok karnivora yang
lebih menyukai makanan seperti memakan kelompok ikan kecil, cumi-cumi dan
krustase (Brill et al.,2005) hal tersebut terlihat dari bentuk giginya yang tajam.
2.2 Bakteri Vibrio
Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik yang berkembang biak dengan
cara membelah diri. Pada pertumbuhan dan perkembangbiakannya, bakteri
dipengaruhi oleh suhu, cahaya, kelembaban, pH, oksigen, zat kimia, dan pengaruh
mikroorganisme disekitarnya (Entjang, 2003). Vibrio dapat ditemukan pada
perairan laut dan payau. Salah satu jenis bakteri Vibrio patogen yang berbahaya
bagi kesehatan manusia adalah V. parahaemolyticus dan V. vulnificus. Bakteri
Vibrio memiliki daya tahan terhadap salinitas. Oleh sebab itu bakteri patogen ini
dapat mencemari pangan hasil laut (Liston et al, 1989).
10
2.2.1 Vibrio parahaemolyticus
Bakteri Vibrio parahaemolyticus merupakan bakteri Gram negatif dan halofilik
yaitu bakteri yang mampu hidup pada salinitas yang tinggi, bersifat patogen pada
manusia (Kramer et al., 1989). Sedangkan menurut Bonang (1982)
V. parahaemolyticus berbentuk batang pendek bengkok dan mempunyai flagel.
V. parahaemolyticus tumbuh optimum pada kadar NaCl 3%, suhu 35-43oC,
pH 4,8-11, bakteri anaerobik fakultatif dan bersifat halofilik. Infeksi bakteri ini
dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis dengan gejala diare, mual, muntah,
dan pusing. Bakteri V. parahaemolyticus mempunyai gen toxR merupakan gen
spesifik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tersebut (Kim, et
al., 1999). Selain gen toxR juga terdapat gen lainnya seperti gen tdh dan gen trh
yang bersifat virulen, tetapi tidak semua gen toxR akan membawa kode gen tdh
dan trh (Hara-kudo et al., 2003).
Vibrio parahaemolyticus berukuran diameter 3-5 mm dengan ciri-ciri berwarna
biru sampai hijau, dipusat koloni berwarna hijau tua. Karakteristik mempunyai
sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa. Selain itu, bakteri Vibrio
parahaemolyticus yaitu bakteri yang banyak hidup dan berkembang di laut,
sungai dan danau. Beberapa strain bakteri V. parahaemolyticus dapat menyebab-
kan gastroenteritis pada manusia yang mengkonsumsi makanan terutama yang
dimakan mentah, dimasak tidak sempurna, atau terkontaminasi oleh bakteri ini
(Cabrera et al., 2004).
11
2.2.2 Vibrio vulnificus
Vibrio vulnificus merupakan bakteri memiliki ciri-ciri berwarna biru sampai hijau,
diameter 2-3 mm dan hidup pada salinitas 5-25 ppt dengan suhu di atas 15o C,
salah satu strain bakteri tertentu bersifat patogen yang serius pada manusia.
V. vulnificus bertanggung jawab atas 95% dari semua kematian terkait makanan
laut di Amerika Serikat (Bauer & Rorvik 2007). Vibrio vulnificus menyebabkan
gastroenteritis, tetapi kasusnya relatif ringan dan jarang dilaporkan.
2.3 Sistem Kekebalan Tubuh
Ikan memiliki dua sistem pertahanan yaitu sistem pertahanan alamiah (innate
immunity) dan sistem pertahanan adaptif (adaptive immunity) (Tort et al., 2003).
Hoar et al.(1997) membagi secara garis besar sistem pertahanan tubuh (imun)
pada ikan ada 2 yaitu : sistem imun non-spesifik dan sistem imun spesifik. Pada
sistem imun spesifik juga terdapat dua mekanisme yaitu respon imun humoral
diperantarai oleh antibodi yang diproduksi oleh sel-sel limfosit B (atau biasa
disebut dengan sel B) (Resmawati, 2016). Antibodi akan mengenali antigen-
antigen mikroba, menetralisirnya, dan mengeliminasi mikroba tersebut dengan
berbagai mekanisme efektor. Antibodi bersifat khusus (hanya meng-eliminasi
target antigen yang dikenalinya). Tipe antibodi yang berbeda dapat mengaktifkan
mekanisme efektor yang berbeda pula. Adapun imunitas yang adaptif seluler (cell-
mediated immunity) diperantarai oleh sel T (limfosit T) yang berperan dalam
melakukan destruksi sel-sel yang terinfeksi mikroba secara intraseluler
(Shoemaker et al, 2001).
12
2.4 Vaksinasi
Vaksinasi merupakan salah satu tindakan preventif dalam mengendalikan infeksi
Vibrio parahaemolyticus dan V. vulnificus, karena vaksinasi dapat meningkatkan
kekebalan tubuh ikan terhadap serangan penyakit baik kekebalan spesifik maupun
kekebalan non spesifik yang pada akhirnya dapat meningkatkan kelangsungan
hidup ikan. Penggunaan obat-obatan dan bahan kimia untuk pengobatan ikan
sudah mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan karena dampak negatif yang
ditimbulkan seperti pencemaran lingkungan, residu dalam tubuh ikan, dan
resistensi bakteri terhadap jenis antibiotik tertentu. Keuntungan lain dari vaksinasi
adalah tidak adanya efek samping pada ikan berbeda halnya dengan penggunaan
antibiotik yang mana dapat berdampak negatif pada ikan (Supriyadi & Rukyani
1990).
