penelitian pengembangan teknologi peemmuullii...
TRANSCRIPT
1
MAK :1800.012.002.018
PPRROOPPOOSSAALL PPEENNEELLIITTIIAANN
PENELITIAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
PPEEMMUULLIIHHAANN LLAAHHAANN TTEERRDDEEGGRRAADDAASSII
DDAANN KKUUAALLIITTAASS LLIINNGGKKUUNNGGAANN
Dr. Ir. Mswar, M.Agric.Sc
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2013
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan RPTP : Penelitian Pengembangan Teknologi Pemulihan Lahan Terdegradasi dan Kualitas Lingkungan
2. Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah, Bogor
3. Alamat Unit Kerja : Jln. Tentara Pelajar, No. 12, Cimanggu, Bogor
4. Sumber Dana : DIPA Balittanah 2013.
5. Status Penelitian : Lanjutan dan Baru
6. Penanggungjawab Kegiatan
:
a. Nama : Dr. Ir. Maswar, M. Agric. Sc.
b. Pangkat/Golongan : IIId
c. Jabatan
c.1. Fungsional : Peneliti Muda
c.2. Struktural : -
7. Lokasi Kegiatan : Provinsi: Jawa Barat, Lampung, Riau, Bangka-Belitung, Nusa Tenggara Barat
8. Agroekosistem : Lahan basah, kering dan gambut
9. Tahun Mulai : 2013
10.
Tahun Selesai : 2015
11.
Output Tahunan (2013) : Informasi mengenai pengaruh manajemen pengelolaan limbah pertanian, dan penggunaan pupuk terhadap perubahan sifat tanah dan produksi tanaman padi di lahan sawah terdegradasi
Komponen teknologi rehabilitasi lahan sawah bekas pertambangan
Komponen teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara pada lahan kering daerah aliran sungai
Komponen usaha tani jagung yang efisien karbon, dan informasi data cadangan karbon pada berbagai sistim usaha tani di lahan kering, basah dan gambut.
12.
Output Akhir Satu paket teknologi pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan hayati untuk pemulihan produktivitas lahan sawah yang terdegradasi
ii
Teknologi rehabilitasi lahan bekas tambang yang dipersawahkan
Paket teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara pada lahan kering daerah aliran sungai
Strategi pengelolaan lahan usahatani yang berkelanjutan, rendah erosi dan emisi dalam mencapai produktivitas tinggi.
13.
Biaya Penelitian/ Pengkajian
: Rp. 797.450.000,- (Tujuh ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus lima puluh ribu rupiah)
Koordinator Program
Dr. Husnain, M.Sc NIP. 19730910 2000112 2 001
Penanggung Jawab RPTP
Dr. Ir. Maswar, M.Agric.Sc. NIP. 19620527 199303 1 001
Mengetahui, Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan
Pertanian
Dr. Muhrizal Sarwani, M.Sc. NIP.19600329.198403.1.001
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Ir.Sri Rochayati, MSc NIP. 19570616 198603 2 001
iii
RINGKASAN USULAN PENELITIAN 1 Judul Kegiatan RPTP : Penelitian Pengembangan Teknologi Pemulihan
Lahan Terdegradasi dan Kualitas Lingkungan 2 Nama dan Alamat Unit
Kerja
: Balai Penelitian Tanah Jl. Tentara Pelajar No. 12. Cimanggu, Bogor
3 Sifat Usulan Penelitian : Lanjutan dan Baru
4 Penanggungjawab : Dr. Ir. Maswar, M.Agric.Sc.
5 Jastifikasi : Usaha pertanian di lahan kering, lahan basah dan lahan gambut berpotensi besar menyebabkan lahan terdegradasi karena proses erosi, pengurasan hara oleh tanaman, hilangnya karbon, dan disamping itu juga mengemisikan gas rumah kaca (GRK) terutama CO2, N2O dan
CH4. Praktek pertanian yang kurang tepat
khususnya penanaman secara monokultur, pengolahan tanah, dan pengangkutan biomassa tanaman ke luar lahan secara terus menerus serta irigasi (kualitas air irigasi), penggunaan pupuk/pestisida yang kurang tepat dan adanya zat polutan merupakan penyebab degradasi tanah. Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam proses produksi pertanian, oleh karena itu inovasi teknologi di bidang pupuk (anorganik, organik, hayati) masih perlu terus dikembangkan. Pada sisi lain,ketersedian lahan untuk usaha pertanian juga semakin menyusut akibat dari pada semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian. Pemanfaatan lahan bekas tambang untuk usaha pertanian merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menjadi solusi mengatasi masalah kekurangan lahan, namun karena kondisi sifat fisik, kimia dan biologinya yang kurang mendukung untuk diusahakan menjadi lahan usaha tani, maka perlu upaya peningkatkan kualitas lahan bekas tambang untuk dijadikan usaha pertanian. Manajemen usahatani khususnya pengelolaan lahan yang sesuai dengan daya dukung lingkungan, penataan curah hujan dan aliran permukaan, pemupukan, pengelolaan hasil dan residu tanaman, serta teknik pengolahan tanah merupakan aspek penting dalam pemulihan lahan untuk meningkatkan produktivitasnya. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang dapat mempercepat proses degradasi lahan, emisi GRK dan teknik pemulihan lahan yang telah
iv
terdegradasi serta peningkatan kualitas lahan berkas tambang sangat penting untuk penyusunan strategi penataan serta pengelolaan lahan usahatani yang berkelanjutan, memitigasi degradasi lahan, dan kehilangan karbon.
6 Tujuan
a. Jangka Pendek : 1. Mendapatkan informasi teknologi pemulihan kesuburan tanah sawah terdegradasi.
2. Mempelajari pengaruh penerapan komponen teknologi konservasi tanah dan teknologi pemupukan berimbang pada lahan kering daerah aliran sungai terhadap kualitas dan produktivitas lahan.
3. Mengidentifikasi lahan sawah bekas tambang timah untuk perbaikan produktivitas lahan.
4. Mendapatkan komponen teknologi rehabilitasi lahan sawah bekas tambang dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan sawah.
5. Mendapatkan komponen teknologi konservasi tanah dan air vegetatif untuk pengendalian erosi, aliran permukaan, dan kehilangan hara di lahan kering DAS
6. Mengevaluasi peranan kompos bahan organik dari kotoran hewan terhadap effisiensi pupuk NPK, dan produksi tanaman
7. Mengevaluasi cadangan karbon dari berbagai sistim usahatani lahan kering, basah dan gambut.
b. Jangka Panjang : 1. Mendapatkan informasi manajemen pengelolaan lahan usaha tani yang dapat meningkatkan produktivitas lahan, menekan laju erosi, efisien karbon, rendah emisi GRK serta teknik memulihkan lahan terdegradasi.
2. Menyusun strategi pengelolaan lahan kering, basah serta lahan gambut untuk usahatani yang berkelanjutan, dengan produktivitas tinggi, rendah erosi dan emisi, dan efisien karbon.
7 Luaran yang diharapkan
a. Jangka Pendek : 1.Teknologi pemulihan kesuburan tanah sawah terdegrasai.
2. Teknik pengelolaan jerami padi terhadap perubahan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah.
3. Informasi sifat fisik, kimia dan biologi lahan sawah bekas tambang untuk perbaikan produktivitas lahan.
4. Informasi komponen teknologi rehabilitasi lahan sawah bekas tambang yang sesuai
v
untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah.
5. Satu paket informasi komponen teknologi konservasi tanah dan air vegetatif untuk pengendalian erosi, aliran permukaan di lahan kering DAS
6. Data potensi mitigasi kehilangan karbon dan cadangan karbon dari berbagai sistem atau pola usahatani di lahan kering, basah dan gambut.
b. Jangka Panjang : 1. Teknologi pengelolaan jerami padi, penggunaan pupuk NPK dan hayati untuk pemulihan produktivitas tanah sawah yang terdegradasi.
2. Teknologi rehabilitasi lahan sawah bekas tambang untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah bekas tambang
3. Strategi pengelolaan lahan kering, basah dan gambut untuk usahatani berkelanjutan dengan produktivitas tinggi, dan efisien karbon.
8 Outcome : Meningkatnya produktivitas lahan kering, basah dan gambut tanpa menyebabkan degradasi lahan dan efisien karbon.
9 Sasaran akhir : Ketahanan pangan dan mitigasi degradasi lahan, serta efisien karbon dari lahan usaha tani.
10 Lokasi penelitian : Jawa Barat, Lampung, Riau, Bangka-Belitung, dan Nusa Tenggara Barat.
11 Jangka waktu : Mulai T.A. 2013, berakhir T.A. 2015
12 Sumber dana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah T.A. 2013
vi
SUMMARY
1 Title of RPTP : Research of Technology Rehabilitation for Degraded Land and Envoronmental Quality
2 Implementation unit
: Indonesia Soil Research Institute (ISRI) Jl. Tentara Pelajar No 12 A. Bogor 16123
3 Location : West Java, Lampung, Riau, Bangka-Belitung, dan Nusa Tenggara Barat.
4 Objective :
a. Short term : 1. To obtain component technology for soil fertility recovery.
