tesiserepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...gambar 8 invasi t.gondii melalui...

137
1 TESIS UJI VALIDITAS KADAR CD4 UNTUK DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI PADA PENDERITA ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME IDA AYU SRI INDRAYANI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA / DENPASAR 2011

Upload: others

Post on 20-Aug-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

1

TESIS

UJI VALIDITAS KADAR CD4

UNTUK DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI PADA PENDERITA

ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME

IDA AYU SRI INDRAYANI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA / DENPASAR

2011

Page 2: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

2

TESIS

UJI VALIDITAS KADAR CD4

UNTUK DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI PADA PENDERITA

ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME

IDA AYU SRI INDRAYANI

NIM : 0614068205

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA / DENPASAR

2011

Page 3: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

3

UJI VALIDITAS KADAR CD4

UNTUK DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI PADA PENDERITA

ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Saraf

Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

IDA AYU SRI INDRAYANI

NIM : 0614068205

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA / DENPASAR

2011

Page 4: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

4

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL :............................................

Oleh:

Pembimbing I :

Prof. Dr. dr. AA Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP :19590215 198510 2 001

Pembimbing II :

Prof. Dr. dr. Ketut Tuti Parwati Merati, SpPD-KPTI

NIP :19481228 197903 2 001

Ketua Litbang Ilmu Penyakit Saraf KPS Ilmu Penyakit Saraf

FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar

Dr. dr. Thomas Eko Parwata,Sp.S (K) dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)

NIP.195404201982111001 NIP. 195610101983121001

Page 5: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

5

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan yang

Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini

merupakan tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program

Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS-I) Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar.

Saya menyadari tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan pikiran, dorongan

semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak, tugas akhir ini tidak

akan terlaksana dengan baik.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Prof. DR. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku pembimbing

utama yang dengan penuh kesabaran dan perhatian selalu memberikan semangat,

dorongan, bimbingan dan saran baik selama penulis mengikuti pendidikan dan khususnya

dalam menyelesaikan tesis ini. Beliau merupakan sosok panutan bagi penulis untuk selalu

berkeinginan untuk maju dan berjuang karena beliau seorang ibu yang membanggakan dan

seorang guru yang patut ditiru. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan

kepada Prof. DR. dr. Ketut Tuti Parwati Merati, SpPD-KPTI selaku pembimbing yang dengan

penuh perhatian dan selalu memberikan dorongan dan saran serta perhatian untuk dapat

menyelesaikan tesis ini.

Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof .DR. dr. Raka Widiana, SpPD-KGH. yang

telah memberikan masukan sejak awal penyusunan rancangan penelitian sampai

penyusunan karya akhir ini dalam bidang statistika.

Terima kasih sedalam dalamnya kepada Prof. DR. drh. I Gusti Kade Mahardika, selaku

Kepala Laboratorium Biologi Molekuler FKH UNUD,drh. Ni Made Ritha Krisna Dewi, drh. I

Gst. Ngurah Narendra Putra, atas kerja kerasnya dan kesabaran, selalu memberikan

semangat dan dorongan di dalam penyelesaian dalam bidang Biologi Molekuler data

penelitian ini.

Terimakasih setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : Prof.

DR. dr. I Made Bakta, SpPD-KHOM. Rektor Universitas Udayana, yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk mengikuti PPDS-I Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana. Prof. DR. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD. Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

mengikuti PPDS-I Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Page 6: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

6

Dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K), Kepala Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, yang senantiasa memberikan bimbingan,

petunjuk dan dorongan sejak awal sampai akhir pendidikan.

Dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu

Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, atas

kesempatan, dorongan dan petunjuk yang diberikan sejak awal sampai akhir pendidikan.

DR. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K), Ketua Litbang Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar atas dorongan, masukan,

petunjuk ,perhatian beliau yang telah selalu memberikan masukan dan bimbingan selama

penulis mengikuti pendidikan dan khususnya memberikan semangat dan dorongan untuk

tegar saat penulis mengikuti ujian akhir nasional.

Ucapan terimakasih kepada I Wayan Kondra, Sp.S(K), dr. I.G.N. Budiarsa, Sp.S, dr. A.A.A.

Laksmidewi, Sp.S(K), dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. A.A.A. Meidiary Sp.S(K), dr. Ketut

Indrasari Utami, Sp.S, dr. Putu Eka Widyadharma, Msc, Sp.S. Supervisor di Bagaian Penyakit

Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, yang telah

memberikan segala arahan dorongan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan ini.

Ungkapan terima kasih yang sedalam -dalamnya kepada dr. A.A.B.N Nuartha Sp.S(K) yang

dengan penuh kesabaran telah memberikan dorongan, semangat bimbingan baik secara

moral dan spiritual selama mengikuti pendidikan khususnya dalam menyelesaikan

pendidikan ini.

Terimakasih setulusnya kepada dr. I.G.N. Purna Putra, Sp.S(K), dr. Anna Marita Gelgel,

Sp.S(K), dr. I B. Kusuma Putra, Sp.S, yang telah memberikan segala arahan dorongan dan

bimbingan selama mengikuti pendidikan ini dan selalu memberikan semangat untuk tetap

maju dalam menyelesaikan tesis ini.

Terimakasih kepada dr. Nyoman Sri Budhayanti, Sp.MK (K), selaku kepala Laboratorium

Biologi Molekuler FK UNUD, dr. Adi Tarini Sp.MK selaku kepala Instalasi Labortorium Biologi

Molekuler RSUP Sanglah Denpasar atas kerjasamanya didalam penyimpanan sampel

penelitian.

Ucapan terima kasih kepada dr. Susilawathi Sp.S, dr. Widiastuti, Sp.S, dr. I Made

Dwijayantara, Sp.S, dr. Irawan Santosa, Sp.S, dr. I Wayan Tunjung, Sp.S, Supervisor di Bagian

SMF Ilmu Penyakit Saraf yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk

menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terimakasih kepada dr. Ngurah Satriawan, dr. desie Yuliani, dr. Mudanayasa, dr. Ni

Putu Witari, dr. Lina Kamelia, dr. Dedy Handaka, dr. Yohanes, dr. Yosi Silalahi, dr. Lusy, dr.

IA. Sri Wijayanti, dr. Widiyantara, dr. Trisna, dr. Imelda, dr. Saktivi, dr. Yogi, dan khususnya

dr. Agus Antara dan teman sejawat lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu

Page 7: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

7

atas kerjasama-nya dalam pengumpulan data penelitian ini dan dorongan selama penulis

menyelesaikan tesis ini.

Rekan-rekan residen, atas pengertian dan kerjasama yang baik selama ini. Semua rekan

paramedis dan tenaga administrasi di lingkungan RSUP Sanglah Denpasar, atas kerjasama

dan bantuannya selama ini

Semua sampel penelitian ini, atas kesediaan dan kerelaan untuk ikut berpartisipasi selama

penelitian ini berlangsung.

Ayahnda mertua I.B Tresna dan ibu mertua jero Taman terimakasih atas doa,restu dan

pengertiannya selama penulis menjalani pendidikan hingga menyelesaikan tesis ini.

Ayahnda I.B Pt Sudarsana,Ibunda tercinta Ni Ketut Rumiathi yang telah banyak memberikan

dorongan, semangat baik secara moral, spiritual dan energi positif dan pengorbanan

seorang ibu yang selalu menjaga dan menginginkan yang terbaik untuk putra- putrinya

serta kekuatanya untuk selalu menjaga cucu-cucu tercinta agar penulis tetap bersemangat

didalam menyelesaikan tesis ini, serta kakak dan adik saya atas perhatian, doa restu,

dorongan dan bantuan yang diberikan selama ini.

Khususnya suami tercinta dan terkasih I.B Putu Putrawan, Sp.PD, serta anak-anak tercinta I.

B Indra Wibawa P, dan I.B. Indra Sadhyanan P, atas segala pengertian, kesabaran,

ketabahan dan pengorbanannya selama ini, serta dorongan semangat yang tiada henti

selama penulis menjalani program pendidikan ini.

Semua pihak yang telah membantu yang belum tercantum namanya disini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik yang telah

diberikan kepada penulis, Kiranya penulis mendapat kekuatan dan selalu dalam karunia-

Nya untuk dapat mengamalkan semua ilmu yang diperoleh bagi sesama dengan benar

pada jalan dharma.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini sangat jauh dari sempurna. Dengan

sepenuh kerendahan hati saya tetap memohon pentunjuk kearah perbaikan, sehingga hasil

yang tertuang dalam tesis ini nantinya dapat bermanfaat.

Denpasar, Oktober 2011

Penulis

Page 8: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

8

Page 9: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

9

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................... i

Lembar Pengesahan .......................................................................................................... iv

Ucapan Terimakasih .......................................................................................................... v

Daftar isi ............................................................................................................................. ix

Daftar Gambar ................................................................................................................... xii

Daftar Singkatan ................................................................................................................ xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................... i

1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1

I.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 7

1.3.1 Tujuan umum ................................................................................................. 7

1.3.2. Tujuan khusus ...................................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 8

1.4.1. Manfaat akademik ................................................................................ 8

1.4.2. Manfaat praktis .............................................................................................. 9

B A B II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................................. 10

2.1 Toksoplasmosis Serebri ................................................................................................ 10

2.1.1 Definisi klinis .................................................................................................... 12

2.2 Epidemiologi Toksoplasmosis Serebri .......................................................................... 14

2.3 Biologi Toxoplasma Gondi ............................................................................................ 14

2.3.1 Genome dan struktur antigen ........................................................................... 22

2.3.2 Virulensi dan strains ........................................................................................ 23

2.4 Patogenesis Toksoplasmosis Serebri. .......................................................................... 26

2.5 Respon Imunologis Toksoplasmosis ............................................................................ 35

2.5.1 Peranan mediasi sel T ..................................................................................... 35

2.5.2 Peranan respon imun toksoplasmosis pada HIV/AIDS ................................... 38

2.5.2.1 Abnormalitas pada sistem imunitas seluler ...................................... 40

2.5.2.2 Abnormalitas pada sistem imunitas humoral. ................................... 41

Page 10: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

10

2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................................... 43

2.7 Diagnosis ..................................................................................................................... 44

2.7.1 Diagnosis presumtif berdasarkan kriteria CDC ............................................... 44

2.7.2 Pemeriksaan biologi molekuler. ..................................................................... 48

2.7.2.1 Ekstraksi DNA...................................................................................... 51

2.7.2.2 Hasil PCR T.gondii .............................................................................. 52

B A B III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ...................................................................................... 55

3.1 Kerangka berpikir ........................................................................................................ 55

3.2 Konsep ....................................................................................................................... 57

B A B 4 METODE PENELITIAN .......................................................................................... 59

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................................. 60

4.2 Lokasi dan waktu penelitian ....................................................................................... 60

4.3 Populasi dan Sampel .................................................................................................. 60

4.3.1 Populasi target ................................................................................................... 60

4.3.2 Populasi terjangkau ........................................................................................... 60

4.3.3 Sampel penelitian .............................................................................................. 60

4.3.3.1 Kriteria inklusi ..................................................................................... 61

4.3.3.2 Kriteria eksklusi................................................................................... 61

4.4 Besar Sampel Penelitian ............................................................................................. 61

4.5 Variabel Penelitian ..................................................................................................... 62

4.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................................................... 63

4.7 Bahan Penelitian......................................................................................................... 64

4.8 Instrumen dan Prosedur Pengambilan Bahan Penelitian .......................................... 64

4.9 Analisisa Data ............................................................................................................. 64

4.10 Alur Penelitian .......................................................................................................... 65

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................................... 66

5.1 Karakteristik Demografi Subyek ................................................................................... 66

5.2 Karakteristik Tanda Vital .............................................................................................. 67

5.3 Karakteristik Gejala Dan Tanda Neurologi .................................................................. 53

5.4 Karakteristik Gambaran Ct sken ................................................................................ 69

5.5 Karakteristik Parameter Imunologi Subyek ................................................................. 71

Page 11: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

11

5.6 Uji Diagnostik antara CD4 dan PCR CSS ..................................................................... 71

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 87

Lampiran ........................................................................................................................... 95

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 1 Siklus hidup Toxoplasma gondii 13

Gambar 2 Siklus seksual dalam usus kucing 14

Gambar 3 Siklus hidup T.gondii dalam host difinitif 15

Gambar 4 T.gondii stadium takisoit 16

Gambar 5 Perlekatan transmembran protein dengan ekstrasel

Ligans dan fungsi actomyosin

17

Gambar 6 Endodiogeni T.gondii 18

Gambar 7 Takisoit masuk ke magrofag 19

Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20

Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22

Gambar 10(a,b) Strain T.gondii pada beberapa isolasi 24

Gambar 11 Infeksi T.gondii pada manusia 26

Gambar 12 Produksi Sitokin oleh Sistem Imun Perifer dan

Sistem Imun Saraf

27

Gambar 13 Makrofag rupture yang telah mengeluarkan

takisoit stadium ini disebut pseudokista 29

Gambar 14(A,C,D,E) (A) Dua buah takisoit didalam kapiler endotelium (B)

Vaskulitis dengan sebuah takisoit (C) Fokus

pada pusat nekrosis dengan gliosis disekitarnya (D)

Nodul glial yang dikelilingi dengan kista T.gondii (E)

Perivaskulitis dan gliosis tanpa adanya takisoit 30

Page 12: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

12

Gambar 15 Terbentuknya imunitas tubuh saat terinfeksi 31

Gambar 16 Efektor CD4 dan CD8 32

Gambar 17 Fungsi subset sel T naif / (Th0) berdeferensiasi

Menjadi Th1 dan Th2 35

Gambar 18(A,B,C) Patologi tikus yang diinfeksikan peroral T.gondii

(D,E,F) (A,C,E) dan yang diinjeksikan T.gondii (B,D,F

pada sel usus (ileum), hati, mikroglia 36

Gambar 19 Kerjasama CD4 dan CD8 dalam menyingkirkan

parasit intraseluler

37

Gambar 20 Hubungan infeksi oportunistik dan CD4 38

Gambar 21 Perjalanan klinis penyakit AIDS 38

Gambar 22 Interaksi CD4 dan CD8 dalam imunitas seluler 39

Gambar 23 Mekanisme CD8 / CTL membunuh sel terinfeksi 40

Gambar 24 Biopsi jaringan otak pada lobus frontal, tampak

daerah nekrosis yang dikelilingi dengan makrofag

limfosit dan banyak kista takisoit 41

Gambar 25 CT sken kepala dengan kontras memperlihatkan

Gambaran hipodens yang menyangat kontras ber

bentuk cincin pada bangsal ganglia 45

Gambar 26(A,B,C) Wanita umur 54 tahun dengan serebral

Toksolasmosis yang merespon baik pengobatan

Sulfametroksasol dan trimetropin 46

Gambar 27 Evaluasi dari gejala klinis dan tanda sistem saraf

pusat pada penderita HIV/AIDS dengan

mempergunakan MRI

48

Gambar 28 Hasil PCR dalam gel elektroforesis 51

Page 13: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

13

Page 14: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

14

DAFTAR SINGKATAN

201 TI = Thallium-201

ADC = Apparent Diffusion Coefficient

AIDS = Acquired Immunodeficiency Syndrome

APC = Antigen Presenting Cell

ARV = Anti retroviral

BCGF = B Cell Growth Factors

BP = Base Pairs

C = Conoid

CD4 = Cluster of Differentiation 4

CDC = Centers for Disease Control

CI = Conffident Interval

CMI = Cell Mediated Immunity

CR = Conoidal rings

CSS = Cairan SerebroSpinalis

CT = Computed Tomography

CTLs = Cytotoxic T Lymphocyte

Depkes = Departemen Kesehatan

DNA = Asam DeoksiriboNukleat

ELISA = Enzyme Linked Immunosorbent Assay

FasL = Fas ligan

HAART = Highly Active Antiretroviral Therapy

HIV = Human Immunodeficiency Virus

Ig = Immunoglobulin

IHA = Indirect Hemaglutinasi Antigen

IL = Interleukin

Page 15: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

15

INF-γ = Interferon Gamma

IRIS = Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome

LAK = Lymphokine Activated Killer

M = Microtubulus

MHC = Major Histocompatibility Complex

MRI = Magnetic Resonance Imaging

NDN = Nilai Duga Negatif

NDP = Nilai Duga Positif

NK = Natural Killer

NO = Nitrit Oksida

OR = Odds Ratio

PCR = Polymerase Chain Reaction

PET = Positron Emission Tomography

PGE2 = Prostaglandin E2

Pokdisus = Kelompok Studi Khusus

PR = Polar ring

RAPD = Random Amplified Polymorphic

RFLP = Restriction Fragment Legth Polymorphism

RKN = Rasio Kemungkinan Negatif

RKP = Rasio Kemungkinan Positif

rRNA = Ribosomal Asam Ribonukleat

RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

SAG = Surface Antigen

SPECT = Single Photon Emission Computed Tomography

SPM = Subpellicular Microtubulus

SSP = Sistem Saraf Pusat

T.gondii = Toxoplasma gondii

Tc = T cytotoxic

TGF-ß = Tumor Growth Factor Beta

Page 16: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

16

Th = T helper

TNFα = Tumor Necrosis Factor Alfa

B A B I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Toksoplasmosis pertama kali dilaporkan oleh Nicolle dan Manceaux di Afrika

utara yang diisolasi pada binatang pengerat sejenis tikus (Ctenodactylus gondii)

(Black dan Boothroyd, 2000). Toxoplasma gondii (T.gondii) merupakan parasit

intrasel obligat dari family Apicomplexa yang menyebabkan penyakit toksoplasmosis

dan merupakan patogen oportunistik pada penderita Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS) (Colombo dkk., 2005).