Prinsip vaksinasi ikan adalah untuk memasukkan antigen yang didapat dari
patogen yang telah diinaktifkan atau dilemahkan sehingga sifat patogenitasnya
sudah hilang ke dalam tubuh ikan untuk merangsang sel-sel limfosit membentuk
antibodi (Zafran, 2016). Vaksinasi bertujuan untuk meningkatkan pertahanan
spesifik terhadap suatu patogen tertentu (Setiawan, 2012). Sehingga saat patogen
yang sama tersebut menyerang maka tubuh akan merespon untuk memper-
tahankan diri dari serangan patogen tersebut (Resmawati, 2016). Respon
pertahanan tubuh terhadap patogen tersebut akan berlangsung cukup lama karena
tubuh memiliki memori terhadap patogen tersebut (Chinnah, 1992).
13
Salah satu faktor yang menentukan efektifitas suatu vaksin adalah dosis yang
diberikan. Pada penelitian terdahulu (Desrina et al., 2007) mengatakan dosis 5 µg
V. alginolyticus 74 kDa mampu merangsang sistem kekebalan kerapu
(Ephinephelus fuscoguttatus). Pemakaian vaksin pada usaha budidaya perikanan
sangat penting, mengingat pemakaian vaksin maka kita akan memperoleh
kekebalan pada ikan yang dibudidaya. Kekebalan yang diperoleh biasanya
berlangsung dalam jangka waktu yang lama artinya dengan sekali atau dua kali
pemberian vaksin maka kekebalan yang diperoleh dapat bertahan untuk satu
periode pemeliharaan. Biaya yang diperlukan untuk vaksinasi tidak terlalu tinggi.
Selain itu untuk pemakaian vaksin tidak diperlukan tenaga yang cukup banyak.
Keuntungan yang lain dari pemakaian vaksin adalah tidak adanya efek samping.
2.5 Titer Antibodi
Pengukuran titer antibodi bertujuan untuk mengetahui efektifitas vaksin atau
respon antibodi terhadap antigen yang dimasukkan dalam tubuh ikan atau
mengetahui pengaruh vaksinasi terhadap jumlah antibodi dalam serum benih ikan
(Alifudin, 2002). Terbentuknya antibodi spesifik berasal dari masuknya bakteri
kedalam tubuh ikan dan di fagositosis oleh makrofag kemudian akan di rangsang
oleh sel limfosit (Hastuti, 2015). Respon antibodi ikan diekspresikan dengan
adanya aglutinasi terhadap antigen terlarut (Olga et al., 2007).
14
2.6 Hematologi Ikan
Pemeriksaan darah (hematologis) dapat digunakan sebagai indikator tingkat
keparahan suatu penyakit (Bastiawan et al., 2001). Penentuan kesehatan ikan
dapat dilihat melalui studi hematologis yang merupakan kriteria penting untuk
diagnosis ikan (Osman et al., 2010). Ikan yang terserang penyakit akan
mengalami perubahan pada nilai aktifitas fagositosis, indeks fagositosis dan
leukosit (Alamanda et al., 2007). Pengukuran total leukosit berfungsi untuk
mengetahui daya tahan tubuh ikan karena leukosit memiliki p eranan penting
dalam menghilangkan benda asing yang masuk kedalam tubuh ikan dalam
beberapa tahapan yaitu tahap pengenalan, fagositosis dan sebagai komunikasi sel.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies ikan, umur, nutrisi
dan stress (Modra et al., 1998).
Darah merupakan bagian terpenting dalam tubuh salah satunya sebagai parameter
yang digunakan untuk melihat kelainan yang terjadi pada ikan, baik yang terjadi
karena penyakit ataupun karena keadaan lingkungan. pemeriksaan darah dapat
digunakan sebagai indikator tingkat keparahan suatu penyakit. Studi hematologis
merupakan kriteria penting untuk diagnosis dan penentuan kesehatan ikan
(Hidayat et al., 2014).
15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada Januari sampai Maret 2019, bertempat di Balai
Besar Perikanan Budidaya Lampung (BBPBL) Desa Hanura, Kecamatan Teluk
Pandan, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Persiapan Penelitian
(1) Alat : Bak kontainer ukuran 60x40x40 cm3 sebanyak 9 buah dan diisi air
laut sebanyak 3/4 dari volume total, aerator, selang aerasi, dan batu
aerator.
(2) Bahan : Ikan bawal bintang ukuran ± 8-10 cm, pakan komersil dengan
kadar (protein 46%, lemak 10%, abu 13%, serat kasar 2%, kadar air
10%), isolat bakteri Vibrio parahaemolyticus dan V. vulnificus.
3.2.2 Pembuatan Vaksin Inaktif
(1) Alat : Jarum ose, cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, hot plate,
spektrofotometer, bunsen, mikropipet, yellow tip, sentrifuge, batang
16
spreader, corong, inkubator, shaker, magnetic stirer, vortex, dan
autoclave.
(2) Bahan : Media TSA (Tripticase Soy Agar) (CM0131,OXOIDTM
)
(Lampiran1), media APW (Alcaline Peptone Water) (Lampiran 2),
PBS (Phospat Buffer Saline) (Lampiran 3), aquades, formalin
fisiologis 0,6% (Lampiran 4), formalin fisiologis 0,3% (Lampiran5),
alkohol 70%, NaCl, isolat bakteri V. parahaemolyticus dan V.
vulnificus.
3.2.3 Pembuatan Mikrokapsul
(1) Alat : Mesin pendingin, erlenmeyer, spatula, freeze drying FD-10-MR.
(2) Bahan : Maltodekstrin DE 10, susu skim, vaksin bivalen (V.
parahaemolyticus dan V. vulnificus).
3.2.4 Vaksinasi
(1) Alat : Selang aerasi dan aerator
(2) Bahan : Ikan bawal bintang ukuran ±8-10 cm, pakan yang telah diberi
vaksin inaktif V. parahaemolyticus dan V. vulnificus.
3.2.5 Titer Anbtibodi
(1) Alat : Alat bedah, pellet pastel, refrigerator -80oC, microdillution plate,
mikropipet, tube, shaker, dry bath incubator, dan sentrifuge.
(2) Bahan : Sampel daging ikan bawal bintang sebanyak 2 mg, larutan PBS
(Phospat Buffer Saline), larutan Tween 20 (Lampiran 6).