2. To study the effect of introduction of soil conservation technologies and balanced fertilization on quality and productivity of the land.
3. To improve the rice production on former tin mine. 4. To obtain the rehabilitation technology for increase
the productivity of paddy fields in former mine area. 5. To obtain the vegetative conservation option for
erosion, surface runoff, and nutrient loss control of upland watershed.
6. To evaluate the influence of animal organic compost on NPK fertilizer efficiency and crop production
7. To inventory the carbon stocks of various farming systems on drylands, wet lands and peatlands.
b. Long term : 1. To improve the rice straw, NPK fertilizers and biological fertilizers management in order to reabilitation of degraded paddy fields.
2. To obtain rehabilitation technology of former mine lands for paddy fields development.
3. To improve watershed, dry land, wet land and peatlands management practices for sustainable farming systems and carbon efficient.
5 Expected output
a. Short term : 1. Reabilitation technology for paddy fields degradation
2. Rice straw management techniques to improve the
chemical, physical, and biological properties of soil.
3. Information of physical, chemical and biological
properties of mined land in order to paddy fields
development.
4. A packet information of vegetative conservation technology
for erosion and runoff control in upland watershed.
5. Data set of potential mitigation of carbon loss, and carbon
stocks from various farmng systems in drylands, wet lands
vii
and peatlands.
b. Long term : 1. Rice straw, NPK fertilization and biological fertilizer management practices, to recovery productivity of degraded paddy fields.
2. Technology reabilitation of paddy fields in mined land, to increase the productivity.
3. Management strategic of upland, wetland and peatlands for sustainable farming systems with high productivity and carbon efficient.
6 Description of methodology
: Research activities consist of: 1. Research for recovery of paddy fields degradation.
The research will be carried out in two activity: a) Reseach of rice straw management for improve productivity of paddy fields. The treatment will be set at radomized block desain, i.e: 1. Control (witout rice straw), 2. Straw is returned in the form of compost-1, 3. Straw is returned in the form of compost-2, 4. Straw is returned in the form of compost-1 + bio fertilizer, 5. Straw is returned in the form of compost-2 + bio fertilizer, 6 Spread fresh straw and composted in situ (decomposers 1 / dense), 7. Spread fresh straw and composted in situ (decomposers 1 /liquid), 8. Spread fresh straw and composted in situ (decomposers 1 / dense) + bio fertilizer, 9. Spread fresh straw and composted in situ (decomposers 1 /liquid) + bio fertilizer, 10. Fresh straw, 11. Straw burning, 12. Manure. b). Research for fertility recovery of paddy fields degradation. The research will be set at randomized block desain, the treatment i.e: 1. Control (without input), 2. NPK recommendation, 3. NPK recommendation + composted straw by decomposers 1, 4. NPK recommendation + composted straw by decomposers 2, 5. NPK recommendation + fresh straw, 6. 75 % NPK recommendation + composted straw (decomposers 1), 7. 5 % NPK recomendation + composted straw (decomposers 2), 8. 75 % NPK recomendation + fresh straw.
2. Rehabilitation of paddy fields land on former tin mine for land productivity and environmental recovery. Sub activity: Identification of paddy fields lands properties in former tin mine. The observation will be conducted in Bangka Belitung of paddy fields in former tin mine. Observation will be focus on physical, chemical and biological propertis of paddy fields lands with lower, medium and high productivity. Sub activity 2. Technology rehabilitation for former tin
viii
mine in order to productivity improvements. The experiment will be set at randomized block desain. The treatments i.e: 1. Soil amelioran + balanced fertilization, 2. Soil amelioran + farmer fertilization, 3. Soil amelioran + bio fertilizer, 4. Soil amelioran, 5. Balanced fertilization, 6. Bio fertilizer, 7. Farmer fertilization, and 8. Control.
3. Soil conservation technology research for land productivity improvements in upstream watershed area Sub activity 1. The experiment 1, will be set at Randomized Block Design. The treatment i.e: 1. Control (farmers techniques), 2. Vetiver stripe, clipping yield as mulch, 3. Vetiver stripe + vertical mulch, 4. Forage grass stripe, prunings results to livestock, and 5. Forage grass stripe + vertical mulch Sub activity 2. Research for improvement paddy fields productivity in upstream watershed. The experiment will be set at split-split plot desain. The treatment i.e: Main plots: 1. Without vegetative conservation, and 2. With vegetative conservation. Sub plots: 1. 50% dose of NPK PUTS, 2. 100% dese NPK PUTS, 3. 150% dose of NPK PUTS. Sub sub plot: 1. Without organic fertilizer, 2. Manure + M-DEC, and 3. Straw + M-DEC.
4. Land management research of several farming systems based carbon efficient.
Sub activity 1. Field experiment in KP Tamanbogo. The experiment will be set at randomized block desain, the treatment i.e: 1. Manure compost from dry composting process, dose of 5 tonnes / ha, 2. Manure compost from wet composting process, dose of 5 tonnes / ha, 3. Manure compost from dry composting process, dose of 5 tonnes / ha + NPK fertilizer with dose 50% of recommendation, 4. Manure compost from dry composting process, dose of 5 tonnes / ha + NPK fertilizer with dose 75% of recommendation, 5. Manure compost from wet composting process, a dose of 5 tonnes / ha + NPK fertilizer with dose 50% of recommendation, 6. Manure compost from wet composting process, a dose of 5 tonnes / ha + NPK fertilizer with dose 75% of recommendation. Sub activity 2. Inventory the carbon stock, from a variety of farming systems in KP Tamanbogo, and from some existing farming systems on peatlands in Riau Province.
ix
7 Duration : 3 Year; F.Y 2013/F.Y.2015
8 Budget/fiscal year
: Rp. 702.450.000 (seven hundred and two millions, four hundred and fifty thousand rupiahs)
9 Source of budget
: DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2013
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tantangan pembangunan pertanian masa depan terfokus pada upaya
mewujudkan dan sekaligus memantapkan ketahanan pangan nasional yang
berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan petani, serta menjaga keberlanjutan dan
kelestarian sumberdaya alam. Namun, dengan adanya fenomena alih fungsi lahan
dari pertanian ke non pertanian, dampak perubahan iklim yang tidak mendukung
produksi beras, dan kondisi lahan pertanian yang sudah mencapai kondisi leveling
off menyebabkan peningkatan produksi pangan, kususnya beras nasional tidak
mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Ketidak cukupan produksi beras mulai
terjadi setelah era 1990-an dan pemerintah sering mengambil kebijakan untuk
mengimpor beras dari negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja.
Lakitan (2009) meramalkan bahwa peningkatan produksi pangan terutama beras
dimasa mendatang akan semakin sulit karena berkurangnya lahan subur di sentra
produksi karena alih fungsi lahan sekitar 110.000 hektar/tahun, tenaga kerja di
sektor pertanian semakin langka, dan dampak negatif perubahan iklim bagi sektor
pertanian. Senada dengan hal tersebut, Menteri Riset dan Teknologi (2011)
menyatakan bahwa lahan pertanian pangan yang subur semakin berkurang luasnya
dan diestimasi pada tahun 2021 luasan lahan tersebut hanya sekitar 18% dan
selebihnya merupakan lahan sub-optimal dengan kendala agronomis beragam
seperti miskin unsur hara, terlalu kering, berisiko banjir dan lain-lain.
Pada sisi lain, dalam konteks perubahan iklim, pertanian memiliki posisi yang
sangat dilematis. Kenaikan suhu rata-rata 1oC pada beberapa dekade terakhir telah
berpotensi menurunkan produksi pangan khususnya padi antara 8-10% bila tidak
dilakukan upaya adaptasi. Bagaimanapun, untuk mewujudkan atau menjawab
tantangan dan masalah tersebut bukan merupakan hal yang mudah, karena
Indonesia secara geografis merupakan bagian dari ekosistem tropika basah yang
tergolong sangat rentan terhadap degradasi lahan. Tanah-tanah di daerah tropika
basah merupakan tanah yang rentan terhadap degradasi, selain disebabkan faktor
alami juga akibat campur tangan manusia. Degradasi lahan akibat aktivitas
2
penambangan adalah merupakan salah satu contoh dampak negatif campur tangan
manusia terhadap lahan.
Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan, baik yang
sifatnya sementara maupun tetap. Akibat dari terus berlanjutnya proses degradasi
lahan pada satu kawasan adalah munculnya areal - areal yang tidak produktif atau
dikenal sebagai lahan kritis. Lahan kritis pada dasarnya merupakan kondisi tanah
yang secara fisik telah terdegradasi (lapisan tanah atas/subur telah hilang),
hilangnya kesuburan tanah (unsur hara mineral), dan terbatasnya aktivitas biota
tanah, sehingga tumbuhan sangat sulit untuk mendapatkan unsur hara, sehingga
tidak mampu untuk berproduksi secara optimal. Di Indonesia luas lahan terdegradasi
mencapai 4.477.459 ha, seluas 1.777.679 mengalami degradasi berat dan sisanya
terdegradasi ringan-sedang (Anonim, 2011).
Degradasi lahan pada umumnya disebabkan oleh faktor alami dan campur
tangan manusia. Degradasi lahan dan lingkungan, yang disebabkan oleh ulah
manusia maupun karena ganguan alam masih terus berlanjut dan cendrung terus
semakin meningkat saat ini. Pada sisi lain, lahan-lahan produktif yang biasanya
digunakan untuk usaha pertanian semakin banyak beralih fungsi menjadi lahan non
pertanian, sehingga lahan yang dialokasikan untuk aktivitas pertanian semakin
berkurang. Dampak dari kesemuanya ini, alokasi lahan untuk pengembangan
budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan kritis dan terlantar, sehingga
memerlukan input tinggi dan biaya mahal untuk dapat menghasilkan produk pangan
yang berkualitas. Campur tangan atau ulah manusia baik secara langsung maupun
tidak langsung terlihat lebih berkontribusi besar terhadap terjadinya degradasi lahan
dibandingkan dengan pengaruh faktor alami. Faktor penyebab degradasi lahan
akibat campur tangan manusia secara langsung diantaranya adalah : deforestasi,
overgrazing, aktivitas pertanian, aktivitas penambangan atau ekploitasi berlebihan,
serta aktivitas industri dan bioindustri. Faktor-faktor tersebut di Indonesia pada
umumnya terjadi secara simultan.
Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting
bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan sumberdaya alamnya lestari.
Oleh sebab itu, kelestarian sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk
kelangsungan hidup manusia saat ini, sekaligus untuk generasi yang akan datang.
Berkaitan dengan pentingnya pelestarian sumber daya alam, dalam skala global
3
sektor pertanian juga dituntut untuk dapat meningkatkan kepedulian terhadap
adanya isu-isu yang saling terkait saat ini, yaitu mengenai degradasi lahan,
penurunan tingkat kesuburan tanah, pencemaran lingkungan, pemanasan global
atau emisi GRK, serta upaya mitigasi dan pemulihan dampak dari isu-isu tersebut.
Sistem pertanian yang dapat mencegah degradasi lahan dan memitigasi
emisi karbon atau GRK dalam skala tertentu (mikro sampai luas) mungkin sudah
ada yang diterapkan di Indonesia, namun sampai saat ini masih terbatas informasi
akurat yang menginformasikan sistim yang mana serta peranannya dalam
mencegah degradasi lahan dan/atau mengurangi emisi GRK dari aktivitas di bidang
pertanian tersebut. Bagaimanapun beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan
potensi pencegahan degradasi lahan dan mitigasi kehilangan karbon dari aktivitas
pertanian telah ada yang teridentifikasi, seperti: aplikasi teknik konservasi tanah dan
air pada wilayah DAS berpotensi menekan erosi, modifikasi sistim pengairan pada
padi sawah dan pengembalian jerami atau mulsa ke lahan dapat mengurangi emisi
metan (CH4) sampai 30% dan meningkatkan cadangan karbon tanah, sistim
precession agriculture dapat menghemat dan mengeffesienkan penggunaan pupuk
sehingga menekan laju emisi, sistim pengolahan tanah konservasi berpotensi
mensquestrasi karbon organik tanah dan meningkatkan kesuburan sekaligus hasil
pertanian pada tanah-tanah terdegradasi. Dengan adanya pemanfaatan lahan sub-
optimal untuk usaha pertanian tersebut, maka memicu untuk merekayasa rakitan
teknologi pengelolaan lahan yang lebih komprehensif, efisien, dan berkelanjutan.
Penelitian pengelolaan unsur hara terpadu dilaporkan mampu memulihkan
produktivitas lahan yang sudah menurun akibat ketidak seimbangan pemanfaatan
pupuk anorganik dan organik (Adimihardja dan Adiningsih, 2000).
1.2. Dasar Pertimbangan
Praktek pertanian yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah
dan air, dan mengandalkan penggunaan bahan kimia baik sebagai pupuk, pestisida
ataupun herbisida secara terus menerus dapat mengakibatkan degradasi lahan.
Besarnya tingkat alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi penggunaan non
pertanian dan semakin terbatasnya areal produktif yang dapat dikembangkan untuk
usaha pertanian, telah memaksa kita untuk menggunakan lahan-lahan yang kurang
atau tidak produktif seperti lahan terlantar, lahan kritis dan lahan bekas tambang
4
untuk upaya perluasan areal pertanian. Kondisi ini diperkirakan dapat mengganggu
program pencapaian target produksi pangan nasional khususnya stok beras yang
harus mencapai surplus 10 juta ton pada tahun 2014. Oleh karena itu diperlukan
upaya dan teknologi yang dapat mencegah semakin bertambahnya kerusakan lahan
pertanian produktif dan/atau pemulihan lahan-lahan terdegradasi. Upaya
pencegahan degradasi lahan ini semestinya dapat diaplikasikan pada areal
budidaya pertanian dan daerah aliran sungai, sehingga dapat mempertahankan
kelestarian sumberdaya lahan, sedangkan upaya reklamasi atau rehabilitasi
diarahkan pada lahan-lahan yang telah terdegradasi atau kritis, termasuk juga areal
bekas penambangan.
Usaha pertanian pada lahan kering, lahan basah dan lahan gambut
berpotensi besar mengemisikan karbon dalam bentuk GRK terutama CO2, N2O dan
CH4. Emisi karbon ini berkaitan erat dengan manajemen usahatani khususnya
pengelolaan tata air, pemupukan, pengelolaan hasil dan residu tanaman, dan
pengolahan tanah yang dilakukan pada lahan pertanian tersebut. Pengembangan
sistem pertanian tanaman pangan (padi-palawija) yang diintegrasikan dengan ternak
selain dapat meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan petani, juga dapat
menekan emisi GRK dan meningkatkan kualitas lingkungan, karena ada saling
sinergi antara usaha pemeliharaan ternak dengan budidaya tanaman (padi dan/atau
palawija). Pada sistem seperti ini, budidaya tanaman pangan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan keluarga, sedangkan ternak sapi diperuntukkan
sebagai sumber tenaga kerja dan pendapatan. Integrasi ternak dan tanaman pangan
akan menghasilkan: (a) pupuk organik dan pembenah tanah berupa bahan untuk
pembuatan kompos dari kotoran hewan dan sisa tanaman, (b) bahan bakar
terbarukan berupa biogas (CH4) dari kohe, biochar dan bahan bakar padat lainnya
dari sisa/residu tanaman, dan (c) penurunan emisi GRK melalui pengurangan
penggunaan pupuk pada budidaya tanaman dan pengurangan penggunaan bahan
bakar fosil (fosil fuel) pada rumah tangga.
1.3. Tujuan
a. Jangka pendek
Tujuan penelitian tahun 2013
1. Mendapatkan informasi teknologi pemulihan kesuburan tanah sawah terdegradasi.
5
2. Mempelajari pengaruh penerapan komponen teknologi konservasi tanah dan teknologi
pemupukan berimbang pada lahan kering daerah aliran sungai terhadap kualitas dan
produktivitas lahan.
3. Mengidentifikasi karakteristik lahan sawah bekas tambang timah untuk perbaikan
produktivitasnya.
4. Mendapatkan komponen teknologi rehabilitasi lahan sawah bekas tambang dalam rangka
meningkatkan produktivitas lahan sawah.
5. Mendapatkan komponen teknologi konservasi tanah dan air vegetatif untuk
pengendalian erosi, aliran permukaan, dan kehilangan hara di lahan kering DAS
6. Mengevaluasi peranan kompos bahan organik dari kotoran hewan terhadap effisiensi
pupuk NPK, karbon dan produksi tanaman
7. Mengidentifikasi cadangan karbon dari berbagai sistim usahatani di lahan kering, basah
dan gambut.
b. Jangka panjang
2. Mendapatkan informasi manajemen pengelolaan lahan usaha tani yang dapat
meningkatkan produktivitas lahan, menekan laju erosi, efisien karbon, rendah
emisi GRK serta teknik memulihkan lahan terdegradasi.
3. Menyusun strategi pengelolaan lahan kering, basah serta lahan gambut untuk
usahatani yang berkelanjutan, dengan produktivitas tinggi, rendah erosi dan
emisi, dan efisien karbon.
1.4. Luaran yang diharapkan
a. Jangka pendek (tahun 2013)
1. Teknologi pemulihan kesuburan tanah sawah terdegrasai.
2. Teknik pengelolaan jerami padi dan pengarunya terhadap perubahan sifat kimia,
fisika, dan biologi tanah.