Toksoplasmosis pada manusia biasanya terjadi melalui jalur oral atau

transplasenta, seperti kebiasaan makan daging kurang matang yang terkontaminasi

oleh kista, air minum, makanan setelah dimasak tidak ditutup baik sehingga

terkontaminasi kista melalui perantara dan kucing sebagai host definitif (Hill dan

Dubey, 2002).

Infeksi T.gondii secara trasplasenta terjadi pada wanita yang secara akut

terinfeksi T.gondii selama kehamilan. Tingkat infeksi kongenital berkisar 20%-50%

tergantung pada trimester terjadinya infeksi akut (Dubey, 1996).

Infeksi toksoplasmosis bersifat kronis, 90% tidak menimbulkan gejala

sedangkan hanya 10% dapat timbul gejala mononukleosis seperti demam ringan

menyerupai flu, pembesaran kelenjar limfe leher yang tidak nyeri ataupun

pembesaran kelenjar limfe menyeluruh (Jenun dkk., 1998; Roullet, 1999).

Page 17: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

17

Prevalensi zat anti T.gondii pada orang dewasa di Brasil berkisar 50 hingga

80% (Bahia-Oliveira dkk.,2003), sedangkan di Indonesia berkisar 63% (Clarke

dkk.,1973). Infeksi ini akan menyebabkan kematian pada orang dengan

imunokompremis misalnya pada penderita AIDS (Vidal dkk., 2004).

Penggunaan terapi anti retroviral (ARV) secara luas dapat mengurangi

insiden toksoplasmosis serebri. Sebelum era penggunaan anti retroviral insiden

toksoplasmosis serebri adalah 3,9 kasus per 100 orang pertahun, kemudian menjadi

1 kasus per 100 orang pertahun setelah penggunaan antiretroviral. Penderita AIDS

berkembang menjadi toksoplasmosis serebri diperkirakan 10-20% (Zangerie

dkk.,1991).

Toksoplasmosis serebri merupakan indikator prognosis buruk pada

penderita AIDS dan memberikan kontribusi sebesar 23% angka kematian pasien

AIDS. Sekumpulan gejala penyakit pada AIDS disebabkan oleh Human

Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan retro virus ditemukan pada pasien

AIDS di Afrika Tengah tahun 1986. Target utama diserang oleh virus ini adalah sel

limfosit T Cluster of Differentiation 4 (CD4) (Djoerban dan Djauzi, 2006).

Diagnosis definitif ditemukan adanya takisoit pada biopsi otak dan isolasi

T.gondii (Dupon dkk., 1995). Biopsi otak merupakan tindakan invasif, cenderung

dihindarkan dalam penegakkan diagnosis toksoplasmosis serebri sehingga dalam

klinis praktis lebih dipilih pendekatan dengan diagnosis presumtif toksoplasmosis

serebri berhubungan dengan AIDS sesuai Guidelines The Centers for Disease

Control (CDC) criteria for AIDS-related cerebral toxoplasmosis, (1993).

Kriteria ini dipakai berdasarkan pengalaman klinis sejak tahun 1980

(Antonella dkk.,1996), pendekatan diagnosis 80% (Khalifa dkk.,1994).

Pendekatan ini masih belum maksimal sehingga penambahan kriteria

CD4≤100 sel/mL dapat dijadikan suatu pemikiran untuk meningkatkan pendekatan

Page 18: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

18

salah satunya melalui nilai duga positif dan nilai duga negatif. Nilai ini oleh klinisi

dianggap memiliki arti yang lebih penting (Sopiyudin, 2009).

Klinik praktis pengobatan toksoplasmosis serebri didasarkan diagnosis

presumtif untuk toksoplasmosis serebri. Diagnosis presumtif menurut CDC, (1993)

berdasarkan 3 kriteria: 1) adanya gejala fokal neurologis yang mengarah pada

disfungsi sistem saraf pusat (SSP) atau penurunan kesadaran, 2) ada lesi khas dalam

otak yang dideteksi dengan computed tomography (CT), adanya lesi desak ruang

pada gambaran imaging pada sken kepala atau magnetic resonance imaging (MRI)

dan atau adanya menyangat kontras berbentuk cincin (ring enchancement), 3) adanya

serologis positif untuk antibodi (Ab) Immunoglobulin G (IgG) anti T.gondii atau

adanya respon yang baik setelah diberikan terapi empiris.

Keberhasilan terapi empiris selama 10 hari akan nampak dengan adanya

perbaikan secara klinis, ataupun radiologis setelah 21 hari dan perbaikan secara

komplit pada CT sken kepala atau MRI setelah 6 bulan (Portegies dan Berger, 2007).

Pendekatan dengan kriteria presumtif dilakukan karena parasit berada

dalam jaringan otak sehingga tidak memungkinkan melakukan biopsi otak pada

setiap penderita dicurigai toksoplasmosis serebri. Pemeriksaan radiologis kadang

tidak khas dan gejala klinis tidak spesifik sehingga menyulitkan diagnosis

toksoplasmosis serebri. Hal ini sering kali menyebabkan overdiagnosis untuk

toksoplasmosis serebri atau bahkan keterlambatan dalam mendiagnosis

toksoplasmosis serebri sehingga penatalaksanaan toksoplasmosis serebri menjadi

kurang dapat dipertanggungjawabkan bahkan menimbulkan kematian tanpa

mengetahui penyebab paling pasti (Carruthers dan Suzuki, 2007).

Berdasarkan angka insiden toksoplasmosis serebri pada AIDS sebelum era

pengobatan penderita AIDS dengan mempergunakan highly active antiretroviral

Page 19: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

19

therapy (HAART), secara langsung berkorelasi dengan kadar CD4 yang rendah,

sehingga terjadi reaktivasi infeksi laten dari kista di otak (Leport dkk., 2000;

Pohan, 2006).

Pemberian obat profilaksis untuk toksoplasmosis serebri, bila CD4 plasma

≤100 sel/mL dan adanya seropositif dari zat anti T.gondii. Beberapa uji buta ganda

ANRS 005-ACTG 154 yang dilakukan di Prancis, untuk menilai efikasi dari

pemberian pegobatan pirimetamin untuk pencegahan primer toksoplasmosis sebagai

infeksi oportunistik pada penderita AIDS, hasilnya ditemukan adanya hubungan

antara kadar CD4 yang ≤100 sel/mL, dan titer Ab (IgG) anti T.gondii yang ≥ 150

IU/ml sebagai faktor risiko terjadinya toksoplasmosis serebri pada penderita

HIV/AIDS, hasil penelitian ini dijadikan pedoman untuk memulai dan menghentikan

pengobatan profilaksis toksoplasmosis (Leport dkk., 2000; Portegies dan Berger,

2007).

Penelitian diskriptif pasien toksoplasmosis serebri pada HIV/AIDS di

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP) memiliki karakteristik CD4 <50 sel/mL,

sebagian besar subyek mempunyai nilai limposit kurang dari 1200 k/mL, kadar Ab

(Ig M) anti T.gondii tidak reaktif, kadar Ig G reaktif (Surya dkk., 2008).

Penelitian mengenai profil toksoplasmosis serebri pada pasien HIV/AIDS

di RSUP Sanglah dilaporkan adanya angka CD4 rendah sebagai faktor pengaruh

terjadinya ensephalitis toksoplasmosis (Indah dkk., 2010).

Berdasarkan hal tersebut penambahkan kriteria CD4 ≤ 100 sel/mL sebagai

kriteria tambahan dalam kriteria presumtif untuk mendiagnosis toksoplasmosis

serebri perlu dijadikan suatu pemikiran untuk lebih meningkatkan nilai diagnosis.

Didukung perkembangan terbaru dalam teknik biologi dan molekuler

(biomol) untuk mendiagnosis penyakit infeksi, menggunakan Polymerase Chain

Reaction (PCR) mengurangi tindakan agresif invasif dalam pengambilan spesimen

Page 20: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

20

melalui biopsi jaringan otak karena mempengaruhi angka mortalitas pasien yang

dicurigai toksoplasmosis serebri pada AIDS (Portegies dan Berger, 2007).

Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dengan metoda PCR,

memeriksa cairan serebrospinalis (CSS) 68 orang penderita AIDS dengan

toksoplasmosis serebri, didiagnosis dengan kriteria presumtif sesuai dengan kriteria

CDC, dan telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan kultur T.gondi pada binatang

percobaan tikus sebagai standar baku emas. Hasil serologis T.gondii pada serum

darah dan CSS menunjukkan keseluruhan penderita dengan IgG positif dengan

pemeriksaan Western blots, sedangkan hasil CD4 pada penderita AIDS dengan

toksoplasmosis (84 ± 31,9 CD4 cells/µL darah) secara bermakna lebih rendah

dibandingkan penderita AIDS dengan infeksi oportunistik yang lain (180 ± 174 CD4

cells/µL darah), dan hasil pemeriksaan PCR dengan gen B1 sebagai primer memiliki

nilai sensitifitas 92%, spesifisitas 100%, dengan nilai prediktif positif 100% dan nilai

prediktif negatif 97% sangat berguna untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri

secara cepat, aman dan kurang invasif (Joseph dkk., 2002).

Penelitian lain juga mempergunakan PCR CSS di Brasil, memiliki nilai

sensitifitas 94,4% untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri dan nilai spesifisitas

100%, sangat disarankan untuk mempergunakan teknik PCR pada CSS untuk

mendiagnosis suatu toksoplasmosis serebri di negara berkembang (Vidal dkk., 2004).

Tentunya sangat ideal bila ada alat diagnostik yang tidak invasif, hasil

pemeriksaan lebih cepat, tidak berisiko, harga relatif terjangkau dengan nilai

diagnostik lebih atau setidaknya sama, namun dengan berbagai keuntungan seperti

yang disebutkan tadi.

Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui validitas dari kriteria kadar

CD4 ≤100 sel/mL untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada penderita AIDS

yang telah memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri dengan pemeriksaan

Page 21: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

21

PCR CSS sebagai referensi standar setelah biopsi, dipakai sebagai standar baku emas

yang memungkinkan untuk dapat dilakukan penelitian ini (Leport dkk., 2001; Fabio

dkk., 2005; Coroline, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL dapat meningkatkan pendekatan

diagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria presumtif untuk

toksoplasmosis serebri dengan mengetahui :

1.2.1 Bagaimana sensitifitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk mendiagnosis

toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria presumtif

toksoplasmosis serebri ?

1.2.2 Bagaimana spesifisitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk mendiagnosis

toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria presumtif

toksoplasmosis serebri ?

1.2.3 Bagaimana nilai duga positif (NDP) kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk

mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria

presumtif toksoplasmosis serebri ?

1.2.4 Bagaimana nilai duga negatif (NDN) kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk

mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria

presumtif toksoplasmosis serebri ?

1.2.5 Bagaimana rasio kemungkinan positif (RKP) kriteria kadar CD4 ≤ 100

sel/mL, untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang

memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri ?

1.2.6 Bagaimana rasio kemungkinan negatif (RKN) kriteria kadar CD4 ≤ 100

sel/mL, untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang

memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri ?

Page 22: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

22

1.2.7 Bagaimana akurasi kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk mendiagnosis

toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria presumtif

toksoplasmosis serebri ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menguji validitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk menegakkan

diagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria presumtif

toksoplasmosis serebri.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui nilai sensitifitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk

mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi

kriteria presumtif toksoplasmosis serebri.

1.3.2.2 Mengetahui nilai spesifisitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk

mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi

kriteria presumtif toksoplasmosis serebri.

1.3.2.3 Mengetahui nilai duga positif (NDP) kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL,

untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi

kriteria presumtif toksoplasmosis serebri.

1.3.2.4 Mengetahui nilai duga negatif (NDN) kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL,

untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi

kriteria presumtif toksoplasmosis serebri.

1.3.2.5 Mengetahui rasio kemungkinan positif (RKP) kriteria kadar CD4 ≤ 100

sel/mL, untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang

memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri.

Page 23: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

23

1.3.2.6 Mengetahui rasio kemungkinan negatif (RKN) kriteria kadar CD4 ≤

100 sel/mL, untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS

yang memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri.

1.3.2.7 Mengetahui akurasi kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, untuk

mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi

kriteria presumtif toksoplasmosis serebri.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik

Bila diketahui validitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL dapat

meningkatkan pendekatan diagnosis toksoplasmosis serebri secara bermakna di

RSUP Sanglah sehingga tindakan invasif dalam penegakkan diagnosis dapat

dihindarkan dan penatalaksanaan selanjutnya dapat lebih dipertanggung jawabkan

serta penelitian ini dapat dipakai sebagai data awal untuk dapat melakukan penelitian

lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bila validitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL dapat meningkatkan

pendekatan diagnosis toksoplasmosis serebri secara bermakna, maka

pemeriksaan CD4 dapat dijadikan prosedur pemeriksaan rutin sebagai

penunjang diagnosis suatu toksoplasmosis serebri khususnya pada

penderita yang dicurigai dalam keadaan imunokompremis.

1.4.2.2 Tenaga medis yang bekerja di pelayanan kesehatan dengan fasilitas

penunjang yang terbatas dapat menggunakan kriteria ini sebagai alat

untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri.

Page 24: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

24

B A B II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Toksoplasmosis Serebri

2.1.1 Definisi Klinis

Toksoplasmosis serebri adalah suatu infeksi otak akut yang disebabkan oleh

reaktivasi kembali kista patogen intrasel T.gondii laten, mengandung bradisoit dan

kemudian mengalami perubahan fase menjadi takisoit, hal ini terjadi oleh karena

adanya keadaan imunokompremis (AIDS) dengan kadar CD4 rendah, manifestasi

klinis adanya disfungi neurologis fokal maupun difus dengan histopatologi adanya

nekrosis dan trombosis pembuluh darah dengan inflamasi perivaskular (vaskulitis)

pada bagian sentral tampak sebagai nodul mikroglia serta banyak ditemukan takisoit

yang mengelilingi nodul, seperti cincin pada daerah perbatasan nekrosis arteritis dan

takisoit pada dinding pembuluh darah (Portegies dan Berger, 2007).

2.2 Epidemiologi Toksoplasmosis Serebri

Infeksi toksoplasmosis merupakan oportunistik pada penderita AIDS dan

paling sering menyebabkan lesi desak ruang di otak dengan angka prevalensi

beragam diseluruh dunia. Toksoplasmosis pertama kali dilaporkan oleh Charles

Nicolle dan Louis Manceaux di Tunisia pada tahun 1908, kemudian oleh Alfonso

Splendore di Brasillia (Hall dkk,. 2001). Toksoplasma berasal dari kata toxon yang

artinya lengkung dan T.gondii ditemukan secara kebetulan pada binatang pengerat

sejenis tikus (Ctenodactylus gondii) sehingga diberikan nama Toxoplasma gondii

pertama kali oleh Nicolle. Serologi zat anti T.gondii ditemukan secara kosmopolit

pada manusia dan binatang melalui tes serologi ditemukan oleh Sabin dan Feldman

(Black dan Boothroyd, 2000).

9

Page 25: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

25

Kasus infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui jalur oral,

transplasenta, transfusi darah dan melalui trasplantasi organ. Berdasarkan

pemeriksaan serologi prevalensi toksoplasmosis dipengaruhi oleh banyak faktor

seperti faktor geografis misalnya negara beriklim dingin, negara tropis dengan

kelembaban tinggi dan subtropis, faktor kebiasaan makan daging kurang matang,

adanya kucing yang terutama sebagai host definitif, adanya tikus, burung sebagai

host perantara yang merupakan makanan kucing, adanya sejumlah vektor seperti

lipas atau lalat yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan dan

cacing tanah yang berperan memindahkan ookista dari lapisan dalam tanah ke

permukaan (Pohan,2006; Dubey,2010).

Pemaparan hasil serologis positif untuk T.gondii sangat beragam diseluruh

dunia (Hill dkk., 2001). Prevalensi zat anti T.gondii pada orang dewasa sehat di

Amerika diperkirakan antara 3-70% dan di Eropa 80% (Pohan, 2006), di Indonesia

berkisar 2-63% Clarke dkk, (1973), di Irian Jaya 40% dari penduduk pribumi

berumur 10-50 tahun, Surabaya dan Jawa Timur 8,9% Yamamoto dkk, (1970).

Seropositif untuk T.gondii pada maternal 2 per 1000 kehamilan, rerata laju penularan

secara trasplasenta 40% dan proporsi neonatus dengan gejala toksoplasmosis berat

sebesar 8% (Remington dan Desmonts, 1990).