17
3.2.6 Total Leukosit
(1) Alat : Haemocytometer, sentrifuge, mikroskop, saringan nilon 100 mm,
alat bedah, tabung leukosit.
(2) Bahan : Larutan HBSS (Hanks’ Balanced Salts) (Lampiran 7), percoll
(Lampiran 8), ddH2O, Nacl, L-15, ginjal anterior dan limpa ikan
sampel.
3.2.7 Aktivitas Fagositosis dan Indeks Fagositosis
(1) Alat : Haemocytometer, cover glass, mikroskop, laminar air flow, cawan
petri, dan alat bedah.
(2) Bahan : Larutan HBSS (Hanks’ Balanced Salts), latex beads, metanol,
larutan giemsa (Lampiran 9), leukosit ikan sampel.
3.2.8 Analisis Kualitas Air
(1) Alat : Termometer, pH meter, DO meter, refraktometer.
(2) Bahan : Sampel air pemeliharaan ikan bawal bintang dan aquades.
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dua
perlakuan dan satu kontrol dengan tiga kali ulangan yang masing-masing berisi
20 ekor ikan/bak menurut SNI (7901.2:2013) yang diberikan secara oral.
Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari pada pukul 08.00 WIB dan 14.00 WIB
18
dilakukan selama 7 hari. Jumlah yang diberikan 5% dari bobot biomassa ikan
(Tabel 1).
Tabel 1. Rancangan penelitian pemberian vaksin Vibrio bivalen (108
cfu/mm3)
No Kode
Perlakuan Keterangan
1 K (+) Pemberian pakan komersil tanpa penambahan mikrokapsul
vaksin dan dilakukan uji tantang
2 A Pemberian pakan komersil dengan penambahan mikrokapsul
vaksin (1 g vaksin/ kg pakan) dan dilakukan uji tantang.
3 B Pemberian pakan komersil dengan penambahan mikrokapsul
vaksin (2 g vaksin/ kg pakan) dan dilakukan uji tantang.
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
3.4.1 Tahap Persiapan
3.4.1.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitan ini disterilisasi terlebih
dahulu untuk membebaskan dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan
kontaminan dengan autoclave. Prosedur sterilisasi menggunakan autoclave
adalah:
(1) Alat dan Bahan yang akan digunakan dibungkus dengan kertas, kemudian
dibungkus dengan plastik tahan panas.
19
(2) Peralatan yang sudah dibungkus kemudian dimasukan ke dalam mesin
autoclave.
(3) Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 20 menit.
3.4.1.2 Persiapan Wadah dan Ikan Uji
(1) Kontainer disiapkan sebanyak 9 buah dengan ukuran 60 x 40 x 40 cm3.
(2) Bak kontainer yang akan digunakan disterilisasi dengan cara dicuci dan
didesinfeksi menggunakan kaporit kemudian dibilas dengan air tawar
(Widanami et al., 2014).
(3) Kemudian bak diisi air laut sebanyak 3/4 dari volume total yang telah
diendapkan selama 24 jam dan diberi aerasi.
(4) Ikan bawal bintang dengan ukuran 8-10 cm dimasukan kedalam bak kontainer
dengan kepadatan 25 ekor/bak.
(5) Ikan diaklimatisasi selama 7 hari dalam bak pemeliharaan, serta diberi pakan
komersil 2 kali sehari, pada pagi 08.00 dan 17.00 WIB (Ashari & Putra,
2015).
3.4.1.3 Pembuatan Vaksin Inaktif
Metode pembuatan vaksin menurut Setyawan (2012) yaitu sebagai berikut :
(1) Bakteri V. parahaemolyticus dan V. vulnificus dibiakan kedalam media APW
sebanyak 3 ml selama 24 jam.
(2) Bakteri diinokulasi pada media TSA sebanyak 1 ml kemudian diinkubasi
selama 24 jam.
20
(3) Bakteri dipanen dengan larutan PBS sebanyak 5ml dan dimasukan kedalam
botol sentrifuse. Jika sudah homogen maka disentrifuse dengan kecepatan
3000 rpm selama 15-20 menit.
(4) Supernatan dibuang dan dilakukan pencucian dengan PBS sebanyak 2 kali.
(5) Formalin ditambahkan sebanyak 0,6% dengan perbandingan kepadatan
volume bakteri dan formalin sebanyak 1:1 kemudian dihomogenkan dan
diinkubasi selama 24 jam.
(6) Uji viabilitas pada media TSA (jika tumbuh, dilakukan inaktifasi ulang
dengan diinkubasi kembali hingga bakteri tidak tumbuh, jika tidak tumbuh
dilanjutkan dengan sentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm, selama 15 menit,
dan suhu 5oC).
(7) kemudian ditambahkan formalin 0,3% dengan perbandingan kepadatan
volume bakteri dan formalin sebanyak 1:1 dan dihomogenkan.
(8) Penghitungan kepadatan vaksin inaktif V. parahaemolyticus dan
V. vulnificus dengan spektrofotometer mengacu pada standar McFarland
(Lampiran 10).
3.4.1.4 Pembuatan Mikrokapsul
Metode pembuatan mikrokapsul menurut Sumanti et al., (2016) sebagai berikut :
(1) Vaksin yang digunakan yaitu vaksin bivalen Vibrio parahaemolyticus dan
Vibrio vulnificus.
(2) Vaksin bivalen dicampur dengan bahan penyalut susu skim dan maltodekstrin
hingga homogen dengan menggunakan hot plate selama 30 menit.
21
Perbandingan vaksin bivalen, susu skim, dan maltodekstrin adalah 70%:
10%: 20% (v/v/w).
(4) Bahan selanjutnya dimikroenkapsulasi dengan freeze drying FD-10-MR.
Metode freeze drying (pengeringan beku) yaitu:
(a) vaksin bivalen, susu skim, dan maltodekstrin dihomogenkan
menggunakan hot plate dengan suhu ruang dan dibekukan selama
24 jam.