3. Informasi sifat fisik, kimia dan biologi lahan sawah bekas tambang timah guna
perbaikan produktivitas lahan.
4. Informasi komponen teknologi rehabilitasi lahan sawah bekas tambang yang tepat
untuk meningkatkan produktivitasnya.
5. Satu paket informasi komponen teknologi konservasi tanah dan air vegetatif untuk
pengendalian erosi, aliran permukaan, dan pencegaan degradasi lahan di lahan
kering DAS
6
6. Informasi potensi kohe terhadap efisiensi pupuk NPK, produksi tanaman, dan
mitigasi kehilangan karbon pada sistem usahatani jagung.
7. Informasi cadangan karbon dari berbagai sistem atau pola usahatani di lahan
kering, basah dan gambut.
b. Jangka panjang
Strategi pengelolaan lahan kering, basah dan gambut, dan reklamasi dan/atau
rehabilitasi lahan terdegradasi untuk usahatani berkelanjutan yang
berproduktivitas tinggi, rendah erosi dan emisi, dan efisien karbon.
1.5. Perkiraan manfaat
Mencegah degradasi lahan pertanian dan mitigasi kehilangan karbon dari aktivitas
usahatani dalam rangka ketahanan pangan sekaligus mitigasi dan adaptasi terhadap
proses pemanasan global dan perubahan iklim yang sedang berlangsung saat ini
dan diperkirakan akan terus berlanjut untuk masa yang akan datang.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
a. Kerangka Teoritis
Lahan sub-optimal (LSO) dapat didefinisikan sebagai lahan yang kurang dapat
mendukung berbagai kegiatan terkait dengan produksi pangan karena kekurangan
satu atau lebih unsur atau komponen pendukungnya seperti: lahan bekas tambang,
lahan pasang surut, lahan rawa, lahan kering masam. Menurut International Soil
Reference and Information Center (ISRIC) 46,4% tanah di Asia telah terdegradasi
dan mengalami penurunan produktivitas karena telah mengalami kemunduran fungsi
biologis tanah. Sebesar 15,1% tanah tersebut tidak bisa lebih lama dipakai sebagai
tanah pertanian karena telah kehilangan fungsi biologisnya.
Akibat pengelolaan hara yang kurang tepat serta tidak digunakannya bahan organik
sebagai salah satu input, mengakibatkan telah banyak terjadi penurunan kadar bahan
organik tanah di lahan sawah dan lahan usahatani di laan kering. Hasil kajian yang
dilakukan Kasno et al. (2003) menunjukkan bahwa sekitar 65% tanah sawah di Indonesia
berkadar C-organik di bawah batas kritis (< 2%), dan hanya 35% yang berkadar C-organik
> 2 %, inipun terjadi pada lahan sawah yang bergambut. Hasil kajian Balai Penelitian Tanah
menunjukkan 49,5% lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten Karawang mempunyai
kadar bahan organik rendah dan rendah-sedang, 30,6% lahan sawah berkadar bahan
organik sedang-tinggi dan tinggi, serta sisanya (19,9%) berkadar bahan organik sedang
(Laporan Tahunan 2009, hal 104). Kadar bahan organik tanah berkorelasi positif dengan
produktivitas tanaman padi sawah dimana makin rendah kadar bahan organik makin rendah
produktivitas lahan (Karama et al., 1990).
Pada kondisi lapang saat ini, jerami padi belum optimum dimanfaatkan,
jerami lebih banyak ditumpuk di pematang dan dibakar, bahkan sebagian besar
penggunaan jerami padi bersaing dengan penggunaan lain seperti untuk pakan
ternak dan bahan pembuatan jamur. Sehingga pemanfaatan jerami padi hanya
berupa tunggul batang padi atau sisa hasil panen yang tertinggal di sawah. Pada sisi
lain, jerami sebenarnya berpotensi sebagai sumber C-organik bagi hayati tanah dan
sumber hara tanaman, dan secara berkala selalu tersedia. Pada umumnya, setiap
panen dihasilkan jerami rata-rata sebanyak 1,5 kali hasil gabah. Oleh karena itu
pengembalian jerami perlu dilakukan oleh para petani di setiap lahan sawah pada
8
setiap musim tanam. Dengan demikian disadari atau tidak sebenarnya petani tlah
menerapkan prinsip pengelolaan hara terpadu pada lahan sawahnya.
Ketepatan pengelolaan tanah juga akan memperbaiki komunitas hayati tanah,
sehingga dapat mengembalikan peranan hayati tanah bagi kesuburan tanah-
tanaman. Aktivitas berbagai komunitas hayati tanah seperti mikroorganisme,
mikroflora, dan fauna tanah saling mendukung bagi keberlangsungan proses siklus
hara, membentuk biogenic soil structure (Witt, 2004) yang mengatur terjadinya
proses-proses fisik, kimia, dan hayati dalam tanah. Berbagai mikroorganisme dapat
meningkatkan kesuburan tanah, melalui produksi berbagai senyawa penting, seperti
zat organik pelarut hara, fitohormon, dan antipatogen. Beberapa mikroba diazotorop
endofitik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan melindungi strees
tanaman melalui hasil proses metabolisme seperti zat tumbuh alami, meningkatkan
ketersediaan hara dan bahan organik, sekresi senyawa antimikroba dan hama.
Kemampuan mikroba dalam menambat N2, melarutkan P tak tersedia menjadi
tersedia, menghasilkan zat tumbuh alami, merombak bahan organik, ini merupakan
sala satu peran penting mikroba dalam meningkatkan kesuburan tanah.
Limbah tanaman dari aktivitas usahatani seperti jerami atau biomasa lainnya
sebenarnya merupakan potensi sumberdaya pakan berserat yang sangat diperlukan
dan sesuai untuk ternak sapi dan ruminansia lainnya. Sebagai contoh, Luas panen
padi sawah irigasi di Indonesia sekitar 12 juta ha setiap tahun, sehingga ada potensi
penyediaan jerami padi sebesar 48 juta t/tahun (Haryanto, 2009). Di banyak
daerah, limbah pertanian tanaman pangan seperti jerami padi tersebut, belum
dimanfaatkan sebagaimana mestinya, seperti sebagai sumber pakan ternak, bahkan
kebanyakan petani membakarnya. Hal ini berarti memaksa bahan organik atau
karbon hilang dari lahan, pada hal kalau dimanfaatkan untuk pakan ternak akan
memperpendek siklus karbon pada lahan tersebut, karena kotoran dari ternak yang
berasal dari tanaman tersebut dapat di kembalikan ke lahan.
Efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk juga sangat dipengaruhi oleh
kadar C-organik tanah. Kasno et al., (2003) mengemukakan bahwa kadar C-organik
lahan sawah intensifikasi yang berkadar < 2% sekitar 66%. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bawa penambahan jerami padi pada tanah tergenang dapat
meningkatkan ketersediaan N-NH4+ jauh lebih tinggi dibandingkan pemberian
9
kompos jerami. Selanjutnya juga disampaikan bahwa pemberiaan bahan organik
(jerami padi dan kompos jerami padi) ke dalam tanah tergenang dapat
meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase dalam penambat N2, sebagai sumber N
yang dapat digunakan tanaman padi pada fase generatif.
Sisa tanaman (jerami padi), hewan, atau juga sisa jutaan makhluk kecil yang
berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan
sumber bahan organik yang sangat potensial bagi produktivitas tanah. Apabila
bahan tersebut dikelola dengan baik, akan sangat berguna untuk perbaikan sifat
fisik, kimia dan hayati tanah, dan sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan. Sebelum mengalami proses perombakan atau dekomposisi, sisa hewan
dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih terikat
dalam bentuk organik yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Dengan adanya
dekomposisi, bahan organik akan dipecah menjadi bahan-bahan yang lebih
sederhana dan menyediakan unsur hara yang berguna bagi tanaman. Pirngadi
(2009) menyatakan bahwa penggunaan bahan organik dapat meningkatkan hasil
padi secara nyata (16%).
Limbah tanaman pangan seperti jerami atau biomasa lainnya juga merupakan
potensi sumberdaya pakan berserat yang sangat diperlukan dan sesuai untuk ternak
sapi dan ruminansia lainnya. Sebagai contoh, Luas panen padi sawah irigasi di
Indonesia sekitar 12 juta ha setiap tahun, sehingga ada potensi penyediaan jerami
padi sebesar 48 juta t/tahun (Haryanto, 2009). Di banyak daerah, limbah pertanian
tanaman pangan seperti jerami padi tersebut, belum dimanfaatkan sebagaimana
mestinya, seperti sebagai sumber pakan ternak, bahkan petani kebanyakan
membakarnya. Hal ini berarti memaksa bahan organik atau karbon hilang dari lahan,
pada hal kalau dimanfaatkan untuk pakan ternak akan memperpendek siklus karbon
pada lahan tersebut, karena kotoran dari ternak yang diberi pakan dari sisa tanaman
tersebut dapat kembali ke lahan.