Infeksi kongenital berkisar 20-50% tergantung pada trimester terjadinya

infeksi akut (Pohan, 2006). Prevalensi zat anti T.gondii pada wanita hamil di Rumah

Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta berkisar 14,3% Sayogo dkk, (1980), dan

angka seropositif pada 50 kasus abortus di bagian Obsetri dan Gynecologi (Obgyn)

sebesar 67,8% (Samil dkk,1988). Risiko tertinggi terjadi pada umur kehamilan 24-36

minggu (trimester III) sebesar 59%, trimester II sebesar 29% dan trimester I sebesar

Page 26: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

26

14%, dengan gejala pada umumnya abortus spontan, lahir prematur dan kelainan

kongenital yang serius (Dubey, 2010).

Kelainan toksoplasmosis kongenital dikelompok menjadi gejala nampak

sejak lahir, dikenal dengan tetrade Sabin yaitu hidrosefalus atau mikrosefalus,

kalsifikasi intrakranial, kejang, korioretinitis dan gejala nampak dikemudian hari

yaitu korioretinitis, strabismus, mikrosefalus dan hidrosefalus dimana pada awal

kelahirannya bayi tampak normal. Kelompok gejala yang kedua merupakan

manifestasi klinis toksoplasmosis kongenital yang paling sering terjadi (Pohan, 2006;

Dubey, 2010).

Prevalensi toksoplasmosis pada penderita Human Immunodeficiency Virus

(HIV) /AIDS 45-70% di Eropa dan Afrika berkisar 50-78%, di Amerika sekitar 16%

dan Prancis 37% (Joseph dkk, 2002).

Berdasarkan penelitian patobiologi pada 962 orang penderita AIDS yang

meninggal dan dilakukan autopsi, dilaporkan proporsi jenis infeksi oportunistik yang

berhubungan dengan infeksi di sistem saraf pusat (SSP), diantaranya oleh sebab

virus, bakteri, jamur dan parasit didapatkan yang terbanyak oleh infeksi

Cytomegalovirus (CMV) dengan frekuensi dalam prosentase (15,8%), Toxoplasmosis

(13,6%), Cryptococcus (7,6%), Progresive Multifocal Leukoencephalophaty (4,0%),

Herpes Simplex Virus encephalitis (1,6%), Candidiasis (1,1%), Herpes Zoster Virus

encephalitis (0,6%), Histoplasmosis (0,4%), Tuberculosis (0,3%), Aspergillosis

(0,3%) (Kure dkk, 1991).

Penelitian pasien AIDS yang diberikan pengobatan dengan dideoxynosin

kejadian toksoplasmosis serebri sekitar 11% dari keseluruhan pasien dan 25% dari

mereka dengan seropositif dan imunokompremis yang terbukti dengan kadar limfosit

CD4 ≤ 100 sel/mL. Rumah Sakit di Prancis memiliki data dasar mengenai penderita

Page 27: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

27

HIV sebelum dan sesudah menggunakan ARV. Terjadi penurunan insiden

toksoplasmosis serebri yang bermakna, dari 3,9 kasus per 100 orang pertahun dan

menjadi 1 kasus per 100 orang pertahun (Clifford, 2005).

Pemberian ARV pada pasien AIDS disatu pihak dapat menekan kematian

akibat infeksi oportunistik namun di lain pihak justru dapat meningkatkan kejadian

infeksi oportunistik (Merati dan Samsuridjal, 2006).

Sekumpulan gejala timbul akibat suatu reaksi inflamasi setelah pengunaan

ARV, sindrom ini dikenal dengan immune reconstitution inflammatory syndrome

(IRIS). Respon inflamasi ini terjadi sebagai akibat adanya kesalahan dalam regulasi

sistem imun dan meningkatnya antigen yang dipresentasikan CD4 karena

peningkatan kadar CD4 dan menurunnya jumlah virus (viral load). Kesalahan

mekanisme imunologi terjadi karena adanya perubahan fungsi limfosit atau

perubahan ekspresi fenotipenya. Peningkatan CD4 memori untuk mengenal antigen

yang sama sehingga reaksi inflamasi terjadi lebih hebat untuk membunuh antigen

yang beredar hampir diseluruh tubuh (Murdoch dkk., 2007).

Infeksi oportunistik diperkirakan 30-50% terjadi pada penderita AIDS,

yang berkembang menjadi toksoplasmosis serebri (Pokdisus, 2005).

2.3 Biologi Toxoplasma Gondii

Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intrasel yang termasuk dalam

subfilum Apicomplexa, kelas sporozoasidea, genus Coccidia terdiri dari 3 fase

perubahan bentuk (ookista, takisoit, kista jaringan atau bradisoit). Ciri khas dari

parasit ini adalah hidup intrasel dalam sel hospes pada vakuola sitoplasma sel yang

berinti, mampu mengisi sesuai dengan karakteristik struktur sel yang diinfeksi

dengan kompleks sistoskeletal serta organellanya (Wei dkk.,2002; Viqar,1997).

Page 28: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

28

Siklus hidup T.gondii mengalami perkembangan secara seksual dan aseksual.

Siklus seksual atau siklus enteroepithelial terjadi di dalam usus hospes primer

(definitif) yaitu golongan Felidae (kucing, harimau) dan siklus aseksual berkembang

pada manusia dan binatang mamalia lainnya (hospes sekunder) yang disebut juga

siklus ekstra intestinal (gambar 2.1) (Black dan Boothroyd, 2000).

Gambar 2.1

Siklus Hidup Toxoplasma gondii (Black dan Boothroyd, 2000).

Bentuk sporosoit, kistosoit adalah bentuk infektif apabila tertelan oleh host

difinitif kemudian masuk ke epitel usus dan terjadi pembiakan aseksual dalam bentuk

merosoit. Siklus ini dapat berulang hingga 5 kali dan akhirnya sebagian merosoit

berkembang menjadi gametogoni untuk memulai siklus seksual. Makrogamet

(betina) dibuahi oleh mikrogamet (jantan) menghasilkan zigot selanjutnya menjadi

ookista. Ookista mengandung 2 sporokista yang di dalamnya terdapat 4 sporosoit

relatif tahan terhadap lingkungan luar (gambar 2.2)(Viqar, 1997).

Page 29: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

29

Gambar 2.2

Siklus Seksual dalam Usus Kucing (Viqar, 1997).

Ookista bentuknya bulat (9 x 13 µm), setelah matang dikeluarkan bersama

tinja kucing setelah 20-24 hari dari mulai terjadinya infeksi, dapat berlangsung

hingga 1-3 minggu. Setiap hari dapat dikeluarkan 10 juta butir ookista selama 2

minggu. Kista menjadi matang apabila lingkungan sekitar memungkinkan, sporulasi

terjadi sangat cepat pada suhu tinggi (24oC) selama 14-21 hari, suhu 11oC selama 2-3

hari dan tidak terjadi sporulasi pada suhu < 4oC atau > 37oC. Ookista mati pada suhu

45-55oC, dikeringkan atau bercampur formalin, amonia dan iodium. Didalam tanah

lembab ookista bertahan hidup beberapa bulan hingga satu tahun (gambar 2.3)(Black

dan Boothroyd, 2000).

Page 30: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

30

Gambar 2.3.

Siklus Hidup T.gondii dalam Host Difinitif (Black dan Boothroyd, 2000).

Perkembangan siklus aseksual terjadi pada manusia dengan tertelannya

ookista atau memakan daging mengandung kista atau pseudokista yang dimasak

tidak matang. Bentuk aseksual pada manusia atau bintang (hospes sekunder) tidak

terbentuk di sel epitel usus. Merosoit dari hasil biakan aseksual, masuk kedalam

limfe dan peredaran darah membentuk pseudokista dan kista dalam berbagai alat

dalam badan manusia sebagai bentuk akhir, apabila dalam kondisi imunokompeten.

Perkembangan merosoit dari fase aseksual adalah bentuk takisoit (trofosoit)

merupakan bentuk invasif aseksual sepanjang fase akut, bentuk takisoit yang

ditemukan dalam makrofag dan sel hospes lainnya. Mampu memperbanyak diri

secara cepat dalam sitoplasma (parasitophorus vakuola) dengan cara membelah diri

Page 31: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

31

tiap 6-8 jam intraseluler (in vitro), sel yang terinfeksi akan mengalami lisis dan

takisoit keluar menginfeksi sel sekitarnya, tiap sel berisikan penuh 64 hingga 128

parasit (Dubey, 2010).

Takisoit mati bila dipanaskan, didinginkan, dilarutkan atau terpapar asam

pencernaan disaluran cerna. Takisoit berbentuk seperti bulan sabit, salah satu ujung

anteriornya meruncing dan ujung lainnya bulat lonjong seperti pentungan. Memiliki

beberapa organela sekretori regulasi (apical micronemes) yang bentuknya sangat

kecil seperti alur benang, organela yang berpasangan yang terletak pada ujung

anterior takisoit disebut rhoptries yang berguna sebagai pembuat enzim untuk dapat

masuk ke sel hospes yang dibantu dengan dense granule yang tersebar diseluruh

bagian parasit (gambar 2.4) (Black dan Boothroyd, 2000).

Gambar 2.4

T.gondii Stadium Takisoit (Dubey, 2010).

Page 32: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

32

Setelah proses perlekatan pada sel host, rhoptries akan dikeluarkan untuk

memulai proses invasif ke dalam sel. Rhoptries dibantu oleh kerja struktur

sitoskeleton yang sangat komplek, terdiri dari makromolekuler berbentuk kotak

membulat yang disebut preconoidal rings (CR), dua buah apical microtubulus (M),

conoid (C), polar ring (PR) dengan 22 buah subpellicular microtubulus (SPM) yang

menyediakan segala kebutuhan parasit dan sebagai jembatan penghubung sehingga

memungkinkan dense granule secara bebas dapat masuk ke dalam sel host,

mekanisme ini belum sepenuhnya dapat dimengerti.

Proses masuknya dense granule mempergunakan protein sebagai sumber

energi dan pergerakan motilitas amuba sangat tergantung kerja actomyosin motor.

Fungsi mikrofilamen aktin mengaktifkan kerja motor miosin dan diperkirakan

memerlukan waktu 1 hingga 10 µm/s untuk menginvasi sel (gambar 2.5) (Black dan

Boothroyd, 2000).

Gambar 2.5

Perlekatan Trasmembran Protein Dengan Ekstrasel Ligans dan Fungsi Actomyosin

(Black dan Boothroyd, 2000).

Page 33: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

33

Proses endodiogeni merupakan proses proliferasi dengan memperbanyak

diri pada fase aseksual dilakukan dengan cara belah pasang, terjadi perubahan awal

ukuran nukleus yang berubah dan nampak kresentrik, kemudian diikuti dengan

berkembangnya konoid di bagian anterior pada 2 kutub dari nukleus yang kresentrik,

nukleus mulai membelah dan konoid membesar, dua anak parasit yang lengkap

muncul di dalam induknya selanjutnya induk parasit memisahkan diri mengeluarkan

takisoit. Mekanisme tersebut dapat dilihat secara jelas melalui mikroskop elektron

(gambar 2.6) (Viqar, 1997).

Gambar 2.6

Endodiogeni T.gondii (Viqar, 1997).

Pergerakan takisoit aktif didalam darah dan limfe hingga memasuki sel

sekitarnya dapat dilihat secara in vitro, mempergunakan kontras mikroskopi atau

dilihat secara tidak langsung dengan mendeteksi protein permukaan molekul sel yang

sebagian besar mengandung protein SAG-1, khusus terdapat pada takisoit.

Protein SAG-1 merupakan antibodi spesifik antigen takisoit yang

memberikan imunofluorensi membentuk alur sesuai pergerakan pada daerah

perlekatan antara permukaan sel dengan sepanjang badan parasit. Alur ini berbentuk

bulan sabit, melingkar sesuai bentuk skleleton dan masuk melewati sel yang bergerak

Page 34: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

34

sepanjang sumbu panjang sel hingga proses invasif selesai. Proses selanjutnya

takisoit dengan cepat menginvasi ke sel sekitarnya dengan konoid langsung melekat

masuk ke sel hospes, sel pertama yang diinvasi yaitu sel makrofag, kemudian

bereplikasi dan membelah diri secara cepat, selanjutnya menginfeksi sel sekitarnya.

(gambar 2.7) (Black dan Boothroyd, 2000).

Gambar 2.7

Takisoit Masuk ke Makrofag, M=makrofag, C=konoid, P= pseudopodia

(Viqar, 1997).

Mekanisme ini terjadi berulang, takisoit yang sangat aktif dengan sempurna

menginvasi sel hospes dalam waktu ± 10 detik, detik ke-0 nampak takisoit melalui

konoid menempel permukaan sel hospes, selanjutnya mulai detik ke-3 rhoptries

dijulurkan mengeluarkan sekret penuh berisi enzim yang dihasilkan oleh organela

membentuk vesikel kosong selanjutnya enzim tersebut dikeluarkan penuh sehingga

memudahkan proses invasi, pada detik ke-6 separuh badan parasit telah memasuki

sel hospes hingga masuk sempurna pada menit ke-10 (gambar 8) (Black dan

Boothroyd, 2000).

Page 35: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

35

Gambar 2.8

Invasi T. gondii Melalui Vakuola Rhoptries , MJ= moving junction

(Black dan Boothroyd, 2000).

Imunitas tubuh yang baik menghambat perkembangan parasit dengan

melisiskan takisoit ekstraseluler membatasi metabolisme menjadi kista. Kista dalam

tubuh terdapat pada seluruh organ, terutama otak, otot jantung dan otot skelet. Relatif

tahan terhadap cairan pencernaan usus sehingga mampu menginfeksi apabila daging

terkontaminasi kista dimakan mentah atau tidak dimasak dengan baik.

Kista jaringan ini dapat mati apabila terkena radiasi (>25 rad),dipanaskan

pada suhu >61oC selama 4 menit dan didinginkan sampai suhu -20oC selama 24 jam.

Kista dan menjadi reaktif kembali apabila suatu saat terjadi penurunan imunitas

(Dubey, 2010).

Page 36: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

36

2.3.1 Genome dan Struktur Antigen.

Inti sel T.gondii berbentuk haploid kecuali selama fase seksual di usus halus

kucing yang menghasilkan sporosoit dari siklus miosis sesuai dengan Mendilian

laws. Total haploid genome terdiri dari 14 kromosom dan 7793 gen, panjang total

8x107 base pairs (bp) dan a 36 kilobase (kb) dengan asam deoksiribonukleat (DNA)

yang sirkuler dan telah disequencing (Ossorio dkk., 1991). Kromosom telah

diidentifikasi dengan elektroforesis gel dan bentuk molekul karyotipnya dengan

deretan gennya telah diketahui (Sibley dan Boothroyd, 1992).

Gen tubulin pada kedua intronnya, hanya gen B1 saja yang selalu secara

konsisten dapat ditemukan pada setiap pemotongan dan pengulangan sequencing

(Burg dkk., 1989). Ribosomal asam Ribonukleat (rRNA) memiliki ukuran dan

subunit kecil yang sama dengan filogenetik lainnya. Berdasarkan metode restriction

fragment legth polymorphism (RFLP) T.gondi dapat diklasifikasikan berdasarkan

tiga jenis genetiknya dan berhubungan dengan virulensinya (Dubey, 2010).

Gel elektroforesis telah mampu mengidentifikasi lebih dari 1000 titik untuk

melabel takisoit setelah titik 35S methionine, hal ini mencerminkan adanya

perbedaan protein. Protein spesifik di presentasikan pada tiap stadium (bradisoit,

takisoit, ookista) (Kasper dan Ware, 1989). Antigen terbentuk saat mulai

menempelnya takisoit pada sel host, saat penetrasi takisoit ke sel host dan vakuola

parasitoporus bekerja menghasilkan enzim dan antibodi sel host akan

mempresentasikan sebagai antigen (gambar 2.9) (Joynson dan Wreghitt, 2001).

Page 37: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

37

Gambar 2.9

Antigen Toxoplasma gondii ( Joynson dan Wreghitt, 2001).

2.3.2 Virulensi dan Strains

Metode RFLP digunakan untuk mengidentifikasi genome DNA yang berbeda

dari T.gondii, di isolasi dari berbagai host dan diantara organisme dengan filogenetik

yang sama dengan T.gondii. Perbedaan strain T.gondii dari isolasi yang berbeda ini

telah dipublikasikan secara luas dengan metoda elektroforesis isoenzim dan

immunologi (Ware dan Kasper, 1987).

Page 38: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

38

Strains yang virulen dapat dibedakan dengan yang tidak virulen dari aktifitas

parasit dengan monoklonal antibodi (Gross dkk., 1991; Bohne dkk., 1993). Strain

virulen memiliki pola fragmen pendek, sedangkan yang tidak virulen polimorfik

(Sibley dan Boothroyd, 1992). Metoda random amplified polymorphic DNA

(RAPD), digunakan sebagai primer untuk membedakan strain virulen dan tidak

virulen yang diisolasi pada tikus (Guo dkk., 1997).