(b) Setelah bahan beku kemudian dimasukan kedalam alat freezdrying dan
terjadi proses pengeringan dengan cara divacum menggunakan tekanan
rendah sehingga kandungan air yang sudah menjadi es akan langsung
menjadi uap tanpa melalui fase cair dikenal dengan sublimasi.
(c) Proses pemanasan dalam alat diterapkan untuk mempercepat proses
sublimasi namun terdapat dinding pembatas antara bahan yang akan
dikeringkan dan media pemanas.
(d) Hasil penguapan dalam vacum terjadi proses kondensor dengan suhu
rendah sehingga akan menghapus pelarut yang menguap diubah kembali
menjadi padat.
3.4.2 Pelaksanaan Penelitian
3.4.2.1 Vaksinasi
(1) Pemberian vaksinasi metode pakan dilakukan pada saat ikan berumur
> 3 minggu, dengan kondisi ikan sehat dan belum terpapar bakteri spesifik
yang digunakan sebagai vaksin.
22
(2) Pemberian vaksin dilakukan dengan mencampur pakan komersil yang telah
dihancurkan, dosis vaksin yang digunakan yaitu A (1g vaksin/kg pakan) dan
B (2g vaksin/kg pakan).
(3) Pemberian vaksin diberikan selama 7 hari pemeliharaan.
(4) Frekuensi pemberian vaksin oral dilakukan 2 kali sehari pada pukul 08.00
WIB dan 14.00 WIB. Time Line Penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Aklimatisasi Vaksinasi Pengamatan Titer Uji Pengamatan
selama 7 hari darah Antibodi tantang
0 7-13 14 dan 27 27 28 35
(hari ke-)
Gambar 3. Time Line Penelitian
3.4.2.2 Pemeliharaan Ikan Pasca Vaksinasi
(1) Ikan dipelihara selama 14 hari dengan diberikan pakan pelet komersil 2 kali
sehari pada pukul 08.00 WIB dan 17.00 WIB (Ashari & Putra, 2015).
(2) Dilakukan manajemen kualitas air dan kesehatan ikan selama pemeliharaan,
diantaranya sipon dan ganti air.
3.4.2.3 Lethal Dosage 50 (LD50)
Lethal dosage 50 dilakukan untuk mengetahui dosis yang akan digunakan dalam
uji tantang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:
(1) Bak kontainer disiapkan 5 buah bak untuk V. parahaemolyticus dan 5 buah
bak untuk V. vulnificus yang diisi ikan sebanyak 10 ekor.
Pemeliharaan Pemeliharaan
pasca vaksinasi
23
(2) Kemudian masing-masing kontainer diberi perlakuan yang berbeda yaitu
PBS (kontrol), 109, 5x10
8, 10
8, dan 5x10
7 cfu/ml.
(3) Ikan diamati setiap 6 jam sekali, hingga kematian 50% dari populasi. Untuk
lebih jelasnya perhitungan Lethal Dosage 50 bakteri dilakukan berdasarkan
metode Dragstedt Behrens (Hubert, 1980) sebagai berikut:
m = x1 + d 50−%x1
%x1+1−%x1
Keterangan :
M : log LD50
x1 : log dosis bakteri di bawah LD50
d : selisih log dosis di bawah LD50
% x1 : persentase kematian kumulatif pada dosis di bawah LD50
% x1+1 : persentase kematian kumulatif pada dosis di atas LD50
3.4.2.4 Uji Tantang
(1) Uji tantang dilakukan setelah dua minggu pemberian vaksin. Uji ini
dilakukan secara injeksi pada ikan yang telah divaksinasi dengan
konsentrasi yang diperoleh dari hasil LD50.
(2) Setelah diuji tantang, ikan dipelihara selama 7 hari dan dilakukan
pengamatan.
24
3.4.3 Tahap Pengamatan
3.4.3.1 Titer Antibodi
Pemeriksaan titer antibodi dilakukan sebelum ikan diuji tantang. Pengamatan titer
antibodi (Bahar & Effendi, 2017) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) Daging ikan di ambil sebanyak 2 mg dengan cara dibedah kemudian
dimasukan kedalam tube 1,5 ml dan diberi larutan PBS tween 20 sebanyak
700 µl.
(2) Sampel daging dihancurkan kemudian di sentrifus dengan kecepatan 6000
rpm selama 10 menit dengan suhu ruang.
(3) Serum diambil pada lapisan kedua pada tube.
(4) Serum yang telah dipindahkan kemudian dipanaskan pada inkubator dengan
suhu 74oC selama 30 menit.
(5) Sampel serum dimasukan refrigator -80oC atau langsung digunakan.
(6) Sampel diuji dengan metode mikroaglutinasi. Prosedur metode
mikroaglutinasi mengacu pada Agustin (2012), yaitu sebagai berikut:
(a) Serum dimasukkan ke dalam sumuran microdillution plate 1 dan 2
sebanyak 50 µl.
(b) PBS dimasukkan ke sumuran 2-12 sebanyak 50 µl.
(c) Sumuran dipipet ulang untuk dilakukan pengenceran dari sumuran 2
hingga sumuran ke 11.
(d) Antigen (Ag) dimasukkan sebanyak 50 µl pada sumuran 1-12.
(e) Microdillution plate digoyang-goyangkan selama ± 3 menit dengan pola
membentuk angka 8 dan huruf S.
25
(f) Hasil diinkubasi dalam refrigerator selama 24 jam.
(g) Pengamatan dilakukan dengan melihat reaksi aglutinasi pada masing-
masing sumur yang ditandai dengan adanya kabut warna keruh/putih atau
dot yang menyebar ke seluruh sumuran.
(h) Hasil dicatat berdasarkan reaksi aglutinasi yang terbentuk pada sumuran
hingga pengenceran terakhir. Microdillution plate Penelitian dapat dilihat
pada Gambar 4.