Disamping jerami padi, masih tersedia jerami jagung dan sisa tanaman
kedelai, kacang tanah, kacang hijau maupun ubi jalar dan ubi kayu. Data tahun
2006 menunjukkan luas panen jagung mencapai 3,8 juta ha, kedelai 0,68 juta ha,
kacang tanah 0,71 juta ha , kacang hijau 0,33 juta ha, ubi kayu 1,16 juta ha dan ubi
jalar 0,17 juta ha (BPS, 2006). Berdasarkan data tersebut Menurut Bamualim et al.,
10
(2008), limbah tanaman pangan dapat menyediakan sekitar 86 juta ton bahan
kering atau setara dengan sekitar 60 juta ton bahan pakan berserat yang berpotensi
untuk dijadikan pakan ternak. Pada sisi lain, kebutuhan pakan berserat seekor sapi
dewasa sekitar 20 kg/hari, atau setara dengan 7 t/tahun. Oleh karena itu potensi
limbah tanaman padi saja sebenarnyanya mampu mendukung kebutuhan pakan
berserat untuk sekitar 7 juta ekor sapi dewasa sepanjang tahun. Jumlah tersebut
setara dengan aset senilai Rp 35 trilliun, dengan asumsi harga sapi dewasa Rp 5 juta
per ekor (Haryanto, 2009).
Pupuk juga merupakan sala satu sarana produksi yang sangat penting dalam
upaya peningkatan produksi tanaman. Saat ini rekomendasi pemupukan masih
bersifat umum belum didasarkan pada status hara tanah dan kebutuhan hara oleh
tanaman, padahal status hara tanah sangat bervariasi, misalnya P dan K lahan
sawah intensifikasi sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi (Adiningsih et al.,
1992; Moersdidi et al., 1990). Lahan sawah intensifikasi yang telah dipetakan
sebanyak 18 propinsi di Indonesia, sebagian besar lahan sawah tersebut berstatus P
sedang dan tinggi (43 dan 40%), dan bersatatus K sedang dan tinggi (37 dan 51%).
Berkaitan dengan kondisi tersebut, seharusnya rekomendasi pemupukan P dan K
lahan sawah intensifikasi adalah 50-75 kg SP-36 dan 50 kg KCl/ha.
Pemanfaatan kemampuan hayati tanah (pupuk hayati) bila dipadukan dengan
penggunaan pupuk anorganik merupakan inovasi teknologi yang paling tepat bagi
usaha meningkatkan dan mempertahankan produksi tanaman padi. Teknologi
tersebut merupakan teknologi yang ramah lingkungan, pengunaan pupuk anorganik
yang efisien, dan produktivitas berkelanjutan. Teknologi ini didasarkan atas
penggunaan pupuk anorganik secara rasional yaitu berdasarkan atas sifat tanah
(terutama kadar hara) dan kebutuhan tanaman, pemanfaatan hayati tanah unggul,
dan penggunaan bahan organik insitu.
Utuk mengatasi permasalahan semakin banyaknya lahan yang terdegradasi
sehingga produktuvitas juga semakin menurun maka diperlukan upaya
ekstensifikasi. Pemanfaatan lahan bekas penambangan untuk perluasan areal
pertanian merupakan salah satu alternatif pilihan karena semakin terbatasnya
ketersedian lahan yang dapat dimanfaatkan saat ini. Namun, sebelum dimanfaatkan
untuk usaha pertanian, maka upaya reklamasi perlu dilakukan terlebih dahulu untuk
11
meningkatkan daya dukung dan daya gunanya bagi produksi biomas. Kondisi lahan
bekas tambang biasanya tidak berstruktur, dan memiliki tingkat kesuburan yang
rendah, kandungan bahan organik rendah sehingga aktivitas mikroba juga renda.
Pada lahan bekas tambang, permukaan lahan yang berupa timbunan berasal dari
lapisan tanah bawah yaitu berupa lapisan horizon C ataupun bahan induk (. Dalam
kondisi tanah demikian tanaman pangan tidak mampu tumbuh dengan baik, karena
terbatasnya penetrasi akar ke dalam tanah untuk mendapatkan air dan nutrisi.
Akibat adanya pembentukan kerak (crust formation) dan peningkatan kekuatan
tanah ketika tanah menjadi kering pada lahan bekas tambang menyebabkan air
infiltrasi seperti curah hujan dan irigasi menjadi sulit menembus permukaan tanah
karena adanya penutupan pori, perkecambahan benih tanaman juga menjadi
terhambat.
b. Hasil-hasil Penelitian
Fenomena penurunan produktivitas lahan kering terjadi tidak saja di Indonesia,
tetapi juga berlangsung di negara-negara lain di Asia. Faktor utama penyebab
menurunnya produktivitas lahan tersebut diduga terkait erat dengan penurunan
bahan organik tanah. Hasil penelitian Badan Litbang Pertanian (2006) menunjukkan
bahwa hampir semua lahan kering di Indonesia memiliki kandungan bahan organik
rendah sampai sangat rendah (C<2%). Sejalan dengan temuan tersebut, dugaan
lainnya menyatakan bahwa penurunan produktivitas lahan kering disebabkan oleh:
(1) penurunan kuantitas dan kualitas bahan organik tanah, (2) penurunan kecepatan
penyediaan unsur hara terutama N, P, dan K kedalam bentuk tersedia bagi tanaman,
(3) penimbunan senyawa-senyawa toksik bagi tanaman, dan (4) menurunnya
ketersediaan hara di dalam tanah.
Sistem usaha tani yang umum berkembang saat ini dan sangat dianjurkan
adalah integrasi tanaman – ternak, sistem ini pada prinsipnya adalah
mengintegrasikan seluruh komponen usaha tani baik secara horizontal maupun
vertikal, sehingga tidak ada limbah yang terbuang (Dwiyanto dan Haryanto, 1999).
Sistem ini sangat ramah lingkungan dan mampu memperluas sumber pendapatan
dan menekan resiko kegagalan (Nitis, 1995; Adnyana, 2005). Sisa tanaman semusim
(tanaman pangan) berupa jerami, berpotensi dapat digunakan sebagai pakan ternak
yang baik. Pada sisi lain, limbah ternak berupa kotoran hewan (kohe) dapat
12
dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah dan pupuk bagi tanaman.
Semua limbah ternak dan pakan dapat diproses secara in-situ, untuk menghasilkan
gas-bio sebagai alternatif energi. Residu pembuatan gas bio ini, dalam bentuk
kompos merupakan sumber pupuk organik yang sangat dibutuhkan tanaman,
sekaligus menjadi pembenah tamah (soil amandement) (Haryanto, 2009).
Hasil penelitian Purwani et al., (2008) pada pengomposan pupuk kandang
sapi dengan menggunakan aktivator biodekomposer MDec dalam waktu 3 minggu
meningkatkan status hara K kompos dari 0,84% menjadi 3,51% dibandingkan pupuk
kandang sapi yang ditumpuk oleh petani selama 3-6 bulan kadar hara K mencapai
2,56%. Beberapa peneliti juga tela melaporkan bawa hasil pengomposan jerami
meningkatkan kandungan P, Ca, Mg total dan P, K, Ca, Mg larut air. Penggunaan
Trichoderma dan bakteri pada pengomposan dapat meningkatkan kandungan hara
kompos P2O5 dan K2O. Terliat jelas disini bahwa integrasi ternak dan tanaman pada
sistim usaha tani memberikan manfaat yang lebih bila dibandingkan dengan hanya
menggunakan tanaman.
Pada kondisi lain, inisiasi perakitan teknologi peningkatan produktivitas lahan
terdegradasi melalui pemanfaatan ameliorasi tanah, bahan organik dan pupuk hayati
juga telah dimulai pada dekade 1990-an. Pengembalian jerami ke petakan sawah
misalnya dapat menunda pemiskinan unsur hara K dan Si, seperti dilaporkan oleh
Adiningsih (1984) dengan mengembalikan jerami padi sebanyak 5 ton/ha/musim
dan dilakukan berturut-turut selama 4 musim tanam, selain dapat mensubstitusi
keperluan pupuk K, produksi padi juga meningkat melalui perbaikan sifat kimia
(peningkatan kadar C-organik, N, P, K, Mg, Si) dan fisika tanah berupa peningkatan
agregat. Secara kuantitatif, sumbangan unsur hara dari jerami tersebut setara
dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1700 kg C-organik/ha
Pengembalian jerami ke lahan sebanyak 5 ton/ha secara berturut-turut selama
6 musim tanam pada tanah sawah Latosol Cicurug, Sukabumi dapat meningkatkan
hasil gabah menjadi 7 ton/ha. Selain itu, efisiensi pupuk N dan P juga meningkat.