Berdasarkan metoda RFLP, T.gondii diklasifikasikan berdasarkan atas tiga

tipe genetik (I, II, III) yang berhubungan dengan virulensinya pada tikus. Tipe I yang

diisolasi pada tikus, 100% menyebabkan kematian pada tikus sedangkan tipe II dan

III tidak virulen, beberapa penelitian telah dilakukan dan dilaporkan strain T.gondii

sesuai dengan tempat isolasinya. Strains RH merupakan nama inisial dari seorang

laki laki yang menderita toksoplasmosis serebri dan dilakukan biopsi kemudian

diketahui sangat virulen (tipe I), biopsi pada otak manusia baik dengan atau tanpa

gejala toksoplasmosis serebri didapatkan keseluruhan tipe I, biopsi jaringan plasenta

dan dari ibu yang terinfeksi toksoplasmosis didapatkan tipe III, biopsi jaringan tubuh

anak dengan toksoplasmosis yang didapat secara transplasenta adalah tipe II dan III,

biopsi dari jaringan bronkoalveoli manusia dewasa dengan toksoplasmosis tipe I, II,

III, sedangkan biopsi dari otak manusia dengan AIDS tipe I dan II dan biopsi pada

hewan definitif (kucing) didapatkan tipe I, III, biopsi jaringan kambing tipe II, dari

pemeriksaan darah tepi manusia yang imnokompeten didapatkan tipe I, II, III

(gambar 2.10 A,B) ( Dubey, 2010).

Page 39: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

39

Gambar 2.10

(A,B). Strain T.gondii pada Beberapa Isolasi (Dubey, 2010).

A

B

Page 40: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

40

2.4 Patogenesis Toksoplasmosis Serebri.

Kasus infeksi T.gondii pada manusia biasanya terjadi melalui jalur oral atau

transplasenta dan sangat jarang melalui transfusi darah maupun transplantasi organ.

Kebiasaan mengkonsumsi daging mentah atau tidak dimasak dengan baik

mengandung kista viabel, air dan sayuran yang terkontaminasi ookista merupakan

alur primer penularan melalui oral. Manusia adalah host sekunder untuk T.gondii,

sedangkan kucing adalah host definitif. Kucing terinfeksi menyebarkan penyakit

ketika mengeluarkan ookista melalui kotorannya. Ketika kista jaringan mengandung

bradisoit atau ookista tertelan manusia, kista terlepas oleh enzim pencernaan usus

halus, sporozoit dilepaskan masuk ke sel epitel usus halus dan sebagian mati oleh

karena proses fagositosis dan sebagian lagi melanjutkan perkembangannya menjadi

trophozoit atau takisoit (Joynson dan Wreghitt, 2001).

Sporozoit yang terlepas dapat menghindari sistem imun tubuh pertama oleh

karena memiliki mantel lamina dan matrik protein ekstraseluler yang dapat

mencegah fagositosis dan kerusakan oksidatif Aminoff dkk, (2007), walaupun saat

ini respon imunitas seluler terhadap toksoplasma sangat efektif namun pada

seseorang dengan imunokompremis (AIDS), sistem ini tidak mampu bekerja secara

optimal. Seiring menurunnya kadar CD4 menyebabkan kista yang awalnya bersifat

laten akan mengalami perubahan fase (gambar 2.11) (Joynson dan Wreghitt, 2001).

Page 41: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

41

Gambar 2.11

Infeksi T.gondii Pada Manusia (Joynson dan Wreghitt, 2001).

Kista di jaringan otak mengandung banyak bradisoit (kista jaringan otak

dengan daya replikasi sangat rendah), akan mengalami perubahan fase menjadi

takisoit dalam kista (pseudokista) yang mempunyai aktivitas pembelahan sangat

cepat, aktif dan invasif. Perkembangan selanjutnya takisoit atau trophozoit akan

mengalami replikasi secara cepat sehingga mengisi seluruh sel glial otak (Black dan

Boothroyd, 2000; Viqar, 1997).

Page 42: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

42

Proses takisoit menembus masuk ke sel glial, menempel pada permukaan sel

hospes kemudian membentuk vakuola, pengeluaran enzim dari roptri sehingga

mempermudah menembus kedalam sel hingga sempurna dalam waktu ± 10 detik.

Selanjutnya bereplikasi sangat cepat mengisi seluruh sel glial hingga penuh

menyebabkan sel pecah dan parasit bersporulasi menginfeksi sel jaringan otak

sekitarnya. Takisoit yang baru terbentuk akan menyebar dan segera mengaktivasi

sistem imunitas tubuh ditangkap oleh makrofag dan limfosit yang merupakan sistem

imun diluar sistem saraf pusat (SSP) (Dubey, 2010).

Sitokin yang dihasilkan oleh sel astrosit dan mikroglia seperti IL-1, IL-6,

Tumor Necrosis Factor α (TNFα) dan Tumor Growth Factor ß (TGF-ß) dan sitokin

yang dihasilkan oleh oligodendrodit seperti IL-1, dan TGF- ß, sel-sel tersebut

merupakan komponen sistem imun dalam otak (SSP) yang bekerja untuk

menghancurkan dan menghambat perkembangan parasit (Dubey, 2010). Astrosit dan

mikroglia memproduksi TNFα yang memodulasi ekspresi MCH-I dan MCH-II yang

ditemukan pada beberapa jenis sel SSP. Interferon gamma (IFN-γ) diproduksi oleh

sistem imun di SSP maupun diperifer dan INF-γ inilah yang kerjanya diduga sebagai

penghubung antara SSP dan sistem imun diseluruh tubuh (gambar 2.12) (Karnen,

2006).

Gambar 2.12

Produksi Sitokin Oleh Sistem Imun Perifer (A)

danSistem Imun Saraf (B) (Karnen, 2006).

Page 43: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

43

Lesi di otak menjadi lebih berat dan permanen akibat destruksi jaringan oleh

karena ploriferasi takisoit, mengakibatkan sel otak mengalami kematian atau

nekrosis (Claudia dkk., 2003). Mekanisme kematian sel glia secara morfologi terdiri

dari dua mekanisme yaitu, apoptosis dan nekrosis. Sebagai akibat proses integrasi

antigen antibodi. Kedua mekanisme sel ini pada awalnya diakibatkan oleh suatu stres

oksidatif sebagai pemicu awalnya, namun proses kematian sel selanjutnya sangat

berbeda. Takisoit menginduksi terjadinya proses infiltrasi inflamasi sel mikroglia

untuk menginduksi IFN-γ selanjutnya menghasilkan Nitrit Oksida (NO) sebagai stres

oksidatif yang merusak mikondria sel. Sitokin proinflamasi dalam otak IL-1 dan

TNFα merangsang Apaf-1 mengaktifkan caspase untuk terjadinya apoptosis yaitu

kematian sel tipe-1, selanjutnya terjadi kematian sel tipe-2, cytoplasmic autophagig

vakuola dalam lisosom yang merusak intraseluler yang merusak nukleus dan

sitoplasma sebagai penetrasi takisoit dalam target nukleus sehingga kematian sel tipe

-3 yang dikenal dengan nekrosis terjadi. Nekrosis ditandai dengan kariolisis dan

edem sel sehingga terjadi pembengkakan dan hilangnya plasma serta integritas

membran (Jorge dkk, 2000). Keluaran radikal bebas Nitrit Oksida (NO) dalam

jumlah tinggi menimbulkan gejala serebral melalui hambatan neurotransmisi

(Denkers dan Gazzinelli, 1998).

Pada penelitian binatang percobaan, predileksinya selalu tampak pada

substansia grisea dari kortek serebri, lebih dalam lagi ke ganglia basalis dan daerah

periventrikuler. Keadaan AIDS menyebabkan respon perlawanan terhadap T.gondii

sangat lemah, tidak mampu membatasi perkembangan parasit. Sifat parasit yang

obligat intraseluler memperburuk keadaan, dimana parasit masuk secara intraseluler

Page 44: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

44

kemudian dengan mudah menyebar keseluruh tubuh secara hematogen dan limfogen.

Parasit dapat masuk menembus sawar darah otak yang memperberat infeksi

disamping oleh reaktivasi dari kista jaringan yang memang sebelumnya berada di

jaringan otak. Pada saat takisoit menyebar dalam darah terjadi parasitemia yang

berlangsung beberapa hari. Takisoit beredar dalam sirkulasi akan difagosit oleh

makrofag. Takisoit mempunyai kemampuan menghambat fusi fagosom dan lisosom,

sehingga terhindar dari enzim lisosom yang dapat membunuhnya. Kondisi sistem

imun rendah menyebabkan takisoit tetap dapat berkembang dalam makrofag dan

justru secara aktif menginvasi sel makrofag untuk membelah diri dalam fagosom,

selanjutnya makrofag pecah mengeluarkan banyak takisoit baru dan siap menginfeksi

sel host lainnya melalui proses endodiogeni (Gambar 2.13) (Viqar, 1997).

Gambar 2.13

Makrofag Ruptur yang telah Mengeluarkan Takisoit

Stadium ini disebut Pseudokista

(Viqar, 1997).

Page 45: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

45

Gambaran toksoplasmosis serebri secara histopatologi nampak disekitar sel

dipenuhi takisoit yang kelilingi sel mononuklear dan makrofag serta terjadi inflamasi

perivaskuler selanjutnya menjadi vaskulitis dan nekrosis. Timbul lesi membesar

semakin lama menjadi lunak berupa eksudasi limfosit dan plasma, jaringan nekrosis

pada leptomeningeal secara difus, granuloma menimbulkan dilatasi ventrikel akibat

oklusi aquaduktus, pembentukan abses dikelilingi banyak takisoit, ensefalitis,

kalsifikasi menimbulkan gejala lesi desak ruang (gambar 2.14.A,B,C,D,E )

(Dubey, 2010).

Gambar 2.14

(A) Dua Buah Takisoit didalam Kapiler Endotelium (B).Vaskulitis

denganSebuah Takisoit (C). Fokus pada Pusat Nekrosis dengan Gliosis di sekitarnya

Page 46: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

46

(D). Nodul Glial yang dikelilingi dengan Kista T.gondii (E). Perivaskulitis dan

Gliosis tanpa adanya Takisoit (Dubey, 2010).

Seseorang dengan sistem imun baik akan terjadi perangsangan respon imun

oleh takisoit, teraktivasi sel limfosit T membentuk limfosit T sitotoksik, antibodi anti

parasit menginduksi makrofag dan sel dendritik menghasilkan IL-12, serta

mempresentasikan antigen dan mengaktifkan sitokin proinflamasi lainnya untuk

mengaktifkan sel T dan natural killer (NK) memproduksi IFN–γ mengaktifkan

imunitas humoral (gambar 2.15) (Joyson dan Wregitt, 2010).

Gambar 2.15

Terbentuknya Imunitas Tubuh Saat Terinfeksi T.gondii

(Joyson dan Wregitt, 2010).

Limfokin spesifik antigen ini mampu membunuh baik parasit ekstraseluler

maupun sel target yang terinfeksi oleh parasit. Keadaan ini membatasi perkembangan

parasit menjadi bentuk aktif (takisoit), dan untuk tetap dapat bertahan hidup parasit

membentuk kista agrofilik dalam jaringan host. Kista jaringan yang mengandung

bradisoit apabila tetap utuh tidak mengalami degenerasi maupun pecah diotak

sehingga tidak akan menimbulkan reaksi inflamasi (Viqar, 1997).

Page 47: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

47

Infeksi tetap terjadi namun tidak mengalami perkembangan menjadi laten dan

subklinis. Sifat laten disebabkan karena keadaan seimbang antara imunitas hospes

yang adekuat mengendalikan pertumbuhan atau replikasi parasit dengan ketidak

mampuan mengeleminasi total parasit dalam sel. Keadaan dalam keseimbangan

merupakan situasi yang ideal dimana hospes dapat mempertahankan kekebalan

spesifiknya karena stimulasi terus menerus sel memori oleh parasit. Sedangkan

parasit bisa tetap hidup tanpa diganggu oleh kemungkinan bertambahnya jumlah

parasit dalam sel yang dapat merugikan parasit dan dapat membunuh sel hospes

ditinggalinya. Keadaan seimbang ini tidak selalu stabil tergantung keadaan sistem

imun, suatu waktu dapat terjadi keadaan patologis pada hospes yang dapat

menyebabkan reaktivasinya parasit (Dubey, 2010).

Penderita AIDS yang terjadi kegagalan mempertahankan keadaan seimbang

antara hospes dan parasit oleh karena terserangnya CD4 sehingga kemampuan

pengenalan antigen yang depresentasikan bersama Major Histocompatibilitas

Complex (MHC-II), oleh Antigen Presenting Cell (APC) yang berkembang menjadi

sel efektor Th1 menurun sehingga sekresi IFN-γ menurun dan terjadi penurunan

fungsi imunitas seluler fagosit/makrofag secara menyeluruh menurun (gambar 2.16)

(Denkers dan Gazzinelli,1998).

Page 48: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

48

Gambar 2.16.

Efektor CD4+ dan CD8+ (Denkers, 1998).

Sistem imun ini yang sangat berperan dalam terjadinya reaktivasi T.gondii .

Pada host yang imunokompeten cell mediated immunity (CMI ) atau sel T CD8+ / sel

T cytotoxic (Tc) memiliki peranan yang penting dalam mengendalikan infeksi

interaseluler toksoplasma akut. Sel Tc mengenal peptida antigen dalam sitoplasma

sel terinfeksi yang diikat molekul MHC-I yang ditemukan pada semua sel tubuh

bernukleus dengan menghancurkan sel yang terinfeksi tersebut (Karnen, 2006). Kista

jaringan di sel glial pada pasien AIDS akan mengalami degenerasi dan terjadi

perkembangan fase, kista yang mengandung bradisoit berubah menjadi bentuk

takisoit yang aktif dan invasif. Perkembangan kista laten inilah yang merupakan

sumber infeksi baru toksoplasmosis pada pasien AIDS dan bertanggung jawab untuk

terjadinya toksoplasmosis serebri (Dubey, 2010).

Pada pasien AIDS terjadi keadaan defisiensi imun yang disebabkan oleh

defisiensi secara kualitatif dan kuantitatif yang progresif dari subset limfosit T yaitu

T helper (Th1). Subset sel T digambarkan secara fenotip oleh ekspresi pada

permukaan sel molekul CD4 yang bekerja sebagai molekul sel primer pada penderita

HIV (Merati dan Samsuridjal, 2006)). Setelah beberapa tahun, jumlah CD4 akan

mengalami deplesi dan menurun dibawah level kritis ≤ 100 sel/mL, pasien sangat

Page 49: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

49

rentan terhadap infeksi oportunistik seperti infeksi laten T.gondii akan menjadi aktif

kembali (Pokdisus, 2005).

Imunitas seluler menjadi sangat penting dalam mengontrol infeksi T.gondii

dengan bantuan imunitas humoral. Makrofag dan sel dendritik yang teraktivasi oleh

adanya takisoit akan memproduksi IL-12 dan sinyal sel T seperti ligan CD140

(CD40L) yang mengikat atau mengekspresikan CD40. IL-12 bekerja terhadap

limfosit dan sel NK untuk merangsang produksi IFN–γ dan aktifitas sitolitik untuk

menyingkirkan takisoit intraseluler. Mekanisme terjadinya infeksi T.gondii pada

pasien AIDS sifatnya multipel. Mekanisme ini termasuk penurunan kadar CD4,

gangguan produksi IL-12 dan IFN-γ serta sel CD40L (CD140) yang mengikat CD40

menurun, sehingga infeksi T.gondii yang laten dapat teraktivasi (Zubairi dan

Samsuridjal, 2006).

Penelitian terdahulu mengenai T.gondii dilaporkan bahwa kemampuan dan

peranan sel CD4+ untuk melawan infeksi T.gondii sangat jelas. Walaupun pada

seseorang dengan fungsi sel T kurang, namun gejala tidak akan timbul secara

menyeluruh, hal ini diyakini karena virulensi dari strains T.gondii yang berbeda

(Pohan, 2006).

2.5 Respon Imunologis Toksoplasmosis

2.5.1 Peranan mediasi sel T

Subset sel T terdiri atas sel CD4, CD8, dan sel Natural Killer (NK) dan

lymphokine activated killer (LAK) dalam mekanisme protektif. Sel T CD8 bersifat

sitotoksik terhadap sel yang terinfeksi T.gondii dapat mengenal antigen yang

dipresentasikan oleh molekul MHC-I, molekul ini ditemukan pada semua sel tubuh

yang bernukleus (Dubey, 2010).

Fungsi sel T CD8 adalah melisiskan sel yang terinfeksi oleh T.gondii dengan

merangsang sekresi sitokin seperti IFN-γ. Sedangkan sel T CD4 mengenal antigen

Page 50: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

50

yang diikat MHC-II oleh APC (sel dendritik, makrofag), memproduksi IFN-γ dan IL-

12 dan merangsang diferensiasi CD4 berkembang menjadi subset Th1. Takisoit

sebelum memasuki makrofag, akan merangsang aktivasi makrofag, sel dendritik dan

oleh sinyal sel T naif seperti ligan CD40 (CD40L) yang mengikat CD40 untuk

memproduksi IL-12 (Karnen, 2006; Dubey, 2010).

Sel T naif adalah sel limfosit yang meninggalkan timus dan belum terpajan

antigen) sehingga belum terjadi diferensiasi. Sel T naif akan berdiferensiasi menjadi

sel Th0 yang selanjutnya dapat berkembang menjadi sel efektor Th1 dan Th2. Kedua

efektor tersebut dapat dibedakan berdasarkan sitokin yang diproduksinya (gambar

2.17) (Karnen, 2006).

Gambar 2.17

Fungsi Subset Sel T Naif / (Th0) berdeferensiasi

Menjadi Th1 dan Th2 (Karnen, 2006).