Serum
50µl+ PBS PBS PBS PBS PBS PBS PBS PBS PBS
Serum PBS 50µl+ 50µl+ 50µl+ 50µl+ 50µl+ 50µl+ 50µl+ 50µl+ 50µl+ PBS 50µl+ 50µl+ P-2 P-3 P-4 P-5 P-6 P-7 P-8 P-9 P-10 50µl+
Ag Ag Ag Ag Ag Ag Ag Ag Ag Ag Ag Ag
50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl
Rendah Serial pengenceran Tinggi
Gambar 4. Microdillution plate
3.4.3.2 Total Leukosit
Perhitungan total leukosit mengacu pada Nan et al., (2015) dengan modifikasi
sebagai berikut:
(1) Leukosit diperoleh melalui sentrifugasi percoll (GE healthcare) 30% dan 50%
dengan mengisolasi ginjal anterior dan limpa pada ikan sampel.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A
B
C
D
E
F
G
H
P
e
n
g
u
l
a
n
g
a
n
50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl 50µl
26
TL (sel/ml) = Rata-rata ∑ sel x 1
10−4 x FP
(2) Kedua organ dihaluskan diatas larutan HBSS dan disaring menggunakan nilon
ukuran mesh 100 mm.
(3) Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 500 g selama 40 menit pada suhu
4oC.
(4) Sel leukosit dipanen pada bagian tengah percoll dan dicuci menggunakan
HBSS tiga kali dengan sentrifugasi 3000 rpm,10 menit dengan suhu 4oC.
(5) Leukosit dimasukkan ke dalam satu tube dan ditambahkan HBSS lalu
disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dengan suhu 4oC.
(6) Supernatan dibuang dan tambahkan L-15 medium sebanyak 1 ml.
(7) Leukosit diamati di bawah mikroskop.
Gambar 5. Haemacytometer
Sumber : Wijaya et al., 2015
Untuk menghitung total leukosit lebih jelasnya dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
FP : Faktor pengenceran
Kotak
perhitungan
leukosit
Kotak
perhitungan
leukosit
Kotak
perhitungan
leukosit
Kotak
perhitungan
leukosit
27
3.4.3.3 Aktifitas Fagositosis dan Indeks Fagositosis
Prosedur pengujian Aktifitas fagositosis dan indeks fagositosis menurut
Qomariyah & Sudarno (2017) dengan modifikasi sebagai berikut:
(1) Suspensi leukosit 200 µl diletakkan di atas gelas objek.
(2) Sampel didiamkan selama 90 menit pada laminar air flow.
(3) Larutan 200 µl latex beads ditambahkan di atas lapisan leukosit.
(4) Kemudian diamkan kembali selama 30 menit.
(5) Gelas objek dicuci dengan 1 ml larutan HBSS.
(6) Fiksasi dengan metanol 200 µl selama 5 menit dan dilanjutkan dengan
pencucian menggunakan ddH2O.
(7) Kemudian dilakukan pewarnaan Giemsa dan diamkan selama 40 menit.
(8) Cuci dengan air mengalir dan diamkan hingga kering.
(9) Sampel diamati sebanyak 200 sel di bawah mikroskop. Untuk menghitung AF
dan IF dapat menggunakan rumus Setiawan (2012) sebagai berikut:
3.4.3.4 Gejala Klinis
Gejala klinis diamati dalam waktu 24 jam sekali selama 7 hari dengan melihat
gejala yang ditimbulkan setelah diuji tantang menggunakan bakteri
V. parahaemolyticus dan V. vulnificus pada ikan dengan melihat gejala awal,
gejala sakit hingga kematian yang terinfeksi vibriosis.
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑎𝑔𝑜𝑠𝑖𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐴𝐹 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑓𝑎𝑔𝑜𝑠𝑖𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑥 100%
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐹𝑎𝑔𝑜𝑠𝑖𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐼𝐹 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑥 𝑏𝑒𝑎𝑑𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑓𝑎𝑔𝑜𝑠𝑖𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠
𝑆𝑒𝑙 𝑓𝑎𝑔𝑜𝑠𝑖𝑡
28
3.4.3.5 Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
Menurut Wirabakti (2006), Tingkat kelangsungan hidup (TKH) merupakan
persentase dari jumlah ikan yang hidup pada setiap akuarium pada akhir
perlakuan. Untuk menghitung TKH lebih jelasnya dapat menggunakan rumus
Nitimulyo et al., (2005) sebagai berikut:
TKH (%) = Nt
N0 ×100%
Keterangan:
Nt : Jumlah ikan yang hidup selama pemeliharaan, dalam waktu t
N0 : Jumlah ikan awal penebaran, t = 0
3.4.3.6 Relative Percent Survival (RPS)
Relative Percent Survival (RPS) atau tingkat perlindungan relatif digunakan
untuk menunjukkan efikasi vaksin atau penggunaan vaksin untuk melindungi ikan
dari serangan bakteri, Nitimulyo et al., (2005). Untuk menghitung RPS lebih
jelasnya dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
3.4.3.7 Mean Time to Death (MTD)
Rerata Waktu Kematian Mean Time to Death (MTD) (Nitimulyo et al., 2005).
Untuk menghitung MTD lebih jelasnya dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝑅𝑃𝑆 = 1 − % 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑣𝑎𝑘𝑠𝑖𝑛
% 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑣𝑎𝑘𝑠𝑖𝑛 𝑥 100%
29
Keterangan:
a : waktu kematian (hari)
b : jumlah ikan yang mati (ekor)
3.4.3.8 Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan sebagai data pendukung penelitian sebagai
berikut :
(1) Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal, tengah dan akhir
penelitian.
(2) Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut (DO), pH, suhu,
dan salinitas.
3.5 Analisis Data
Data dianalisis menggunakan uji t. Parameter yang dianalisis statistik secara
kumulatif yaitu total leukosit, aktivitas fagositosis, indeks fagositosis. Sedangkan
parameter yang dianalisis secara deskriptif adalah tingkat kelangsungan hidup,
relative percent survival, mean time to death, titer antibodi, gejala klinis, dan
kualitas air.