Pada lokasi lainnya, lahan sawah intensifikasi di Sumatera Barat, dengan pemberian
jerami sebanyak 5 ton/ha kombinasi dengan pupuk N, P, dan K serta dolomit dapat
meningkatkan hasil gabah setinggi 40% atau setara dengan 1,7 ton gabah/ha.
13
Kemudian pengembalian jerami yang dikombinasikan dengan 5 ton pupuk
kandang/ha bisa meningkatkan hasil padi sebanyak 1,0 ton/ha (Adiningsih, 1986).
Hasil kajian lain juga melaporkan bawa penggunaan kompos, pupuk NPK, dan
pupuk hayati pada sistim usaha tani memperlihatkaan hasil bahwa penggunaan
NPK-tunggal (berupa urea, SP-36, dan KCl), NPK 15-15-15, dan NPK 20-10-10
memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang relatif sama, tetapi penggunaan
NPK 30-6-8 memberikan pertumbuhan tanaman dan hasil padi yang paling rendah
(Balittanah, 2011). Sedangkan penggunaan pupuk hayati + kompos 2,5 t/ha + ½
(NPK)-rekomendasi pada sistem budidaya pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
maupun konvensional (praktek petani) memberikan hasil nyata lebih tinggi
dibanding dengan yang hanya pemberian kompos 5 t/ha ataupun demikian pula
pada penggunaan mikroorganisme lokal (MOL) pada system rice intensification
(SRI). Informasi ini memberikan indikasi bahwa kombinasi penggunaan bahan
organik, pupuk hayati (mikroba yang unggul/hasil seleksi), dan pupuk anorganik ½
dosis rekomendasi pada tanah sawah merupakan kombinasi yang paling ideal bagi
budidaya tanaman padi sawah (Balittanah, 2011).
Pemanfaatan bahan organik berupa tanaman leguminosa yang berkemampuan
memfiksasi N udara seperti Crotalaria juncea, Azolla mycrophyla, dan Sesbania
rostrata pada lahan sawah menunjukkan peningkatan hasil padi yang nyata.
Pembenaman Sesbania rostrata (berumur 45 hari) yang tahan genangan dan
membentuk bintil pada batangnya dapat menyumbangkan biomas sekitar 12,5
ton/ha setara dengan 75 kg N/ha atau mensubstitusi lebih dari 50% takaran anjuran
Urea (Adiningsih, 1988). Demikian pula dengan Azolla mycrophyla yang
ditumbuhkan bersama-sama padi sawah dan dibenamkam secara berkala dapat
menyumbangkan sekitar 40 ton/ha biomas yang setara dengan 60 kg N/ha serta
meningkatkan KTK dan C-organik tanah (Prihatini dan Komariah, 1988).
Penggunaan pupuk hayati yang sedang berkembang pada usaha tani saat ini
adalah mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan bioaktivator jerami. Substansi
yang dihasilkan oleh campuran bakteri penambat nitrogen dapat memicu
pertumbuhan akar tanaman padi (Saraswati et al., 1992). Bakteri diazotrop yang
berasosiasi dengan tanaman padi melalui penambatan nitrogen dapat memperbaiki
nutrisi N, produksi fitohormon, merubah fisiologi dan morfologi akar sehingga bisa
14
meningkatkan biomasa akar dan lebih banyak mengekploitasi volume tanah,
meningkatkan serapan hara, pertumbuhan dan produksi tanaman (Bastian et
al.,1998).
Berkaitan dengan pemanfaatan lahan bekas tambang untuk usaha pertanian,
di daerah Perlang, Kabupaten Bangka Tengah, telah mulai menginisiasinya dengan
memanfaatkan lahan berupa semak dan sebagian lagi lahan yang telah direklamasi
dengan tanaman Acasia mangium. Kondisi lahan umumnya agak landai dengan
lereng 3-12%, permukaan tanah tidak teratur, tanah umumnya berpasir yaitu terdiri
dari campuran bahan induk dan bahan galian, tekstur pasir berlempung sampai
lempung liat berpasir. Pada lahan sawah yang baru dicetak tersebut perlu
penambahan bahan tanah berliat sebanyak 1.000 ton/ha dan bahan organik (pupuk
kandang) 10 ton/ha untuk media tumbuh tanaman padi. Dosis pupuk yang
direkomendasikan untuk padi sawah adalah 200 kg Superphos, 100 kg KCl, dan
1000 kg dolomit, dan pemberian urea awal sebanyak 100 kg/ha. (Subarja, et. al.,
2010 ). Varietas padi yang sudah dicobakan diantaranya adalah Inpara 3, Inpari 8,
dan Lambur. Hasil penelitian awal di lahan bekas tambang menunjukkan bahwa
varietas Ciherang mengalami keracunan besi tertinggi dengan jumlah daun kuning
sebanyak 10,88% dan jumlah akar yang berwarna coklat kemerahan sebanyak
53,33%, sedangkan tingkat keracunan besi yang terendah dialami oleh varietas
mendawak, dengan jumlah daun kuning sebanyak 6,43% dan jumlah akar berwarna
coklat kemerahan sebanyak 13,33%. Varietas Banyuasin, IR-64, dan Inpara 2
cukup baik dikembangkan dilahan sawah bekas galian timah dengan produktivitas
masing-masing sebesar 3,71t/ha; 3,13 t/ha; dan 2,88 t/ha. Peningkatan produksi
padi dilahan bekas galian timah dapat ditingkatkan melalui penambahan bahan
organik, kapur, pupuk anorganik dan perbaikan sistem pengairan ( Asmarhansyah,
et al. 2011).
Pada aktivitas usaha tani di DAS, penerapan sistem usahatani konservasi sangat efektif
dalam mengendalikan erosi. Efektivitas pengendalian erosi rata-rata tergantung pada curah
hujan, kemiringan lahan, jenis tanah dan jenis teknik konservasi tanah yang diterapkan,
serta lama penerapannya (Haryati et al., 1995). Peningkatan produksi dan pendapatan rata-
rata dapat dicapai pada 2 sampai 6 tahun setelah pembuatan/penerapan teknik konservasi
tanah, namun demikian hasil tersebut tergantung pada sistem usahatani yang diterapkan
(Haryati, 2000).
15
III. METODOLOGI PENELITIAN
1.1. Pendekatan/kerangka pemikiran
Penelitian ini terdiri dari beberapa penelitian baru dan lanjutan dengan
beberapa kegiatan lanjutan yang akan dimulai pada tahun 2013. Tujuan akhir
kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas lahan dan reduksi kehilangan
karbon dan/atau emisi GRK pada sistim usaha pertanian serta pemulihan lahan-
lahan bekas tambang untuk usaha pertanian. Penggunaan teknologi yang tepat,
mudah dan sederhana dalam mengelola daerah aliran sungai (DAS), menekan laju
degradasi lahan, pemulihan lahan terdegradasi dan mengevaluasi dinamika dan
keseimbangan karbon, serta memprediksi kehilangan karbon dan/atau emisi GRK
pada sistim usaha pertanian merupakan faktor penting dalam manajemen usahatani
yang berkelanjutan. Effisiensi penggunaan pupuk, mengurangi penggunaan energi,
dan manajemen pengelolaan lahan dan residu tanaman yang tepat pada aktivitas
usaha pertanian merupakan upaya terukur yang dapat memitigasi degradasi lahan
dan kehilangan karbon serta emisi GRK dari sistim usaha pertanian.
3.2. Ruang lingkup kegiatan
Pada tahun anggaran 2013 RPTP berjudul “Penelitian Pengembangan
Teknologi Pemulihan Lahan Terdegradasi dan Kualitas Lingkungan” merupakan
kegiatan survey dan penelitian lapang, yang mana dalam pelaksanaannya di lapang
nanti akan dikelompokkan kedalam 4 (empat) aktivitas kegiatan yaitu:
1. Penelitian teknologi pemulihan lahan sawah terdegradasi (Penanggung
Jawab: Ir. Nurjaya, MP):
Sub Kegiatan 1. A. Penelitian Pengelolaan Jerami untuk Meningkatkan
Produktivitas Lahan Sawah
Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok dengan perlakuan,
sebagai berikut:
4. Kontrol ( tanpa jerami)
5. Jerami dikembalikan dalam bentuk kompos-1
6. Jerami dikembalikan dalam bentuk kompos-2
7. Jerami dikembalikan dalam bentuk kompos-1+ pupuk hayati
8. Jerami dikembalikan dalam bentuk kompos-2 + pupuk hayati
9. Jerami segar disebar dan dikomposkan in situ (dekomposer 1/padat)
16
10. Jerami segar disebar dan dikomposkan in situ (dekomposer 1/cair)
11. Jerami segar dibar dan dikomposkan in situ (dekomposer 1/padat) + pupuk
hayati
12. Jerami segar disebar dan dikomposkan in situ (dekomposer 1/cair) + pupuk
hayati
13. Jerami segar
14. Jerami dibakar
15. Pupuk kandang
Sub Kegiatan 1.B. Penelitian Pemulihan Kesuburan Tanah Sawah
Terdegradasi
Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok, 8 perlakuan, 3
ulangan. Perlakuan adalah sebagai berikut :
1. Kontrol lengkap (tanpa input)
2. NPK rekomendasi uji tanah
3. NPK rekomendasi + jerami dikomposkan dekomposer 1
4. NPK rekomendasi + jerami dikomposkan dengan dekomposer 2
5. NPK rekomendasi + jerami segar
6. 75 % NPK rekomendasi + kompos jerami (dekomposer 1)
7. 75 % NPK rekomendasi + kompos jerami (dekomposer 2)
8. 75 % NPK rekomendasi + jerami segar
2. Rehabilitasi lahan sawah bekas tambang timah untuk perbaikan
produktivitas lahan dan lingkungan.