Interleukin-12 bekerja terhadap limfosit dan sel NK untuk merangsang sel T

CD40 untuk berdeferensiasi menjadi subset CD4+ aktif, yaitu Th1 dan memproduksi

IFN–γ untuk mengaktifasi makrofag dan memusnahkan takisoit intraseluler yang

Page 51: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

51

sudah difagositosis. IL-12 juga merangsang aktifitas sitolitik melalui kerja sel T CD8

untuk menghasilkan IFN–γ, kemudian mengaktifkan kerja makrofag dan proses

sitolitik ditingkatkan bekerja bersama dengan sel NK untuk menyingkirkan takisoit

intraseluler dan sel terinfeksi (Karnen, 2006). Penelitian mempergunakan binatang

coba (tikus), yang telah diinfeksikan T.gondii melalui peroral dan ada yang

diinjeksikan, nampak pada hari ke -7 respon sel T di berbagai organ ( usus halus,

hati, otak). Tubuh mengadakan reaksi terhadap antigen T.gondii, subset sel T yang

paling berperan adalah sel CD4, yang bekerja menginduksi CD8 untuk bekerja di

tingkat seluler melawan T.gondii. Penelitian ini menggunakan kadar CD40, untuk

mengevaluasi aktivasi sel T, dari hasil histopatologi menunjukkan sel villi ileum

tikus hancur dan nekrosis serta adanya infiltrasi limfosit ke dalam lamina propria

(gambar 2.18 A, B), hasil patologi sel hati tikus pada hari ke -7 tampak perubahan

bentuk sel hati dengan degenerasi lemak yang sedikit namun tampak adanya fokal

nodul limfosit hal ini membuktikan adanya reaksi akut infeksi T.gondii (gambar 18.

C,D), hasil patologi sel otak tikus pada hari ke-7 tampak sel mikroglia mengalami

nekrosis dan infiltrasi limfosit hampir pada seluruh sel otak dan terdapat takisoit

(gambar 2.18 E,F) keseluruhan tikus sebagai binatang coba didapatkan tingginya

respon imun Th1 untuk T.gondii ( Lori dkk., 2002).

Page 52: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

52

Gambar 2.18

Patologi Tikus yang Diinfeksikan Peroral T.gondii (A,C,E) dan yang

Diinjeksikan T.gondii (B,D,F) pada Sel Usus (ileum), Hati, Mikroglia.

Selanjutnya melalui kerja makrofag (sel glial) di otak akan mengaktifkan

sitokin (IFN-γ dan TNFα) yang berperan sangat penting dalam mengontrol

perkembangan replikasi takisoit dalam kedua fase baik akut maupun kronis. IL-10

dan IL-12 berperan pada fase akut dan menjadi kurang berperan setelah fase kronis.

Pasien AIDS sistem imunitas yang berperan dalam merespon T.gondii yang reaktif

kembali adalah Th1 (CD4) yang mana akan memproduksi IFN-γ ( Karen, 2006).

2.5.2 Peranan Respon Imun Toksoplasmosis pada HIV/AIDS

Sel limfosit T CD4 merupakan target utama dalam infeksi HIV. Pada mulanya

sistem imun dapat mengendalikan infeksi HIV, namun dengan berjalannya waktu

secara kronis progresif HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4

yang berdiferensiasi menjadi Th1, keadaan seperti ini akan menimbulkan gejala

berbagai penyakit secara luas. Sel T mempunyai peranan sentral dalam mengatur

sistem imunitas tubuh. Bila teraktivasi oleh antigen, sel T akan merangsang baik

respon imun seluler maupun respon imun humoral. Namun yang terutama sekali

mengalami kerusakan adalah respon imunitas seluler. Pada HIV akan terjadi

Page 53: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

53

gangguan jumlah maupun fungsi Th1, yang menyebabkan hampir keseluruhan

respon imunitas tubuh tidak berlangsung normal (gambar 2.19) (Karnen, 2006).

Gambar 2.19

Kerjasama CD4+ dan CD8+ dalam Menyingkirkan

Parasit Intraseluler (Karnen, 2006).

Apabila kadar CD4 mulai turun ke level kritis ≤ 200 sel / mL maka mulai

timbul infeksi oportunistik dengan berbagai macam jenis penyakit, pada level CD4 ≤

100 sel /mL infeksi toksoplasmosis menjadi reaktif (gambar 2.20) (Pokdisus, 2005).

Perjalanan penyakit dan infeksi oportunistik pada penderita AIDS (gambar 2.21)

(Karnen, 2006).

Page 54: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

54

Gambar 2.20

Hubungan Infeksi Oportunistik dan CD4 (Pokdisus, 2005).

Gambar 2.21

Perjalanan Klinis Penyakit AIDS (Karnen, 2006).

2.5.2.1 Abnormalitas pada Sistem Imunitas Seluler

Untuk mengatasi parasit intraseluler seperti pada infeksi toksoplasmosis

diperlukan adalah respon imunitas seluler atau CMI. Fungsi ini dilakukan oleh sel

makrofag dan CTLs (cytotoxic T lymphocyte atau Tc ) dan teraktivasi oleh sitokin

yang dilepaskan oleh limfosit CD4. Makrofag mencerna mikroba (takisoit) yang

Page 55: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

55

dimakannya dalam vesikel (fagosom), namun beberapa takisoit dapat terlepas dan

masuk kedalam sitoplasma. Sel CD4 + akan mengenal antigen yang berasal dari

parasit vesikuler dan mengaktifkan makrofag untuk membunuh parasit dalam

vesikel. CD8 + mengenal parasit dalam sitoplasma dan memusnahkan parasit dengan

jalan membunuh sel yang terinfeksi (gambar 2.22) (Karnen, 2006).

Gambar 2.22

Interaksi CD4 dan CD8 dalam Imunitas Seluler (Karnen, 2006).

Sel CD8+ atau CTL mengenal peptida parasit dalam sel terinfeksi dalam

kompleks MHC-I. Molekul adhesi seperti integrin, menstabilkan ikatan CTL dengan

sel terinfeksi, CTL diaktifkan dan mengeksositosis isi granul dan menimbulkan

lethal hit sel sasaran. Isi granul berupa perforin membentuk lubang kecil di

membran sel sasaran dan granzim (enzim protease serin) yang ditemukan dalam

granul CTL dan sel NK masuk sel sasaran. CTL juga melepas TNF yang menekan

sintesis protein. Aktifitas CTL akan meningkatkan Fas ligan (FasL) pada permukaan

Page 56: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

56

sel terinfeksi . Protein Fas pada membran CD8 + akan bereaksi dengan FasL pada

membaran sasaran yang menginisiasi apoptosis ( gambar 2.23) (Karnen, 2006).

Gambar 2.23.

Mekanisme CD8 + atau CTL Membunuh Sel Terinfeksi ( Karnen, 2006).

Namun mekanisme ini tidak dapat berjalan normal pada infeksi HIV oleh

karena terjadi penurunan fungsi sel Th, kemampuan makrofag untuk memfagositosis

dan kemoktasis menurun, kemampuan sel Tc (sitotoksik) untuk menghancurkan sel

terinfeksi menurun serta kerja NK untuk menghancurkan secara langsung antigen

asing juga menurun, keseluruhan mekanisme ini tidak dapat bekerja dengan optimal

sebagaimana fungsinya sehingga berperan sangat penting dalam reakivasi infeksi

laten T.gondii untuk menjadi toksoplasmosis serebri pada AIDS (Karnen, 2006).

Page 57: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

57

2.5.2.2 Abnormalitas pada Sistem Imunitas Humoral.

Imunitas humoral adalah imunitas dengan pembentukan antibodi oleh sel

plasma yang berasal dari limfosit B, sebagai akibat sitokin yang dilepaskan oleh

limfosit CD4 yang teraktivasi. Sitokin IL-2, BCGF (B cell growth Factors) akan

merangsang limfosit B tumbuh dan berdiferensiasi menjadi sel plasma. Dengan

adanya antibodi diharapkan akan meningkatkan daya fagositosis dan daya bunuh sel

makrofag dan neutrofil melalui proses opsonisasi. Pada awal infeksi toksoplasmosis

Ig M muncul terlebih dahulu sebagai respon imun terhadap antigen yang diikuti

pengalihan ke produksi Ig G atau antibodi kelas lain (Ig A, Ig E). Keadaan ini

tergantung dari sinyal sel Th yang memerlukan ikatan dengan ligan CD40 (CD154)

di permukaan sel T, dan dengan CD40 pada sel B. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T

juga berperan dalam pengalihan kelas Ig. Sel B dalam keadaan normal apabila

dirangsang oleh antigen atau atas pengaruh CD40L dan sitokin akan berdiferensiasi

menjadi sel yang mensekresi Ig M, dan sebagian akan berdiferensiasi menjadi sel Ig

yang berantai berat (Karnen, 2006).

Infeksi HIV menyebabkan terjadinya stimulasi limfosit B secara poliklonal

dan non spesifik, sehingga terjadi hipergammaglobulinemia terutama Ig A dan Ig G.

Disamping produksi imunoglobulin yang lebih banyak juga terjadi respon yang salah

pada limfosit B orang dengan HIV/AIDS. Pada HIV terjadi perubahan dari

pembentukan antibodi Ig M ke antibodi Ig A dan Ig G, sehingga infeksi laten

intraseluler seperti T.gondii menjadi masalah berat pada penderita HIV/AIDS, yang

akan menjadi aktif kembali oleh karena respon tidak tepat antibodi untuk membentuk

antibodi Ig M. Mekanisme ini terjadi oleh karena terjadinya pengalihan fenotip kelas

Ig yang salah diterjemahkan oleh sel akibat virus HIV. Peningkatan IgM tidak selalu

menunjukkan adanya infeksi baru karena antibodi Ig M antitoksoplasma secara

spesifik ditemukan pada pasien dengan reaktivasi toksoplasmosis serebri. Kadar Ig

Page 58: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

58

M yang positif dan meningkat dapat diinterpretasikan sebagai infeksi akut dari

reaktivasi infeksi laten (recent infection) atau tes positif palsu (Karnen, 2006; Sonja

dkk., 2006)

2.6 Manifestasi klinis

Sindrom klinis dari infeksi toksoplasmosis serebri pada AIDS beragam

misalnya seperti ensefalitis, meningoensefalitis, lesi massa intrakranial. Ensefalitis

terjadi pada 80% kasus. Gejala klinis toksoplasmosis serebri dibagi atas gejala fokal

neurologi, gangguan otak global, gangguan neuropsikiatri dan gejala umum lainnya

seperti panas badan (35%) yang hilang timbul atau terus menerus, sakit kepala

memberat (hampir pada 50% kasus), singulus (hiccups). Tanda-tanda iritasi selaput

otak (5%), tekanan intrakranial meningkat (papil edema). Defisit fokal neurologis

akibat lesi massa intrakranial (70%) seperti hemiparesis, hemiplegia, disfasia, afasia,

disartria, gangguan visual, paresis nervus kranialis, ataksia, dismetri, gerakan

involunter (distonia, chorea, atetosis dan hemibalismus, parkinson). Gangguan otak

global seperti bangkitan kejang (38%), kesadaran menurun (40%), gangguan mood

dan memori dan gangguan kognitif global (menyerupai demensia AIDS). Gangguan

psikiatri seperti demensia, ansietas, psikosis, gangguan kepribadian. Defisit fokal

neurologis dapat terjadi secara perlahan atau mendadak menyerupai stroke. Selain

gangguan neurologis, juga perlu diketahui adanya tanda diluar neurologis misalnya,

limfadenopati, hepatosplenomegali (Joynson dan Wreghitt, 2007).

2.7 Diagnosis

Diagnosis untuk toksoplasmosis serebri dilakukan berdasarkan diagnosis

presumtif dan definitif. Diagnosis presumtif menurut kriteria CDC,1993 berdasarkan

gejala klinis, gambaran radiologis (sken kepala dengan kontras), pemeriksaan

Page 59: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

59

imunologi darah tepi maupun CSS (Vidal dkk., 2004). Diagnosis definitif dengan

melakukan biopsi jaringan otak untuk mengetahui adanya parasit T.gondii yang

terisolasi (gambar 2.24) (Sara dkk, 2009).

Gambar 2.24

Biopsi Jaringan Otak pada Lobus Frontal , tampak Daerah Nekrosis yang dikelilingi

dengan Makrofag, Limfosit dan Banyak Kista Takisoit (Sara dkk, 2009).

2.7.1 Diagnosis presumtif berdasarkan kriteria CDC, (1993). Gejala klinis yang

berhubungan dengan adanya defisit neurologis dengan manifestasi klinis

ensefalitis, meningoensefalitis dan lesi desak ruang, serta tanda selain

neurologis misalnya, limfadenopati dan hepatosplenomegali.

1. Pemeriksaan imunologi untuk menentukan adanya antibodi dengan tes

serologi seperti tes warna Sabin Feldman (Sabin –Feldman dye test), tes

hemaglutinasi tidak langsung (IHA), untuk mendeteksi antibodi Ig G, tes zat

anti fluoresen tidak langsung (IFA), dan tes ELISA (Enzyme Linked

Immunosorbent Assay) untuk mendeteksi antibodi Ig G dan Ig M. Pada

penderita AIDS yang dicurigai dengan toksoplasmosis serebri, petanda

serologi yang lebih berperan yaitu IgG anti T.gondii, karena toksoplasmosis

Page 60: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

60

serebri merupakan hasil reaktivasi infeksi T.gondii yang telah lama. Nilai Ig

G anti Toksoplasma akan bermakna bila titer antibodi lebih besar dari 150

IU/ml. Petanda Ig G ini lebih digunakan karena pada awal infeksi Ig M

muncul terlebih dahulu, meningkat dengan cepat dalam 2 minggu, kemudian

menurun dengan cepat dan menghilang setelah 2-3 bulan, hal ini

merupakan petanda infeksi akut. Namun bila pada beberapa kasus ada

keraguan untuk menarik kesimpulan apakah infeksi T.gondii terjadi akut

atau kronik karena Ig M masih menetap beberapa bulan hingga setahun,

maka perlu dilakukan suatu tes panel dengan memeriksa Ig A, dan Ig E.

Antibodi IgE (Anti-IgE immunosorbent agglutination assay) lebih akurat

untuk infeksi akut karena tidak pernah menetap lebih dari 4 bulan,

sedangkan IgA dapat menetap hanya 3 hingga 9 bulan infeksi dan tidak

pernah ditemukan pada fase kronis.

2. Pemeriksaan radiologi dengan sken kepala tanpa dan dengan kontras

menunjukkan gambaran lesi hipodens yang khas dapat berbentuk noduler

atau disertai kalsifikasi dengan penambahan kontras tampak penyagatan

kontras berbentuk cincin (ring enhancement) mengelilingi area hipoden

yang multipel pada 70-80 % kasus (Herdiman, 2006). Ukuran cincin

bervariasi, dengan ketebalan ireguler, tipis homogen, dengan edema

perifokal adanya suatu lesi desak ruang dengan terlihatnya pergeseran dari

garis tengah. Pada pasien AIDS dengan infeksi T.gondii, gambaran cincin

multipel menunjukkan 70-80% merupakan toksoplasmosis serebri.

Predileksi lesi pada basal ganglia 70-80% dan kortikomedular hemisfer.

Pemeriksaan MRI memberikan hasil lebih baik dan merupakan prosedur

Page 61: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

61

baku, karena dapat mendeteksi lesi yang tidak terlihat pada CT sken

terutama bila pada sken menunjukkan lesi tunggal yang tidak patognomonik

untuk toksoplasmosis serebri (gambar 2.25) (Dubey, 2010).

Gambar 2.25

CT Sken Kepala dengan Penyangatan Kontras berbentuk

Cincin pada Basal Ganglia (Dubey, 2010).

Pemeriksaan radiologis yang lebih sensitif dari sken kepala adalah dengan

pemeriksaan Diffusion-Weighted MRI yang dapat membedakan secara baik dan

bermakna gambaran abses pada toksoplasmosis serebri dengan abses yang

disebabkan oleh piogenik dimana terdapat perbedaan gambaran penyengatan kontras

yang berbentuk cincin melalui intensitas signal, kemudian diukur berdasarkan nilai

apparent diffusion coefficient (ADC). Perbedaan terletak pada inti (core) abses pada

Diffusion-Weighted MRI intensitasnya akan tampak sama atau lebih rendah dari

jaringan otak sekitarnya yang normal, dengan nilai ADC core abses lebih besar dari

pada nilai jaringan otak sekitarnya yang sehat, gambaran ini didukung dengan

pemeriksaan histopatologi dimana pada core abses toksoplasmosis serebri terdiri dari

Page 62: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

62

jaringan yang nekrotik dan bukan oleh cairan purulen yang biasanya terdapat pada

abses piogenik (gambar 26.A, B, C) (Crispina dkk, 2003).