𝑀𝑇𝐷 =
𝑛 𝑎𝑖𝑏𝑖𝑖 = 1𝑛
𝑏𝑖𝑖 = 1
46
V. SIMPULAN DAN SARAN
Pemberian vaksin bivalen Vibrio parahaemolyticus dan V. vulnificus memiliki
dosis yang efektif yaitu dosis 2 g vaksin/kg pakan dibandingkan dosis 1 g
vaksin/kg pakan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian, yaitu penggunaan vaksin
bivalen secara mikroenkapsulasi dengan meningkatkan dosis untuk melihat
peningkatan respon imun spesifik dan non spesifik secara keseluruhan.
5.1 Simpulan
47
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, D. (2012). Pengaruh perbedaan dosis aplikasi probiotik terhadap respon
imun non spesifik ikan mas (Cyprinus carpio) dengan uji tantang bakteri
Aeromonas salmonicida. Skripsi. Universitas Lampung.
Alamanda, I. E., Handajani, N. S., & Budiharjo, A. (2007). The use of hematology
method and blood endoparasite observation for determining catfish (Clarias
gariepinus) health in fishery Mangkubumen, Boyolali. Biodiversitas
Journal of Biological Diversity, 8(1), 34-38.
Alifuddin, M. (2002). Imunostimulasi Pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 1(2),87-92.
Amar, E. C., & Almendras, J. M. E. (2010). Immunity and biological methods of
disease prevention and control. In Health Management in Aquaculture (pp.
229-258). Aquaculture Department, Southeast Asian Fisheries Development
Center. 258 hlm.
Ashari, S. A., & Putra, I. (2015). Growth and Survival Silver Pompano
(Trachinotus blochii, Lacepede) with Different Stocking Density Are
Maintained in Floating Net Chages. Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan, 2(1), 1-10.
Bahar, S, I., Harpeni, E., & Effendi, E. (2017). Respon imun spesifik larva ikan
mas (Cyprinus carpio) melalui imunitas maternal yang diberi vaksin inaktif
whole cell (Aeromonas salmonicida). Biospecies, 10(1), 37-43.
Bastiawan, D., Wahid, A., Alifudin, M., & Agustiawan, I. (2001). Gambaran
darah Lele dumbo (Clarias spp.) yang diinfeksi cendawan Aphanomyces sp
pada pH yang berbeda. Jurnal Penelitian Indonesia, 7(3), 44-47.
Batam, T. B. B. L. (1999). Pembenihan Bawal Bintang (Trachinotus blochii
Lecepede). Balai Budidaya Laut Batam Direktorat Jenderal Perikanan
Departemen Pertanian. Batam.
48
Bauer, A., & Rørvik, L. M. (2007). A novel multiplex PCR for the identification
of Vibrio parahaemolyticus, Vibrio cholerae and Vibrio vulnificus. Letters in
applied microbiology, 45(4), 371-375.
Blaxhall, P. C. (1972). The haematological assessment of the health of freshwater
fish: a review of selected literature. Journal of fish biology, 4(4), 593-604.
Bonang, G., & Koeswardono, E. S. (1982). Mikrobiologi kedokteran: untuk
laboratorium dan klinik. Gramedia. Jakarta. 199 hlm.
Brill, R. W., Bigelow, K. A., Musyl, M. K., Fritsches, K. A., & Warrant, E. J.
(2005). Bigeye tuna (Thunnus obesus) behavior and physiology and their
relevance to stock assessments and fishery biology. Col. Vol. Sci. Pap.
ICCAT, 57(2), 142-161.
Buller, N. B. (2004). Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals: A paractical
Identification Manual. Western Australia: CABI Publishing. 329 hlm.
Cabrera-García, M. E., Vázquez-Salinas, C., & Quiñones-Ramírez, E. I. (2004).
Serologic and molecular characterization of Vibrio parahaemolyticus strains
isolated from seawater and fish products of the Gulf of Mexico. Applied and
environmental microbiology, 70(11), 6401-6406.
Campbell, T. W., & Ellis, C. K. (2013). Avian and exotic animal hematology and
cytology. John Wiley & Sons. 287 hlm.
Chinnah, A. D., Baig, M. A., Tizard, I. R., & Kemp, M. C. (1992). Antigen
dependent adjuvant activity of a polydispersed β-(1, 4)-linked acetylated
mannan (acemannan). Vaccine, 10(8), 551-557.
Dellman HD & Brown EM. (1989). Buku Tks Histologi Veteriner. Hartono
(Penerjemah). UI Press. Jakarta. 95 hlm
Desrina, D., Taslihan, A., Ambariyanto, A., Yudiati, E., Casessar, Y. D., Sumanta,
R. B. S. & Sembiring, L. (2007). Isolasi, Purifikasi dan Immunogenitas
Protein Outer Membran Vibrio alginolyticus pada Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada,
9(1), 8-16.
Ellis, A. E. (1988). Current aspects of fish vaccination. Diseases of Aquatic
Organisms, 4(2), 159-64.
Entjang, I. (2003). Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan
49
dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya Bakti.
Bandung. 334 hlm.
Hadie, W., L. M. Angela, Sularto, & T. Evi. (2010). Imunitas Maternal Terhadap
Aeromonas hidrophila: Pengaruhnya Terhadap Fekunditas dan Daya Tetas
Ikan Patin Siam (Pangasionodon hypothalamus). Jurnal Ris. Akuakultur,
5(2), 229-235.
Hara-Kudo, Y., Sugiyama, K., Nishibuchi, M., Chowdhury, A., Yatsuyanagi, J.,
Ohtomo, Y., & Konuma, H. (2003). Prevalence of pandemic thermostable
direct hemolysin-producing Vibrio parahaemolyticus O3: K6 in seafood and
the coastal environment in Japan. Applied and environmental
microbiology, 69(7), 3883-3891.