(Penanggung Jawab: Ir. Mas Deddy Erfandi)
Sub Kegiatan 2.A. Identifikasi Lahan Sawah Bekas Tambang Timah Untuk Perbaikan Produktivitas lahan dan Lingkungan.
Lokasi penelitian di Provinsi Bangka Belitung pada lahan bekas
tambang timah. Penelitian dengan metode survei dengan pengamatan sifat
kimia, fisika dan biologi tanah. Pengamatan tanah dilakukan pada lahan sawah
yang produksi padi rendah, sedang, dan tinggi. Sebagai pembanding, diamati
lahan yang belum di jadikan sawah. Contoh diambil secara komposit untuk
17
kimia dan berupa tanah utuh untuk fisika dan contoh biologi untuk aktivitas
mikrobia. Dalam pengamatan dilakukan wawancara dengan petani dengan
metoda focus group dicussion (FGD), tanpa kuesioner terstruktur, dengan topik
yang disesuaikan dengan responden.
Sub Kegiatan 2.B. Teknologi Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Timah Untuk Meningkatkan Produksi
Penelitian dilakukan pada lahan sawah bekas tambang timah
yang berlokasi di Provinsi Bangka Belitung. Rancangan yang digunakan adalah
Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Ukuran petak 6 m x 6 m. Varietas padi yang
digunakan adalah varietas yang sudah adaptif di lokasi. Adapun perlakuan
adalah sebagai berikut;
6. Pembenah tanah + pupuk berimbang
7. Pembenah tanah + pupuk petani
8. Pembenah Tanah + inokulasi mikroba tanah (pupuk hayati)
9. Pembenah tanah + tanpa inokulasi mikroba
10. Tanpa pembenah tanah + pupuk berimbang
11. Tanpa pembenah tanah + inokulasi mikroba tanah (pupuk hayati)
12. Tanpa pembenah tanah + pupuk petani + tanpa mikroba tanah (Kontrol)
13. Tanpa pembenah tanah + tanpa pupuk + tanpa pupuk hayati (Kontrol Negatif)
3. Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan Kering Daerah Aliran Sungai
(Penanggung Jawab : Dr. Irawan)
Pada kegiatan ini, ada dua sub kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu:
Sub kegiatan 3.a: Merupakan penelitian yang dilaksanakan pada lahan
petani di lahan kering daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) dengan kemiringan lahan 8 – 15 %. . Penelitian
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), dengan 5 perlakuan dan 3
ulangan. Perlakuan yang akan diuji adalah :
1. Kontrol (cara petani ) (V-0)
2. Strip rumput Vetiver, hasil pangkasan dimulsakan (V-1)
3. Strip rumput Vetiver + mulsa vertikal (V-2)
4. Strip rumput pakan , hasil pangkasan ke ternak (V-3)
5. Strip rumput pakan + mulsa vertikal (V-4)
18
Sub kegiatan 3.b: Merupakan penelitian lanjutan dari kegiatan tahun 2012, yaitu
penelitian peningkatan produktivitas laan sawah di DAS hulu di Nusa Tenggara
Barat.
Kegiatan penelitian ini di seting di lapangan dalam bentuk percobaan split plot
dengan perlakuan:
Petak Utama : 1. Tanpa teknik konservasi vegetatif, dan 2. Dengan teknik
konservasi vegetatif.
Sub plot : 1. Pemupukan 50% dosis NPK PUTS, 2. Pemupukan 100% dosis NPK
PUTS, dan 3. Pemupukan 150% dosis NPK PUTS.
Sub sub plot : 1. Tanpa pupuk organik, 2. Pupuk kandang + M-DEC, dan 3.
Jerami + M-DEC
4. Penelitian pengelolaan lahan pada berbagai sistem usahatani berbasis
efisien karbon
(Penanggung Jawab : Dr. Maswar):
Sub Kegiatan 4. A. Mengevaluasi pengaruh bahan organik kompos kotoran
hewan (kohe) yang berasal dari dua proses komposting yang berbeda yaitu
proses/sisa biogas dan dari proses pengomposan kering terhadap effisiensi
penggunaan pupuk anorganik (NPK), produktivitas lahan dan reduksi emisi GRK
pada sistem usahatani jagung pada lahan kering masam, di kebun percobaan
Taman Bogo, Lampung Timur.
Merupakan penelitian lapang yang akan membandingkan pengaruh beberapa
kombinasii perlakuan bahan organik dengan dosis pupuk anorganik (NPK)
terhadap produksi jagung, potensi reduksi emisi GRK. Penelitian di lapang akan
di seting dalam bentuk rancangan acak kelompok dengan perlakuan yaitu:
1. Kompos pupuk kandang hasil proses pengomposan kering, dosis 5 ton/ha
2. Kompos pupuk kandang hasil proses pengomposan basah (sisa bio gas), dosis 5
ton/ha.
3. Kompos pupuk kandang hasil proses pengomposan kering dosis 5 ton/ha + pupuk
NPK dosis 50% rekomendasi.
19
4. Kompos pupuk kandang hasil proses pengomposan kering dosis 5 ton/ha + pupuk
NPK dosis 75% rekomendasi.
5. Kompos pupuk kandang hasil proses pengomposan basah (sisa bio gas) dosis 5
ton/ha + pupuk NPK dosis 50% rekomendasi
6. Kompos pupuk kandang hasil proses pengomposan basah (sisa bio gas) dosis 5
ton/ha+ pupuk NPK dosis 75% rekomendasi.
Sub Kegiatan 4. B. Menghitung nilai rata-rata cadangan karbon (carbon stock),
darii berbagai sistem usaha tani di Kebun Percobaan Taman Bogo dan beberapa
sistem usaha tani yang ada di lahan gambut di Provinsi Riau, untuk melengkapi
basis data (default value) untuk perhitungan dan penyusunan Rencana Aksi
Nasional, dan Rencana Aksi Daera - Gas Ruma Kaca (RAN dan RAD-GRK).
20
IV. ANALISIS RISIKO
4.1. Daftar Risiko
No.
RISIKO PENYEBAB DAMPAK
1. Bencana alam Banjir/kekeringan
Gagal panen
2. Musim tanam II terlambat Perubahan musim
Panen II bergeser ke tahun 2014
3. Kenaikan harga barang/jasa
Krisis ekonomi Dana penelitian tidak cukup
4. Faktor kondisi lapang yang ektrim, seperti iklim dan hama penyakit
Tidak tersedia air, serangan hama dan/atau penyakit
Penelitian gagal atau data tidak valid
4.2. Daftar Penanganan Risiko
No.
RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO
1. Bencana alam Banjir/kekeringan
Pindah lokasi/data seadanya
2. Musim tanam terlambat Perubahan musim
Dana untuk pemeliharaan/panen II disediakan pada tahun 2013
3. Kenaikan harga barang/jasa
Krisis ekonomi Perlakuan percobaan, lokasi kegiatan atau parameter pengamatan dikurangi sesuai dengan kemampuan pendanaannya.
4. Faktor kondisi lapang yang ektrim, seperti iklim dan hama serta penyakit
Tidak tersedia air, serangan hama dan/atau penyakit
Perlu koordinasi yang baik dengan staf lapang, serta dukungan dana yang cukup.
21
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA
5.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
Nama lengkap, Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam
kegiatan
Alokasi waktu (OB)
Fungsional Struktural
Dr. Ir. Maswar,M.Agric.Sc
NIP. 19620527 199303 1 001
Peneliti Muda - Penanggungjaw
ab RPTP dan ROPP
4
6
Dr. Irawan MSi NIP. 19581128 198303 1 002
Peneliti Madya - enanggungjawa
b ROPP 3
4
Ir. Nurjaya MP NIP. 19600826 199303 1 001
Penelity Madya - Penanggungjawab ROPP 1
4
Ir. Mas Deddy Erfandi
NIP. 19580821 198803 1 001
Peneliti Madya - Penanggungjaw
ab ROPP 2 4
Dr. Neneng L Nurida
NIP. 19631229 199003 2 001
Peneliti Madya - Anggota 3
Dr. Umi Haryati NIP. 19601017 198903 2 001
Peneliti Madya - Anggota 3
Dr. I G Putu Wigena
NIP. 19581231 198703 1 004
Penelity Madya - Anggota 3
Ir. Yoyo Soelaiman MS
NIP. 19540201 198202 1 001
APU - Anggota 3
Setiari Marwanto, MS NIP. 19770713 200212 1 003
Peneliti Pertama - Anggota 3
Dr. Sukristiyonubowo, MSc NIP. 19591210 198503 1 003
Peneliti Madya Anggota 3
Ir. A. Kasno, MSi.