A B C

Gambar 26.A, B, C. Wanita umur 54 tahun dengan Serebral Toksoplasmosis yang Merespon

Baik dengan Pengobatan Sulfametroksasol dan Trimetropin (Crispina dkk., 2003)

a. Penampang axial T1 Weighted MRI tampak gambaran massa dengan penyangatan

kontras di lobus parietal sinistra dengan eccentric sentral dan dengan penambahan kontras

terjadi enhancemen.

b. Axial diffusion –weighted MRI menunjukkan pada core abses isointens (asterisk) dan

dikelilingi dengan edema (tanda panah) yang hiperintens.

c. Analisa kuantitatif dengan apparent diffusion coefficient (ADC) tampak nilai ADC pada

core sedikit lebih tinggi (mean,1.10 x 10-3 mm2/sec) dibanding dengan jaringan sekitarnya

(mean, 0,85 x 10-3 mm2/sec) dengan nilai rerata ADC perifokal edema (1,64 x 10-3

mm2/sec) yang mendekati dua kali nilai pada jaringan normal.

Pemeriksaan radiologis Positron Emission Tomography (PET) dan Single

Photon Emission Computed Tomography (SPECT) memiliki arti diagnostik yang

sangat baik untuk membedakan gambaran ring enchancemen pada penderita

HIV/AIDS dengan gambaran suatu keganasan, toksoplasmosis serebri atau

merupakan suatu limpoma. Ketiga gambaran lesi ini masih sulit dibedakan dengan

CT sken ataupun MRI. Pemeriksaan PET dan SPECT merupakan suatu nuklear

imaging dapat memberikan gambaran biologis dari suatu jaringan hidup,

mempergunakan radiolabel molekul bertindak sebagai pemandu (radiotracers) yang

nantinya mampu mendeteksi adanya perubahan metabolisme jaringan hidup dan

Page 63: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

63

fisiologi jaringannya. Positron Emission Tomography telah digunakan lebih dari 30

tahun untuk mengetahui perubahan karakteristik metabolisme suatu penyakit,

bagaimana perubahan yang dapat terjadi sebagai akibat proses suatu penyakit. Single

Photon Emission Computed Tomography dapat membedakan dengan jelas

toksoplasmosis serebri dan limpoma dengan mempergunakan Thallium-201 (201 TI)

dalam waktu kurang dari 72 jam, PET mempergunakan analog glukosa yang dapat

dengan jelas menggambarkan metabolisme dari karakteristik toksoplasma, namun

PET masih sangat jarang dan harganya yang masih sangat mahal sehingga tidak

memungkinkan alat ini dipergunakan sebagai prosedur baku dalam mendiagnosis

suatu toksoplasmosis serebri (Mordechai dkk, 1996; Pamela dkk, 2003).

Pemeriksaan pilihan untuk evaluasi awal penderita HIV/AIDS dengan gejala

intraserebral adalah dengan MRI dengan kontras sesuai dengan algoritme evaluasi

dari gejala klinis dan tanda sistem saraf pusat pada penderita HIV/AIDS dengan

mempergunakan MRI (gambar 27) (Weisberg dkk.,1988).

Page 64: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

64

Gambar 2.27

Evaluasi dari Gejala Klinis dan Tanda Sistem Saraf Pusat pada Penderita

HIV/AIDS dengan mempergunakan MRI (Weisberg dkk.,1988).

2.7.2. Pemeriksaan Biologi Molekuler.

Pemeriksaan untuk menentukan suatu toksoplasmosis serebri melalui biopsi

masih sangat sulit dilakukan khususnya di negara berkembang seperti di Indonesia .

Selain karena biayanya yang relatif mahal, juga karena tindakan ini sangat

memerlukan ketrampilan khusus seorang ahli bedah saraf dan juga yang paling

AIDS patient with CNS symptoms/sign

HIV/Dementia

CMV

Encephalitis

Contrast-enchanced MRI

Perventicular

inflamation

Single or multiple local lesion Atrophy or diffuse

white matter diseases

MRI

Cryptocococsis PML

Toxoplasmosis or

CNS Lymfoma Cystic lesion in

bangsal ganglia

Focal lesion: no mass effect

in subcortical white matter

Enchancement No enchancement

Toxoplasma confirmed Biopsy

Improvement after 2 weeks No improvement

Empiric toxoplasmosis therapy

Page 65: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

65

penting tindakan ini sangat invasif, sehubungan dengan letak predileksi

toksoplasmosis paling sering secara patognomonik terletak disubkortikal (basal

ganglia) sangat berisiko memperburuk keadaan umum penderita toksoplasmosis.

Berdasarkan alasan tersebut pemeriksaan mempergunakan tehnik PCR

menjadi alternatif pilihan yang lebih memuaskan karena memiliki beberapa

kelebihan yaitu pemeriksaan dapat lebih cepat, tidak memerlukan persiapan khusus,

relatif lebih murah dan tentu saja sangat mengurangi tindakan invasif (Vidal, 2004).

Penelitian yang memakai tehnik PCR dengan gen B1 sebagai primer untuk

mendeteksi toksoplasmosis serebri pada penderita AIDS di Brasil memiliki nilai

sensitifitas 92%, spesifisitas 100%, dengan nilai duga positif 100% dan nilai duga

negatif 97% maka dari temuan inilah sangat disarankan untuk mempergunakan

pemeriksaan PCR CSS untuk mendiagnosis suatu toksoplasmosis serebri (Joseph

dkk., 2002).

Tehnik PCR digunakan untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri, dimana

PCR merupakan suatu tehnik in vitro untuk memperbanyak DNA (amplifikasi)

secara enzimatis melalui proses sintesis DNA baru secara berulang dan dapat

mendeteksi 10 organisme atau kurang dalam 10 leukosit manusia serta bersifat

spesifik. Pengambilan sampel CSS sebelum pemberian obat anti toksoplasmosis atau

hingga tujuh hari selama pemberian obat anti toksoplasmosis nilai sensitifitas

meningkat hingga 50% apabila dibandingkan dengan setelah tujuh hari pengobatan.

Namun tidak adanya perbedaan yang bermakna secara statistik untuk dapat

meningkatkan hasil PCR pada pengambilan sampel CSS pada satu minggu pertama

pengobatan dibandingkan dengan pengambilan sampel yang terlambat (lebih dari

seminggu) odds ratio (OR) 7,0; 95% Conffident Interval (CI) : 0,46 – 218,2;

p=0,15). Sedangkan pengobatan profilaksis untuk toksoplasmosis tidak

Page 66: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

66

mempengaruhi hasil PCR CSS. Pasien dengan respon pengobatan anti

toksoplasmosis yang rendah memiliki kemungkinan yang tinggi untuk dapat

terdeteksinya DNA T.gondii pada CSS (OR 5,0; 95% CI: 0,37 – 86,6) dan semua

pasien yang dengan kelainan neurologi akibat lain akan menunjukkan hasil PCR

yang negatif (spesifisitas 100%). Walaupun PCR memiliki nilai sensitifitas sedang

namun PCR CSS memiliki nilai spesifisitas tinggi dan nilai duga positif 100%

sehingga pemeriksaan penunjang ini sangat berguna sebagai alat untuk mendiagnosis

suatu toksoplasmosis serebri (Joseph dkk., 2002; Dubey,2010).

Target PCR ini adalah gen B1 dari T.gondii menurut metoda Chang dan Ho,

yang mempergunakan siklus 30, 35, 40, 45 tidak memberikan gambaran pita,

sedangkan penggunaan 50 siklus baru memberikan hasil pita spesifik untuk T.gondii

pada elektroforesis gel dan target gen B1 merupakan target gen paling sensitif dan

secara konsisten selalu ditemukan saat pengulangan (Lisawati dkk, 2002).

2.7.2.1 Ekstraksi DNA.

Ekstraksi DNA mempergunakan genom DNA, menggunakan DNA isolation

kit (invitrogen). PCR dikerjakan menggunakan SuperScriptTM III One-Step PCR

System with Platinum Taq DNA Polymerase (Invitrogen) sesuai dengan protokol

yang telah ditentukan.

Tehnik isolasi DNA dengan cara homogenkan jaringan dengan mikropastel,

kemudian tambahkan 180 µl digestion buffer dan homogenkan kembali dengan

mikropastel, kemudian tambahkan 20 µl prot K. Inkubasikan selama 1-4 jam dalam

suhu 55o C dan sesekali divorteks, sentrifuse dengan kecepatan maksimal selama 3

menit, kemudian supernatannya dituangkan ke tabung baru. Tambahkan 20 µl

RNAse A, kemudian vorteks dan inkubasikan selama 2 menit, tambahkan 200 µl

Page 67: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

67

binding buffer kemudian vorteks, tambahkan 200 µl ethanol dan dipindahkan ke spin

collum. Sentrifuse 10.000 rpm selama 1 menit, buang flow kemudian pindahkan ke

spin collum baru, tambahkan 500 µl Wash buffer 1, sentrifuse 10.000 rpm selama 1

menit kemudian buang flow, tambahkan 500 µl Wash buffer 2 dan sentrifuse dengan

kecepatan maksimal selama 3 menit, buang flow kemudian pindahkan ke tabung 1,5

ml dan tambahkan 25 – 200 µl elution buffer, inkubasikan selama 1 menit dan

sentrifuse selama 1 menit. Simpan dalam suhu – 20o C sampai dipergunakan lebih

lanjut (Invitrogen Kit Manual Procedure, 2007).

2.7.2.2 PCR

PCR merupakan teknik amplifikasi DNA dengan menggunakan enzim dan

template yang komplementer dengan DNA target. Komponen uji ini terdiri dari 5 l

R-Mix (buffer, MgSo4, dan dNTP), 0,6 l foward primer, 0,6 l backward primer,

2,55 l aquabidest, 0,25 l enzim dan 1 l sampel DNA template. Setelah semua

komponen masuk ke dalam tabung eppendorf, selanjutnya dimasukkan ke dalam

mesin (Thermocycler). Di dalam Thermocycler (mesin penyiklus DNA) suhu sudah

diprogram dengan kondisi suhu 95C selama 7 menit merupakan proses pre

denaturasi yaitu suatu proses perubahan DNA dari serat ganda menjadi serat tunggal.

Kemudian dilanjutkan dengan suhu 94C selama 45 detik yaitu merupakan proses

denaturasi yaitu serat ganda yang pelepasannya belum sempurna dipecah lagi agar

menjadi serat tunggal. Pada suhu 55C selama 30 detik merupakan proses Annealing

yaitu proses penempelan primer dengan serat DNA sampel. Tahap akhir pada suhu

72 o C selama 1 menit yaitu proses extension yaitu suatu proses penyempurnaan

kerja enzim. Kemudian proses denaturasi, annealing dan extention diulang

sebanyak 35 siklus . Primer yang digunakan adalah primer forward LPSAGI (5’

CAC CTG TAG GAA GCT GTA GTC ACT G- 3’ dengan reverse RPSAGI (5’

Page 68: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

68

TCA CTG TGA CCA TAC AAC TCT GTC 3’. Pada saat penggunaan primer

sebaiknya sekuens kedua primer tidak saling komplementer karena dapat

mengakibatkan terjadinya primer dimer. Jika panjang primernya cukup panjang

sebaiknya temperaturnya semakin tinggi. Proses elongasinya pada suhu 72 C selama

1,5 menit yaitu proses pemanjangan primer sehingga memperpanjang rantai DNA,

yang berperan disini adalah enzim polymerase (Taq Polymerase). Selanjutnya pada

suhu 72C selama 5 menit merupakan proses penyempurnaan aktivitas enzim.

Setelah semua proses ini selesai dilanjutkan dengan proses elektroforesis (Invitrogen

Kit Manual Procedure, 2007).

2.7.2.3 Elektroforesis

Elektroforesis dilakukan untuk mengetahui proses PCR antara DNA template

dan primer telah menyatu serta mengetahui panjang basa dari produk gen yang diuji

melalui markernya. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel 1 % yaitu

sebanyak 1 gram agarose powder ditambahkan dengan 100 ml TAE (Tris Acetat

EDTA) didihkan sambil diaduk sesekali setelah bubuk mencair dan agak mengental

tambahkan 2 l EtBr (Etidium Bromida) aduk dan dicetak dalam cetakan sisir.

Setelah gel mengeras angkat kemudian taruh pada mesin elektroforesis. Sepuluh

sampai duapuluh persen dari produk PCR ditambahkan sebanyak 1l loading dye

(Bromphenol-blue dan Cyline Cyanol) dimasukkan kedalam setiap sumur pada gel.

Setelah itu di running dengan cara mesin elektroforesis diprogram dalam tegangan

100 volt selama 30 menit. Setelah itu diangkat dan visualisasi DNA dilakukan

dengan transluminator ultraviolet (UV) dan hasilnya didokumentasikan dengan

kamera digital yang telah dimodifikas (InvitrogenKit Manual Procedure, 2007).

Page 69: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

69

2.7.2.4 Hasil PCR T.gondii

Hasil PCR T.gondii dapat dibaca apabila hasilnya positif dalam agarose gel

elektroforesis (gambar 2.28).

Gambar 2.28

Hasil PCR dalam Gel Elektroforesis (Joseph dkk., 2002).

.

Hasil amplifikasi PCR yan tampak berdasarkan konsentrasi parasit yang

berbeda pada agarose gel elektroforesis, dengan jumlah DNA yang ditunjukkan

dibawah garis pada masing masing konsentrasi parasit dari 0,05 pg pada garis

pertama hingga konsentrasi 50 ng pada garis ke tujuh. Garis ke delapan terdiri dari

100 –bp tangga DNA dan garis kesembilan kontrol negatif (Joseph dkk., 2002).

Page 70: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

70

B A B III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Gambar 3.1

Bagan Kerangka Berpikir

Respon imunitas seluler terhadap toksoplasma sangat efektif namun pada

seseorang dengan imunokompremis (AIDS), sistem ini tidak mampu bekerja secara

optimal. Seiring dengan menurunnya kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, kista yang pada

awalnya bersifat laten akan mengalami perubahan fase. Kista di jaringan otak yang

mengandung banyak bradisoit (kista jaringan otak dengan daya replikasi sangat

rendah), akan mengalami perubahan fase menjadi takisoit yang masih dalam kista

Infeksi akut T. gondii

Toksoplasmosis serebral

Reaktivasi infeksi

laten T. gondii

Infeksi HIV (AIDS) + Diagnosis Presumtif

toksoplasmosis :

1. Gejala klinis neurologis : kesadaran

menurun,defisit fokal neurologis, gerakan

involunter, kejang, ensefalitis .

2. Ab IgG anti T. gondii (+) IU/ml.

3. Gambaran radiologi (CT sken kepala)

Kadar CD4 ≤ 100sel/mL

Infeksi laten T. gondii

Validitas

54

Page 71: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

71

(pseudokista) yang mempunyai aktivitas pembelahan yang sangat cepat, aktif dan

invasif . Perkembangan selanjutnya takisoit atau trophozoit akan mengalami replikasi

secara cepat sehingga mengisi seluruh sel glial otak (Black dan Boothroyd, 2000;

Viqar, 1997). Kista jaringan di sel glial pada pasien AIDS akan mengalami

degenerasi dan terjadi perkembangan fase, kista yang mengandung bradisoit berubah

menjadi bentuk takisoit yang aktif dan invasif. Perkembangan kista laten inilah yang

merupakan sumber infeksi baru toksoplasmosis pada pasien AIDS dan bertanggung

jawab untuk terjadinya toksoplasmosis serebri (Dubey, 2010).

Pada penderita AIDS yang dicurigai dengan toksoplasmosis serebri, petanda

serologi yang lebih berperan yaitu IgG anti T.gondii, karena toksoplasmosis serebri

merupakan hasil reaktivasi infeksi T.gondii yang telah lama. Nilai IgG anti

Toksoplasma akan bermakna bila titer antibodi lebih besar dari 150 IU/ml.

Pemeriksaan radiologi dengan sken kepala tanpa dan dengan kontras, dapat

menunjukkan gambaran lesi hipodens, noduler atau dapat disertai kalsifikasi, dan

atau dengan penambahan kontras akan tampak penyangatan kontras mengelilingi

area hipoden berbentuk seperti cincin (ring enhancement) yang multipel pada

70-80 % kasus.

Ukuran cincin bervariasi ketebalan ireguler yang homogen dengan edema

perifokal menandakan adanya suatu lesi desak ruang dengan terlihatnya pergeseran

dari garis tengah. Pada pasien AIDS dengan infeksi T.gondii, gambaran penyangatan

kontras berbentuk cincin di daerah predileksi lesi pada basal ganglia 70-80% dan

kortikomedular hemisfer (Sara dkk, 2009).

Page 72: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

72

3.2. Konsep

Gambar 3.2

Bagan Kerangka Konsep

Keterangan :

X1 = Nilai sensitifitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL

X2 = Nilai spesifisitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL.

X3 = Nilai duga positif (NDP) kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL

X4 = Nilai duga negatif (NDN) kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL

X5 = Nilai rasio kemungkinan positif (RKP) kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL.

X6 = Nilai rasio kemungkinan negatif (RKN) kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL.

X7 = Akurasi kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL.

Validitas

Toksoplasmosis

cerebri (+)

Toksoplasmosis

cerebri (-)

CD4 ≤ 100

Toksoplasmosis

cerebri (+)

CD4 ≥ 100

Toksoplasmosis

cerebri (-)

X2

X3

X5

X7

CD4

(Uji Baru)

PCR CSS

(Baku Emas)

AIDS + Kriteria presumtif

toksoplasmosis:

1. Gejala klinis neurologis :

kesadaran menurun,defisit

fokal neurologis, gerakan

involunter, kejang, ensefalitis.