Hardi, E. H. 2011. Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae Untuk
Pencegahan Penyakit Streptococcosis Pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). Disertasi. Program Studi Ilmu Akuakultur. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 182 hlm.
Hasibuan. A. L. (2017). Status Kesehatan Ikan Bawal Air Tawar (Collosoma
macropomum) di Keramba Sungai Kampar dan Kolam Desa Rumbio,
Kabupaten Kampar. Skripsi Universitas Riau, Riau.
Hastuti, S. D. (2015). Aplikasi Antigen Bakteri Streptococcus agalactiae Sebagai
Kandidat Vaksin untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan
Nila (Oreochromis sp). Jurnal Gamma, 8(2), 64-79.
Hidayat, R., & Harpeni, E. (2014). Profil Hematologi Kakap Putih (Lates
calcallifer) yang Distimulasi dengan Jintan Hitam (Nigela sativa) dan
Efektifitasnya Terhadap Infeksi Vibrio alginolyticus. e-Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan, 3(1), 327-334.
Hoar, W. S., Randall, D. J., Iwama, G., & Nakanishi, T. (1997). The fish immune
system: organism, pathogen, and environment (Vol. 15). Academic Press.
395 hlm.
Huang, Z., Tang, J., Li, M., Fu, Y., Dong, C., Zhong, J. F., & He, J. (2012).
Immunological evaluation of Vibrio alginolyticus, Vibrio harveyi, Vibrio
vulnificus and infectious spleen and kidney necrosis virus (ISKNV)
combined-vaccine efficacy in Epinephelus coioides. Veterinary immunology
and immunopathology, 150(1-2), 61-68.
Hubert, J.J. 1980. Bioassay. Kendall/Hunt Publishing Company. Lowa. USA.
50
Iqbal, M. N., & Hady, H. (2016). Pembuatan Mikrokapsul Phycocyanin
Menggunakan Maltodekstrin sebagai Bahan Pelapis dengan Metode Spray
Drying. In Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan.
Johnny, F., & Roza, D. (2012). Penyakit Infeksi Vibriosis pada Calon Induk Ikan
Kerapu Sunu, Plectropomus leopardus di Hatchery. In Prosiding Seminar
Nasional XXI Perhimpunan Biologi Indonesia “Peran Biologi dalam
Mengantisipasi Dampak Pemanasan Global Melalui Pelestarian
Keanekaragaman Hayati. 187 hlm.
Juwana, S. (1990). Tinjauan tentang kebiasaan menggunakan antibiotik dalam
dosis pencegahan pada hatchery. Oseana, 15(3), 93-105.
Kim, Y. B., Okuda, J., Matsumoto, C., Takahashi, N., Hashimoto, S., &
Nishibuchi, M. (1999). Identification of Vibrio parahaemolyticus strains at
the species level by PCR targeted to the toxR gene. Journal of Clinical
Microbiology, 37(4), 1173-1177.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2014). Leaflet Pembesaran Ikan Bawal
Bintang di Karamba Jaring Apung (KJA). Direktorat Usaha Budidaya.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Köllner, B., & Kotterba, G. (2002). Temperature dependent activation of
leucocyte populations of rainbow trout, Oncorhynchus mykiss, after
intraperitoneal immunisation with Aeromonas salmonicida. Journal Fish &
Shellfish Immunology, 12(1), 35-48.
Kordi, M. G. H. (2004). Penanggulangan hama dan penyakit ikan. Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta. 194 hlm.
Kramer, J. M., Gilbert, R. J., & Doyle, M. P. (1989). Foodborne bacterial
pathogens. by MP Doyle, Marcel Dekker, Inc., New York and Basel. 70 hlm.
Kresno, S. B. (2001). Imunologi: Diagnosis dan prosedur laboratorium, edisi
keempat. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 341.
Lagler KF, Bardach JE, RR Miller, Passino DRM. (1977). Ichtyology. John
Willey and Sons. Inc. New York-London. 506 hlm.
Liston, A., Rieseberg, L. H., & Elias, T. S. (1989). Genetic similarity is high
between intercontinental disjunct species of Senecio (Asteraceae). American
Journal of Botany, 76(3), 383-388.
51
Mangunwardoyo, W., Ismayasari, R., Riani, E. (2010). Uji Patogenisitas dan
Virulensi Aeromonas hydrophila Stanier pada Ikan Nilai (Oreochromis
niloticus Lin) melalui Postulat Koch. Jurnal. Riset. Akuakultur 5(2), 245-
255.
McMaster, M. F., Kloth, T. C., Coburn, J. F., & Stolpe, N. E. (2007). Florida
pompano, Trachinotus carolinus, is an alternative species for low salinity
shrimp pond farming. World Aquaculture-Baton Rouge, 38(4), 50.
Nabib, R., & Pasaribu, F. H. (1989). Patologi dan penyakit ikan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat
Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 158.
Nan, F. H., Agus, P. A. S., Brite, M., & Lee, M. C. (2015). The effects of Curcuma
zedoaria and Zingeber zerumbet on non-spesific immune responses of
grouper Epinephelus coioides. Iranian Journal of Fisheries Sciences, 14(3),
598-611.
Nitimulyo, K. H., Isnansetyo, A., Triyanto, T., Murdjani, M., & Sholichah, L.
(2005). Efektivitas vaksin polivalen untuk pengendalian vibriosis pada
kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Jurnal Perikanan Universitas Gadjah
Mada, 7(1), 95-100.
Olga, O., & Fatmawaty, F. (2016). Efikasi Rute Vaksin Aeromonas hydrophila
ASB-01 Pada Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Fish Scientiae, 3(6),
131-144.
Olga, O., Rini, R. K., Akbar, J., Isnansetyo, A., & Sembiring, L. (2007). Protein
Aeromonas Hydrophila Sebagai Vaksin untuk Pengendalian MAS (Motile
Aeromonas Septicemia) pada Jambal Siam (Pangasius
hypophthalamus). Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 9(1), 17-24.