NIP. 19600119 198303 1 001 Peneliti Madya Anggota
3
Dr. Etty Pratiwi. NIP. 19630419 199203 2 001
Peneliti Muda - Anggota 3
Ir. Jati Purwani, Msi
NIP. 19620304 199203 2 001
Peneliti Madya - Anggota 3
Ir. Tagus Vadari
NIP. 19591005 198903 1 001 Peneliti
Konservasi
- Anggota 3
Surono SP. NIP. 19800516 200801 1 008
Peneliti Pertama - Anggota 3
Ir. Jati Purwani, MS
NIP 19620304 199203 2 001
Peneliti Muda - Anggota 3
Ibrahim Adamy Sipahutar, SP
NIP. 19740305 200501 1 002
Peneliti Pertama - Anggota 3
Ir. Isak Juarsah NIP. 19570912 198102 1 001
Peneliti Madya - Anggota 3
Rahmah Dewi Yustika, SP, MSi.
NIP. 19591210 198503 1 003
Peneliti Pertama - Anggota 3
Ridha Nurlaily, Teknisi - Anggota 3
Endang Hidayat, Teknisi - Anggota 3
Koko Kusuma Sumantri, SP Teknisi - Anggota 3
Dr. Ir. Sri Rochayati, MSc Peneliti Muda Ka. Balai Nara Sumber 1
22
Nama lengkap, Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam
kegiatan
Alokasi waktu (OB)
Fungsional Struktural
Sunarya, Teknisi - Anggota 3
Eri Nurvitasari, A.Md Teknisi - Anggota 3
Agus Sutarman. Teknisi - Anggota 3
Darsana Sudjarwadi Teknisi - Anggota 3
Kartiwa Teknisi - Anggota 3
Suparjan Teknisi - Anggota 3
Subardi Teknisi - Anggota 3
5.2. Jadwal Palang
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
5. Pembuatan proposal dan rencana kegiatan
x
6. Persiapan dan pemilihan lokasi kegiatan
x
x
7. Penanaman, Perawatan, Pengambilan sampel tanah dan tanaman serta analisa laboratorium dan Survey lapang
x
x
x
x
x
x
x
8. Analisis data dan pelaporan
x x x x x
5.3. Pembiayaan
Tolok Ukur
Triwulan Total
x 1000 I II III IV
Belanja Bahan(521211) 41.425,0 41.425,0 41.425,0 41.425,0 165.700,0
Honor Output Kegiatan (521213)
48.950,0 48.950,0 48.950,0 48.950,0 195.800,0
Belanja barang non
operasional lainnya(521219)
21.500,0 21.500,0 21.500,0 21.500,0 86.000,0
Belanja sewa(522141) 5.237,5 5.237,5 5.237,5 5.237,5 20.950,0
Belanja perjalanan lainnya
(524119)
82.250,0 82.250,0 82.250,0 82.250,0 329.000,0
Jumlah 797.450,0
23
VI. DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, A. And J Sri Adiningsih. 2000. Indonesia’s Lowland Rice Production and its Fertility Management. International Workshop on Improving Soil Fertility Management in South East Asia, Bogor, Indonesia:21-23. November 2000 (Unpublished).
Adiningsih,J. 1984. Pengaruh Beberapa Faktor terhadap Penyediaan Kalium Tanah Sawah Daerah Sukabumi dan Bogor. Disertasi Doktor pada Fakultas Pascasarjana IPB.
Adiningsih, J. Dan S. Rochayati. 1986. Peranan Bahan Organik dalam Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk dan Produktivitas Tanah. Dalam Pros. Lokakarya Nasional Pengunaan Pupuk, Cipayung, Nopember 1987. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal. 16-17. Bogor.
Adinigsih, J., M. Sudjadi, S. Rochayati. 1988. Organic Matter Management to Increase Fertilizers Efficiency and Productivity. Proc. of The ESCAP/FAO-TCDC Regional Seminar the Use of Recycled Organic Matter, Chengdu, China, 4-14 May 1988.
Adiningsih, J. 1992. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama.
Adnyana, M.O. 2005. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak bebas limbah di KP Muara. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.
Anonim 2011. Soil contribution to agriculture, the carbone quation & climate change. Agriculture Practice Affecting soil organic Matter content. Tuesday, 23 August 2011.
Asmarhansyah, Issukindarsyah, Miranti D. Pertiwi, Adhe Phoppy. 2011. Pengkajian system pengelolaan hara tanah dan percepatan usahatani pertanian pasca pertambangan timah.Senin, 31 Oktober 2011 10:50.
Balai Penelitian Tanah, 2011. Laporan Tahunan. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Bamualim, A., Kuswandi, A. Azahari, dam B. Haryanto. 2008. Sistem Usahatani Tanaman – Ternak. Dalam Sistem Integrasi Tanaman Pangan – ternak Bebas limbah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hlm 19 – 33.
Bastian, F., A.Colum, D.Piccoli, V. Lunas, R. Baraldi, Bottini. 1998. Production of Indole-3 acetic Acid and Giberrellines A1 and A3 by Acetobacter diazotrophicus and Herbaspirillum seropediceae in Chemically-defined Culture Media. Plant Growth Regulation.24: 7-11.
Dwiyanto,K dan B.Haryanto. 1999 Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan : Prospek pengembangan Ternak Pola Integrasi (Suatu Konsep Pemikiran & Bahan Diskusi).
Haryanto, B. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak Dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Bebas Limbah (SITT-BL) Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pakan Ternak
24
Ruminansia. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Departemen Pertaniam. Bogor, Maret 2009. ISBN : 978-979-8191-64-0.
Haryati,U.,Haryono dan A. Abdurachman. 1995. Pengendalian Erosi dan Aliran Permukaan serta Produksi Tanaman Pangan dengan Berbagai Teknik Konservasi pada Tanah Typic Eutropepts di Ungaran, Jawa Tengah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 13 : 40 – 50. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Karama, S.S., A.R. Marzuki, dan I. Manwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hal:395-425.
Kasno, A., Nurjaya dan Diah Setyorini. 2003. Status C-organik lahan sawah di Indonesia. Prosiding Kongres Nasional VIII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI). Padang 21-23 Juli 2003.
Lakitan, B. 2009. Pangan 2050. www.ristek.go.id. 27 Desember 2011.
Moersidi, S., Djoko Santoso, M. Soepartini, M. Al-Jabri, J. Sri Ainingsih dan M. Sudjadi. 1989. Peta keperluan fosfat Tanah sawah di Jawa dan Madura 1988. Pemb. Penelitian Tanah dan Pupuk 8, 1989. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Menteri Riset dan Teknologi. 2011. Lahan Subur di Indonesia Kian Minim. www.ristek.go.id. 28 Desember 2011.
Menteri Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah. Deptan 2006.
Nitis, I.M. 1995. Research methodology for semiarid crop-animal system in Indonesia. In Devendra, C. And C. Sevilla (eds). Crop-animal interaction. IRRI Discussion Paper series No. 6. IRRI. Manila. Philippines.
Pirngadi, K. 2009. Peran bahan organik dalam peningkatan produksi padi berkelanjutan mendukung ketahanan pangan nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian: 2 (1). Hal 48-64. Badan Litbang Pertanian.
Purwani, J. R. Saraswati, E. Yuniarti, dan Mulyadi. 2008.. Teknik aplikasi Pupuk Mikroba pada Kacang Tanah di Lahan Kering Iklim Kering Semin, Gunung Kidul Yogyakarta. Prosiding Seminar nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Buku II. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.dan Lingkungan Pertanian. 7-8 November 2007.
Saraswati R, Yuniarti E, Purwani J, Triny S, Sukristyonubowo. 2008. Laporan Akhir. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mikroflora Tanah Multiguna untuk Keberlanjutan produtivitas lahan pertanian. Satker 648680. Balai Penelitian Tanah Bogor.
Subardja. D., A. Kasno, Sutono, dan H. Sosiawan. 2010. Identifikasi dan karaterisasi lahan bekas tambang timah untuk pencetakan sawah baru di Perlang, Bangka Tengah. Makalah diterbitkan pada Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 30 November - 1 Desember 2010. Buku I: Potensi Lahan dan Pengelolaan Lingkungan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
25
Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Witt, B. 2004. Using soil fauna to improve soil health. http://www.hort.agri.umn.edu/ h5015/97papers/witt/html (21-4-2007).