2. Ab IgG anti T. gondii (+).

3. Gambaran radiologi (CT sken

kepala).

X1

X6

X4

Page 73: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

73

Hingga saat ini penelitian tentang uji diagnostik tentang toksoplasmosis

serebri masih sangat kurang dilakukan pada manusia di Bali. Sebelum era

pengobatan HAART pada penderita AIDS di Bali, kematian masih sangat tinggi oleh

infeksi oportunistik, terutama oleh toksoplasmosis serebri yang dapat timbul sebagai

akibat keadaan imunitas yang sangat rendah, kadar CD4 ≤ 100 sel/mL.. Pendekatan

melalui kriteria presumtif untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri sesuai kriteria

CDC memiliki pendekatan diagnosis hingga 80%.

Kadar CD4 berhubungan dengan kejadian toksoplasmosis serebri, semakin

rendah kadar CD4 ≤ 100 sel/mL , semakin tinggi insiden toksoplasmosis serebri. Bila

validitas kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL dapat meningkatkan pendekatan diagnosis

toksoplasmosis serebri secara bermakna, maka dapat mengurangi tindakan invasif

dan penatalaksanaan selanjutnya dapat lebih dipertanggung jawabkan.

Page 74: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

74

B A B IV

METODE PENELITIAN

4.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan studi uji diagnostik, pengambilan sampel

secara potong lintang, CD4 sebagai kriteria yang akan diujikan sebagai uji baru

untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri pada penderita AIDS yang telah

memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri dan pemeriksaan PCR CSS

sebagai referensi standar baku emas.

Gambar 4.1

Skema Rancangan penelitian Uji Diagnostik

58

Dilakukan

pemeriksaan

pada satu kurun

waktu

Toksoplasmosis

cerebri (+)

Toksoplasmosis

cerebri (-)

CD4 ≤ 100

Toksoplasmosis

cerebri (+)

CD4 ≥ 100

Toksoplasmosis

cerebri (-)

CD4

(Uji Baru)

PCR CSS

(Baku

Emas) AIDS + Kriteria presumtif

toksoplasmosis:

1. Gejala klinis neurologis :

kesadaran menurun,defisit

fokal neurologis, gerakan

involunter, kejang,

ensefalitis .

2. Ab IgG anti T. gondii (+).

3. Gambaran radiologi (CT

sken kepala).

Page 75: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

75

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian.

Tempat penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit Sanglah.

Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli

2011 atau hingga jumlah sampel minimal terpenuhi.

4.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah semua penderita yang dicurigai menderita

toksoplasmosis serebri pada penderita AIDS yang datang ke Rumah Sakit Sanglah

dan bersedia mengikuti penelitian.

4.6.1 Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan umur diatas 17

tahun yang menderita AIDS yang memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis

serebri.

4.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah penderita AIDS laki-laki dan perempuan umur

diatas 17 tahun memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri yang datang

berobat dan rawat inap di RS Sanglah Denpasar.

4.3.3 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah bagian dari populasi terjangkau yang

memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri yang datang berobat dan

mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar.

4.3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Penderita AIDS yang belum mendapatkan terapi ARV

2. Berusia diatas 17 tahun berdasarkan KTP atau kartu identitas lain yang sah.

Page 76: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

76

3. Memenuhi kriteria toksoplasmosis serebri sesuai dengan kriteria presumtif

(CDC).

4. Belum mendapat pengobatan anti toksoplasmosis serebri atau telah

mendapat pengobatan toksoplasmosis serebri ≤ 7 hari.

5. Bersedia ikut dalam penelitian ini yang dinyatakan dengan informed

consent.

6. Bersedia untuk dilakukan lumbal pungsi yang dinyatakan dengan informed

consent.

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Ada kontra indikasi untuk dilakukan lumbal pungsi (LP) yaitu tanda

peningkatan tekanan intrakranial (muntah proyektil, papil edema), terdapat

luka atau penyakit kulit pada daerah LP.

2. Menderita tumor otak, stroke,tumor ganas dan mendapatkan terapi

kortikosteroid jangka panjang.

3. Kadar trombosit ≤ 50 mm/mL.

4.4 Besar Sampel Penelitian

Penelitian ini merupakan uji diagnostik, sehingga besarnya sampel ditentukan

dengan rumus :

a. Penghitungan besar sampel yang didiagnosis positif oleh baku emas dengan

rumus (Sopiyudin , 2009).

2

2

d

PQ)(Zαn

n = besar sampel yang didiagnosis positif oleh baku emas.

p = sensitifitas yang diinginkan dari indeks.

q = 1-p

d = presisi penelitian

Page 77: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

77

Zλ = derivat baku dari tingkat kesalahan (ditetapkan peneliti).

pada penelitian ini tingkat kepercayaan ditetapkan 95% dengan Zα 1,96, presisi

penelitian (d)= 20 %, sensitifitas yang diinginkan dari indeks (p) = 90% .

Rumus untuk menghitung besar sampel total apabila prevalensi penyakit

diketahui : N = n / P

P = prevalensi penyakit

n = besar sampel yang didiagnosis positif oleh baku emas

N = besar sampel total

Dari kepustakaan didapatkan prevalensi toksoplasmosis serebri antara 30 -50%

(Pokdisus, 2005).

Penelitian ini menggunakan prevalensi 30 % .

Jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini adalah 28.8 dan dibulatkan

menjadi 29 orang, jadi N = 29 orang.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan karakteristik sampel penelitian yang diukur

kategorikal. Variabel tersebut ditentukan dan disusun menurut rancangan penelitian

yang direncanakan (Sopiyudin, 2009).

Klasifikasi variabel :

a. Standar Baku Emas adalah pemeriksaan PCR CSS

b. Uji baru adalah pemeriksaan kadar CD4 darah

4.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human

Immunodeficiency Virus (HIV), dan sel limfosit T Cluster of Differentiation 4

(CD4) sebagai target utamanya (Zubairi-Djoerban dan Samsuridjal-Djauzi,

2006).

Page 78: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

78

2. Toksoplasmosis serebri adalah suatu proses nekrosis dan trombosis pembuluh

darah dengan inflamasi perivaskular (vaskulitis) pada bagian sentral yang

tampak sebagai nodul mikroglia yang disebabkan oleh proses reaktivasi

infeksi laten T.gondii dan ditemukannya takisoit yang mengelilingi nodul,

seperti cincin pada daerah perbatasan nekrosis arteritis dan takisoit pada

dinding pembuluh darah dan dinyatakan positif melalui pemeriksaan PCR

CSS menggunakan gen SAG1 sesuai protokol (Portegies dan Berger, 2007).

3. CD4 adalah sel limfosit T Cluster of Differentiation 4 (CD4) permikroliter

darah (Depkes, 2004).

4. Kriteria presumtif adalah kriteria untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri

yang berhubungan dengan AIDS sesuai dengan Guidelines The Centers for

Disease Control (CDC) criteria for AIDS-related cerebral toxoplasmosis,

(1993). Terdiri dari 3 kriteria: 1) adanya gejala fokal neurologis yang

mengarah pada disfungsi sistem saraf pusat (SSP) atau penurunan kesadaran,

2) ada lesi khas dalam otak yang dapat dideteksi dengan CT sken kepala

dengan kontras, adanya lesi desak ruang pada gambaran imaging sken kepala

dan atau adanya penyangatan kontras berbentuk cincin (ring enchancement),

3) adanya serologis positif untuk Ab IgG anti T.gondii atau adanya respon

yang baik setelah diberikan terapi empiris.

5. Pemeriksaan PCR adalah pemeriksaan biologi molekuler menggunakan

tehnik polimerase chain reaction (PCR) untuk amplifikasi DNA. Pada

penelitian ini menggunakan PCR cairan serebrospinalis dan kemudian

dilakukan pemeriksaan PCR dengan target gen sesuai dengan primer,

kemudian hasil positif dapat dibaca dalam bentuk band pada agarose gel

elektroforesis ( Joseph, 2002).

Page 79: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

79

4.7 Bahan Penelitian

Bahan atau materi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini pemeriksaan

laboratorium, yaitu darah (serum), pemeriksaan PCR (CSS ).

4.8. Instrumen dan Prosedur Pengambilan Bahan Penelitian

4.8.1 Penderita datang ke RS Sanglah dengan gejala toksoplasmosis serebri,

dilakukan pemeriksaan sesuai penegakan diagnosis kriteria presumtif.

4.8.2 Mendapatkan inform consent pada penderita atau keluarga tentang

penelitian dan menandatangani surat persetujuan, bila bersedia ikut

dalam penelitian.

4.8.3 Pengambilan darah serum untuk pemeriksaan CD4.

4.8.4 Pengambilan CSS melalui pungsi lumbal untuk PCR T.gondii .

4.9 Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah evaluasi ulang data yang terkumpul, dan

melengkapi data-data yang belum terisi lengkap (Sopiyudin-Dahlan, 2009)

a. Menilai validitas kriteria kadar CD4 terhadap hasil PCR CSS digunakan

perhitungan tabel 2x2, kemudian diolah mempergunakan SPSS dengan rumus

sebagai berikut:

Sensitifitas : True Positif (TP) / (TP + False Negatif (FN) x 100%.

Spesifisitas : True Negatif (TN)/ ( TN + FN ) x 100%.

NDP : TP/ (TP + FP) x 100%.

NDN : TN/ (TN + FN) x 100%

RKP dan RKN : Sensitifitas / 1- Spesifisitas

Akurasi : (Tp + FN)/ TP+FP+TN+FN.

Page 80: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

80

4.10 Alur Penelitian

Gambar 4.2

Bagan Alur Penelitian

PCR CSS

Analisa data

Hasil

Penderita AIDS berobat ke RSUP Sanglah

Memenuhi kriteria presumtif untuk toksoplasmosis serebri sesuai dengan CDC

Penjelasan tentang inform consent, tanda tangan inform consent

Pemeriksaan CD4 darah

Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi

Page 81: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

81

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan

Oktober 2011 di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini melibatkan 29 subyek

penelitian yaitu pasien HIV yang diduga menderita toksoplasmosis sesuai kriteria

presumtif.

Variabel yang diperiksa pada penelitian ini meliputi anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan CD4, serologis IgG dan IgM

antitoksoplasmosis, pemeriksaan CT sken kepala dengan kontras dan dilakukan

pengambilan CSS melalui tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan PCR CSS.

Hasil pemeriksaan CD4 serum darah dan PCR CSS kemudian dilakukan suatu uji

diagnostik berdasarkan statistik dengan menggunakan tabel silang 2x2.

5.1 Karakteristik Demografi Subyek

Karakteristik demografi subyek dalam penelitian ini didapatkan nilai rerata

umur 34 tahun. Jenis kelamin pria 25 orang (86,2%) dan wanita 4 orang (13,8%).

Latar belakang pendidikan terbanyak yaitu tamat SMA 21 orang (72,4%) dengan

jenis pekerjaan terbanyak swasta yaitu 26 orang (89,7%). Subyek sebagian besar

dengan status perkawinan menikah sebanyak 20 orang (69,0%). Karakteristik

demografi subyek selengkapnya terlihat pada tabel 5.1.

65

Page 82: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

82

Tabel 5.1

Karakteristik Demografi Subyek (n=29)

Karakteristik Rerata ± SB

Umur (tahun) 34 ± 9

Jenis Kelamin n (%)

Laki-laki

Wanita

25(86,2)

4(13,8)

Pendidikan n (%)

Tamat SD/Sedrajat

Tamat SMP

Tamat SMA

1(3,4)

7(24,1)

21(72,5)

Pekerjaan n (%)

Swasta

Petani

PNS

Wirausaha

26(89,7)

1(3,4)

1(3,4)

1(3,4)

Status Perkawinan n(%)

Menikah

Tidak Menikah

20(69,0)

9(31,0)

5.2 Karakteristik Tanda Vital

Karakteristik tanda vital meliputi pemeriksaan tekanan darah sistolik didapatkan

rerata 116 mmHg dengan kisaran 90-150 mmHg, rerata tekanan darah diastolik

73 mmHg dengan kisaran 60-90mmHg, rerata denyut nadi 84 kali permenit dengan

kisaran 60-100 kali permenit, rerata temperatur aksila 37 0C, rerata frekuensi

respirasi 20 kali permenit dengan kisaran 18-32 kali permenit, rerata tekanan

intrakranial 108 mmHg dengan kisaran 85-135 mmHg dan pemeriksaan derajat

kesadaran berdasarkan Glascow Koma Scale (GCS) adalah 13. Karakteristik tanda

vital subyek selengkapnya disajikan pada tabel 5.2.

Page 83: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

83

Tabel 5.2

Karakteristik Tanda Vital Subyek (n=29)

Karakteristik Rerata±SB Kisaran

Tekanan sistolik (mmHg) 116±13 90 – 150

Tekanan diastolik (mmHg) 73±7 60 – 90

Denyut nadi (permenit) 84±7 60 -100

Temperatur aksila (0C) 37±0,9 35,6 – 39,5

Frekuensi respirasi (permenit) 20±3 18 – 32

Tekanan intrakranial (mmHg) 108±13 85 – 135

Glascow Coma Scale ( E V M) 13±14 7-15

5.3 Karakteristik Gejala Dan Tanda Neurologi

Karakteristik gejala dan tanda neurologi berupa keluhan utama yaitu kejang

3 orang (10,3%), kesadaran menurun 8 orang (27,6%), lemah separuh tubuh 7 orang

(24,1%), muntah hebat 1 orang (3,4%), nyeri kepala 8 orang (27,6%), nyeri kepala

disertai batuk 1 orang (3,4%), keluhan tidak seimbang 1 orang (3,4 %). Karakteristik

penderita selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.3.

Page 84: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

84

Tabel 5.3

Karakteristik Gejala Dan Tanda Neurologi (n=29)

Karakteristik Frekuensi %

Keluhan Utama

Kejang

Kesadaran menurun

Lemah separuh tubuh

Muntah hebat

Nyeri kepala

Nyeri kepala, batuk

Tidak seimbang

3

8

7

1

8

1

1

10,3

27,6

24,1

3,4

27,6

3,4

3,4

Total 29 100,0

5.4 Karakteristik Gambaran CT sken

Hasil pemeriksaan CT sken kepala dengan dan tanpa adanya

gambaran penyangatan kontras yang membentuk cincin terdiri dari 16 orang (55,2%)

(gambar 5.1. A,B,C,D). Karakteristik selengkapnya disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4

Gambaran CT sken (n=29)

Karakteristik Frekuensi %

Gambaran CT sken

Menyangat kontras yang membentuk cincin

Tidak menyangat kontras dan tidak membentuk

cincin

16

13

55,2

44,8

Total 29 100,0

Page 85: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

85

Gambar.5.1. CT Sken Kepala tanpa Kontras (kode nomor.13), Tampak Fokal

Hipoden Multipel daerah Basal Ganglia Kiri, Temporooksipital Kanan dengan

Perifokal Edema disekitarnya (A,B), tampak Penyangatan pada Pemberian Kontras

Berbentuk Cincin Ireguler yang Tipis, Kesan Suatu Toksoplasmosis Serebri (C,D).

A B

C D

Page 86: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

86

5.5 Karakteristik Parameter Limfosit dan CD4

Hasil pemeriksaan kadar limfosit darah rerata 1,01 103/L dengan

kisaran 0,15 - 4,84 103/L, nilai tengah (median) 0,63 103/L, nilai terbanyak (modus)

0,55 103/L. Jumlah CD4 rerata 88 sel/mL dengan kisaran 1-367 sel/mL. Hasil

karakteristik disajikan pada tabel 5.5.

Tabel 5.5

Karakteristik Parameter Limfosit dan CD4 Subyek (n=29)

Karakteristik Rerata±SB Kisaran Nilai Tengah

(Median)

Nilai

Terbanyak

(Modus)

Jumlah limfosit

darah (103/L)

1,10±1,12

0,15-4,84

0,63

0,55

Jumlah CD4

(sel/mL) 88±104 1-367 44 1

5.6 Karakteristik Parameter Serologi Subyek

Hasil pemeriksaan kadar IgG anti toksoplasma dengan rerata 169 IU, kisaran

4-1.200 IU dan rerata kadar IgM anti toksoplasma 0,18 COI dengan kisaran 0-1,10

COI.. Hasil karakteristik selengkapnya disajikan pada tabel 5.6.

Tabel 5.6

Karakteristik Parameter Serologi Subyek (n = 29)

Karakteristik Rerata±SB Kisaran

IgG anti toksoplasmosis (IU) 169±229 4 - 1.200

IgM anti toksoplasmosis (COI) 0,18±0,26 0 - 1,10

Page 87: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

87

5.7 Uji Diagnostik antara CD4 dan PCR CSS

Untuk mengetahui hubungan CD4 dengan hasil PCR CSS dipakai uji dignostik

menggunakan tabel silang 2x2. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.6

Tabel 5.7

Uji Diagnostik antara CD4 dan PCR CSS

Kelompok PCR CSS

Jumlah Positif Negatif

CD4 ≤100 9 11 20

>100 1 8 9

Jumlah 10 19 29

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan tabel silang 2 x 2 didapatkan

sensitifitas 90,0%, spesifisitas 47,37%, nilai duga positif 45,37%, nilai duga negatif

88,9%, rasio kemungkinan positif 1,71, rasio kemungkinan negatif 0,21, dan akurasi

62,07%.