Osman, K. M., Mohamed, L. A., Rahman, E. H. A., & Soliman, W. S. (2009).
Trials for vaccination of Tilapia fish against Aeromonas and Pseudomonas
infections using monovalent, bivalent and polyvalent vaccines. World
Journal of Fish and Marine Sciences, 1(4), 297-304.
Osman, M. K., Sumawidjaja, S., & Hardjosworo, A. S. L. (2010). Studi
Karakterisasi dan Patologi Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus). Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. IPB .
Bogor.
Qomariyah, N., & Sudarno, S. (2017). Pemberian vaksin formalin killed cell
(FKC) Vibrio alginolitycus untuk meningkatkan survival rate (SR), titer
52
antibodi dan fagositosis leukosit pada kerapu cantang (Epinephelus sp.)
setelah uji tantang bakteri Vibrio alginolitycus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, 9(1), 15-24.
Ransangan, J., Manin, B. O., Abdullah, A., Roli, Z., & Sharudin, E. F. (2011).
Betanodavirus infection in golden pompano, Trachinotus blochii, fingerlings
cultured in deep-sea cage culture facility in Langkawi, Malaysia.
Aquaculture, 315(3-4), 327-334.
Resmawati, M. B. (2016). Pemberian Ekstrak Air Panas Spirulina platensis
melalui Perendaman Terhadap Total leukosit, Indeks fagositosis dan
konsentrasi TNF-α Osphronemous gouramy. Jurnal Biosains
Pascasarjana, 18(3).
Roberts, R. J., & Richards, R. H. (1978). The Bacteriology of Teleosts in: Fish
Pathology. Ballier Tindall London. 308 hlm.
Setiawan, R. B. (2012). Efektivitas Vaksin Dari Bakteri Mycobacterium Fortuitum
Yang Diinaktivasi Dengan Pemanasan Untuk Pencegahan Penyakit
Mycobacteriosis Pada Ikan Gurami (Osphronemus Gouramy). Jurnal
Perikanan Kelautan, 3(1), 25-40.
Setyawan, A., Hudaidah, S., Ronapati, Z. Z., & Sumino, S. (2012). Imunogenisitas
Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas Salmonicida Pada Ikan Mas
(Cyprinus carpio). Aquasains, 1(1), 17-22.
Shoemaker, C. A., Klesius, P. H., & Evans, J. J. (2001). Prevalence of
Streptococcus iniae in tilapia, hybrid striped bass, and channel catfish on
commercial fish farms in the United States. American journal of veterinary
research, 62(2), 174-177.
SNI 7901.2:2013. (2013). Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede)–
Bagian 2 : Produksi Induk.
SNI.7901.3:2013. (2013). Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede)–
Bagian 3 : Benih.
Soeripto. (2002). Pendekatan konsep kesehatan hewan melalui vaksinasi. Jurnal
Litbang Pertanian, 21(2), 48-55.
Sugiani, D., Aryati, Y., Mufidah, T., & Purwaningsih, U. (2015). Efektivitas
Vaksin Bivalen Aeromonas hydrophila dan Mycobacterium fortuitum Untuk
Penyakit Pada Ikan Gurami (Osphronemus goramy). Jurnal Riset
Akuakultur, 10(4), 567-577.
53
Sumanti, D., Kayaputri, I. L., Hanidah, I. L., Sukarminah, E., & Giovanni, A.
(2016). Pengaruh Konsentrasi Susu Skim dan Maltodekstrin sebagai
Penyalut Terhadap Viabilitas dan Karakteristik Mikroenkapsulasi Suspensi
Bakteri Lactobacillus plantarum Menggunakan Metode Freeze Drying.
JP2/Jurnal Penelitian Pangan,1(1), 02-13.
Suprapto, H. (2009), Evaluasi Uji Lapangan Vaksin Oral Vibriosis Mono dan
Polyvalent Dengan Pelapisan Chitosan dan Feet Additive Untuk Mencegah
Tingginya Kematian Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus).
Proposal Tahun III. Insentif Riset Terapan. Lembaga Penelitian dan
Pengambdian Masyarakat. Universitas Airlangga. 60 hlm.
Taukhid, Sumiati, T., Andrianto, S., & Gardenia, L. (2014). Evaluasi Pascarilis
Vaksin Bakteri in-aktif Aeromonas hydrophila (Hydrovac) dan
Streptococcus agalactiae (Streptovac) untuk Pencegahan Penyakit Motile
Aeromonas septicemia (MAS) dan streptococcosis pada budidaya ikan air
tawar. Seminar Hasil Riset BPPBAT Bogor.
Toranzo, A.E., B. Magarinos, and J.L. Romalde. 2005. A review of the main
bacterial fish diseases in mariculture systems. Journal Aquaculture, 246(4),
37-61.
Tort, L., Balasch, J. C., & Mackenzie, S. (2003). Fish immune system. A
crossroads between innate and adaptive responses. Inmunología, 22(3), 277-
286.
Wirabakti, M. C. (2006). Laju Pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus L) yang Dipelihara pada Perairan Rawa dengan Sistem Keramba
dan Kolam. Journal Tropical Fisheries, 1(1), 61-67.
Wijaya, A., Damayanti, A. A., & Astriana, B. H. (2018). Pertumbuhan dan
Efisiensi Pakan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) yang Dipuasakan
Secara Periodik. Jurnal Perikanan Unram, 8(1), 1-7.
Wijaya, R. C., Utari, E. L., & Yudianingsih, Y. (2015). Perancangan alat
penghitung bakteri. Jurnal Teknologi Informasi, 10(29), 1-9.
Zafran, Z. (2016). Efektivitas Kombinasi Vaksin Bakteri Polivalen Dengan
Vaksin Anti Grouper Sleepy Disease Iridovirus (Gsdiv) Pada Ikan Kerapu
Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Berita Biologi, 15(1), 95-100.