Pada penelitian ini juga dapat diketahui nilai pre probability dan nilai post

probability yang artinya kemungkinan untuk terdiagnosis positif suatu

toksoplasmosis sebelum ditambahkan kriteria CD4 sebesar 34,5% dan setelah

ditambahkan kriteria CD4 ≤ 100 sel/mL dapat meningkat menjadi 45,0%.

Kemungkinan untuk negatif atau tidak menderita toksoplasmosis serebri sebelum

penambahan kriteria CD4 >100 sel/mL sebesar 65,5% dan setelah penambahan kadar

CD4 meningkat 88,9%.

Hasil PCR dalam gel elektroforesis dengan memakai primer SAG 1

(gambar 5.2.A,B).

Page 88: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

88

Gambar 5.2. (A) Hasil PCR Kode nomor 13, Positif Pita Tebal Dalam Gel

Elektroforesis Primer Target Gen SAG-1, (B) Hasil PCR Kode nomor 18,

Positif Dengan Pita tipis Dalam Gel Elektroforesis KP (Kontrol Positif),

KN (Kontrol Negatif) .

A

B

PCR +

PCR +

KP

KN

KP

KN

Page 89: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

89

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Demografi Subyek

Karakteristik demografi subyek pada penelitian ini berdasarkan umur

didapatkan nilai rerata umur 34 tahun yaitu pada usia pertengahan. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Nasional Kenyatta Nairobi,,

Kenya- Afrika. Mengenai profil dan karakteristik laboratorium pasien HIV dengan

toksoplasmosis serebri didapatkan rasioberdasarkan jenis kelamin laki-laki dan

wanita 1,3; 1, rerata umur usia pertengahan 38,84 tahun dan tidak ada perbedaan

status pernikahan ataupun pekerjaan . Hal ini dimungkinkan oleh karena pada usia

pertengahan merupakan usia seksual aktif yang produktif.

6.2 Karakteristik Tanda Vital

Karakteristik tanda vital meliputi tekanan darah sistolik dan distolik , denyut

nadi, temperatur aksila rerata dengan nilai 37 ±0,9 oC, kisaran 35,5-39,5 oC, tekanan

intrakranial dan derajat kesadaran penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian

lain. Pada penelitian lain disebutkan kenaikan temperatur >37,5 oC bervariasi

antara7-56% kasus (Renold, dkk., 1992).

6.3 Karakteristik Gejala dan Tanda Neurologi

Gejala dan tanda yang menjadi keluhan utama seperti kesadaran menurun

dan nyeri kepala merupakan keluhan yang paling banyak berdasarkan data demografi

subyek sebesar sebesar 27,6% dan tanda kedua terbanyak yaitu lemah separuh

tubuh sebesar 24,1% .Secara garis besar gejala dan tanda pada karakteristik

penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian lain. Penelitian lain juga

73

Page 90: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

90

mendapatkan gejala kesadaran yang menurun merupakan keluhan yang terbanyak

sebesar 63,3% kemudian diurutan selanjutnya keluhan nyeri kepala sebesar 45,5%

dan kelemahan separuh tubuh sebesar 45,5%. Gejala dan tanda neurologi tersebut

disebabkan oleh karena adanya suatu efek massa yang mendesak di ruang intra

kranial sehingga menimbulkan gejala baik defisit neurologis fokal maupun

menyeluruh (Fabio, dkk., 2008).

6.4 Karakteristik Gambaran CT Sken.

Gambaran CT sken subyek penelitian ini adalah adanya penyangatan kontras

dan berbentuk cincin ireguler yang tipis sebesar 55,2% dan tidak adanya

penyangatan kontras sebesar 44,8%. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang

bertujuan untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri berdasarkan klinis dan

radiologis didapatkan penyangatan kontras dan berbentuk cincin pada CT sken

kepala sebesar 58,3% (Holliman, 1991).

Gambaran CT sken kepala dan MRI merupakan penunjang yang disarankan

untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri sebagai salah satu kriteria presumtif.

Namun MRI lebih sensitif daripada CT sken, oleh karena lesi yang tidak terdeksi

oleh CT sken dapat terdeteksi oleh MRI (Ramsey and Gean, 1997).

Gambaran CT sken dengan penyangatan kontras berbentuk cincin

berhubungan dengan proses proliferasi dan inflamasi pembuluh darah otak (Luft dan

Sivadas, 2002).

CT sken/MRI gambaran khas menyangat kontras berbentuk cincin memiliki

nilai HR 18 (p-value < 0.001), yang artinya adanya penyangatan kontras pada CT

sken sangat bermakna dalam menegakan diagnosis suatu toksoplasmosis serebri

(Raffi, dkk., 1997).

Page 91: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

91

Penderita dengan toksoplasmosis serebri sebesar 75% ditemukan lesi

multipel pada gambaran CT sken kepalanya. Lesi fokal pada toksoplasmosis serebri

dapat digolongan dalam tiga besar yaitu abses yang nekrosis, abses yang sedang

terbentuk atau fase dini, dan abses kronis atau fase lambat. Gambaran lesi kistik

sering terjadi pada pasien dengan sistem imunitas tubuh yang sangat rendah sehingga

penyangatan kontras berbentuk cincin tidak akan terjadi (Ramsey dan Gean, 1997).

6.5 Karakteristik Parameter Limfosit dan CD4 Subyek

Hasil pemeriksaan kadar limfosit darah rerata 1,01 103/L, dengan kisaran

0,15-4,84 103/L, pada subyek kadar limfosit 0,55 103/L paling banyak ditemukan

dengan nilai tengah 0,63 103/L. Pada beberapa penelitian lain mengatakan adanya

hubungan yang baik antara total lymphocyte count(TLC) dengan kadar CD4 darah,

sehingga pemeriksaan kadar total limfosit dapat dijadikan alternatif lain untuk

mengetahui gambaran kadar CD4 darah, apabila pada daerah tertentu fasilitas

pemeriksaan CD4 tidak tersedia. Namun nilai total limfosit memiliki banyak cut off

untuk memperkirakan jumlah CD4 < 200 sel/µL, misalnya rentang kadar total

limfosit dengan cut off mulai dari kadar limfosit 1000 103/L , memiliki nilai

sensitifitas 53%, sensitifitas 98% hingga kadar total limfosit 1400 103/L nilai

sensitifitas 73%, spesifisitas 88% (Amburi, dkk., 2005).

Penelitian lain yang mengevaluasi kadar total limfosit sebagai alternatif

pengganti kadar CD4 mendapatkan hasil yang kurang konsisten ,berdasarkan cut off

kadar total limfosit terhadap kadar CD4 absolut. Kadar total limfosit ≤ 1000 sel/mm3

sebagai alternatif untuk memperkirakan kadar CD4 absolut ≤ 200 sel/ mm3, nilai

sensitifitasnya 29%, spesifisitas 98,3%, NDP 77,8%, NDN 87,1% sedangkan

Page 92: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

92

memperkirakan kadar CD4 absolut ≤ 350 sel/ mm3, berdasarkan cut off kadar total

limfosit ≤ 1000 sel/mm3, memiliki nilai sensitifitas 9,4%, sppesifisitas 98,5%, NDP

75%, NDN 69,1% (Angelo, dkk., 2007).

Hasil kadar CD4 yang rendah pada penelitian ini dengan rerata 88 sel/mL

sesuai dengan hasil total kadar limfosit total rerata yang rendah 1,01 103/L. Kadar

CD4 yang rendah pada penelitian ini sesuai dengan penelitian lain dimana

didapatkan hasil CD4 rendah dengan nilai HR 2,3 (p-value < 0.001), yang artinya

CD4 rendah secara bermakna mampu mendiagnosis toksoplasmosis serebri (Raffi

dkk., 1997).

Peranan sel limfosit T CD4 memiliki peranan yang sangat penting untuk

menekan aktivasi dari T.gondii oleh karena lebih dari 95% toksoplasmosis serebri

terjadi oleh karena aktivasi dari infeksi laten khususnya pada individu imunosupresi

yang paling sering terjadi ketika kadar CD4 ≤ 0,1 x 109 /L (Dannemann dkk.,1992).

Toksoplasmosis serebri sangat jarang terjadi pada kadar CD4 ≥ 0,2 x 109 /L (Renold

dkk., 1992).

Hasil CD4 pada penelitian lain didapatkan penderita AIDS dengan

toksoplasmosis (84 ± 31,9 CD4 cells/µL darah) secara bermakna lebih rendah

dibandingkan penderita AIDS dengan infeksi oportunistik yang lain (180 ± 174 CD4

cells/µL darah) (Joseph dkk., 2002).

Penelitian lain pada penderita HIV/AIDS dengan seropositif

antitoksoplasma apabila kadar CD4 mulai turun ke level kritis ≤ 200 sel/mL maka

mulai timbul infeksi oportunistik dengan berbagai macam jenis penyakit. Pada level

CD4 ≤ 100 sel/mL infeksi toksoplasmosis menjadi reaktif berkisar 30-50% menjadi

toksoplasmosis serebri (Grant dkk.,1990).

Page 93: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

93

Toksoplasmosis cenderung terjadi pada kadar CD4 ≤ 100 sel/mL dengan

kadar serologis IgG antitoksoplasmosis ≥ 150 IU/ml (Derouin dkk.,1996).

Berbeda dengan hasil penelitian tentang profil imunoblot sebagai prediktor

toksoplasmosis serebri pada penderita HIV dengan kadar CD4 ≤ 50/mm3 dan kadar

IgG antitoksoplasmosis positif lebih akurat dan lebih penting dibandingkan jumlah

kadar IgG antitoksoplasmosis untuk memprediksi suatu toksoplasmosis serebri

(Leport dkk., 2001).

Hasil dari nilai CD4 pada data demografi dapat menerangkan infeksi

toksoplasmosis pada penderita HIV/AIDS khususnya dengan kadar CD4 ≤ 100

sel/mL menyebabkan kematian oleh karena reaktivasi kista toksoplasmosis yang

awalnya bersifat laten menjadi aktif yang invasif (Joynson dan Wreghitt, 2001;

Marra dkk., 2008).

Hal tersebut didukung oleh penelitian eksperimental yang dilakukan pada

tikus yang diinfeksi dengan transgenik T.gondii dan diberikan obat anti sel T CD4

untuk menurunkan fungsi dan kadar CD4. Tikus terinfeksi tersebut akan dianalisis

fungsi kerja dari sel T CD4 untuk meregulasi parasit yang spesifik sel TCD8 saat

terinfeksi akut, kronis dan reinfeksi yang akan mengekspresikan sel T CD8 antigen ß

–galactosidase (ß –Gal). Hasilnya tikus yang terinfeksi fase akut dan selama

terinfeksi kronis tidak didapatkan frekuensi penurunan jumlah ß –Gal spesifik sel T

CD8 namun didapatkan penurunan yang bermakna ß –Gal spesifik gamma interferon

(IFN-γ) untuk memproduksi sitolitik sel T CD8 intraserebral. Setelah pengobatan

anti CD4 dihentikan dan terjadi peningkatan kadar CD4 mencapai normal kembali,

namun terjadi kegagalan secara bermakna kerja IFN-γ di intrasebral untuk

memproduksi ß –Gal –spesifik-sitolitik sel T CD8 (Sonja dkk., 2006).

Page 94: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

94

Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian pada sukarelawan

manusia dewasa sehat di Lousiana negara bagian Amerika. Subyek dilakukan

pengambilan darah vena untuk pengukuran serum antibodi spesifik toksoplasmosis,

hasil yang seropositif dan seronegatif antitoksoplamosis dimasukkan dalam uji

eksperimental ini. Keseluruhan subyek diinjeksikan takisoit strain RH (Tipe I) pada

sel fibroblast kulit kemudian dilakukan penelitian secara invivo pada sel epitelial

tikus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon sel dendritik myeloid pada

manusia yang terinfeksi T.gondii. Hasil yang didapat bahwa infeksi T.gondii pada sel

myeloid dendritik dapat menyebabkan disfungsi limfosit T dan merangsang

serangkaian reaksi apoptosis. Sel dendritik dapat diinisiasi menghasilkan suatu

imunitas tubuh oleh T naive limfosit . Sel dendritik ini disebut Monocyte-derived

dendritic cells (MDDCs) yang telah terinfeksi T.gondii dapat merangsang

terbentuknya IFN-γ dan menghasilkan imunitas antitoksoplasmosis yang spesifik.

Namun pada penelitian ini tampak MDDCs yang telah terinfeksi toksoplasmosis

kemampuannya untuk mengaktifkan sel limfosit sangat rendah dan tidak mampu

untuk menghasilkan imunitas yang spesifik terhadap toksoplasmosis dan kegagalan

untuk mengaktifkan serangkaian sel limfosit lainnya termasuk CD4, CD8, CD28,

CD69. Pada keadaan imunosupresi dan tidak bereaksinya sel limfosit T serta

apoptosis terjadi pada infeksi akut toksoplasmosis. Sel MDDCs yang telah terinfeksi

toksoplasmosis akan terjadi penurunan fungsi apoptosis karena sel host menjadi

resisten untuk melakukan perangsangan terhadap sistem imun yang multipel dan

intra sel apoptosis. Hal ini dapat menjelaskan mengapa parasit dapat tidak terdeteksi

oleh sistem imun tubuh pada saat keadaan imun baik, dan terjadi perubahan fase

parasit menjadi reaktifasi dengan sangat cepat pada saat terjadinya imunosupresan

dan imunodefisiensi (Wei Shuang dkk., 2002).

Page 95: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

95

Penelitian eksperimental lain yang mendukung mempergunakan tikus, yang

telah diinfeksikan T.gondii melalui peroral maupun diinjeksi, nampak pada hari ke -

7 respon sel T di berbagai organ (usus halus, hati, otak). Tubuh mengadakan reaksi

terhadap antigen T.gondii, subset sel T yang paling berperan adalah sel CD4, yang

bekerja menginduksi CD8 untuk bekerja di tingkat seluler melawan T.gondii.

Penelitian ini menggunakan kadar CD40, untuk mengevaluasi aktivasi sel T, dari

hasil histopatologi menunjukkan sel villi ileum tikus hancur dan nekrosis serta

adanya infiltrasi limfosit ke dalam lamina propria, hasil patologi sel hati tikus pada

hari ke -7 tampak perubahan bentuk sel hati dengan degenerasi lemak yang sedikit

namun tampak adanya fokal nodul limfosit hal ini membuktikan adanya reaksi akut

infeksi T.gondii, hasil patologi sel otak tikus pada hari ke-7 tampak sel mikroglia

mengalami nekrosis dan infiltrasi limfosit hampir pada seluruh sel otak dan terdapat

takisoit keseluruhan tikus sebagai binatang coba didapatkan tingginya respon imun

Th1 untuk T.gondii ( Lori dkk., 2002).

Selanjutnya melalui kerja makrofag (sel glial) di otak akan mengaktifkan

sitokin (IFN-γ dan TNFα) yang berperan sangat penting dalam mengontrol

perkembangan replikasi takisoit dalam kedua fase baik akut maupun kronis. Pasien

AIDS sistem imunitas yang berperan dalam merespon T.gondii yang reaktif kembali

adalah Th1 (CD4) yang mana akan memproduksi IFN-γ ( Karen, 2006).

Sel limfosit T CD4 merupakan target utama dalam infeksi HIV. Pada

mulanya sistem imun dapat mengendalikan infeksi HIV, namun dengan berjalannya

waktu secara kronis progresif HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit

CD4 yang berdiferensiasi menjadi Th1, keadaan seperti ini akan menimbulkan gejala

berbagai penyakit secara luas. Sel T mempunyai peranan sentral dalam mengatur

Page 96: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

96

sistem imunitas tubuh. Bila teraktivasi oleh antigen, sel T akan merangsang baik

respon imun seluler maupun respon imun humoral. Namun yang terutama sekali

mengalami kerusakan adalah respon imunitas seluler. Pada HIV akan terjadi

gangguan jumlah maupun fungsi Th1, yang menyebabkan hampir keseluruhan

respon imunitas tubuh tidak berlangsung normal (Karnen, 2006).

6.6 Karakteristik Parameter Serologi Subyek

Hasil pemeriksaan kadar IgG anti toksoplasma dengan rerata 169 IU,

kisaran 4-1.200 IU dan rerata kadar IgM anti toksoplasma 0,18 COI . Penelitian ini

sesuai dengan penelitian lain tentang profil imunoblot sebagai prediktor

toksoplasmosis serebri pada penderita HIV dengan kadar CD4 ≤ 50/mm3 dan kadar

IgG antitoksoplasmosis positif lebih akurat dan lebih penting dibandingkan jumlah

kadar IgG antitoksoplasmosis untuk memprediksi suatu toksoplasmosis serebri

(Leport dkk., 2001). Diketahui faktor risiko toksoplasmosis serebri berdasarkan

serologis positif memiliki nilai hazard ratio (HR) 15,0 (p-value < 0.001) , yang

artinya adanya serologis yang positif secara bermakna untuk mendiagnosis suatu

toksoplasmosis serebri (Raffi, dkk., 1997).

Pada HIV dengan toksoplasmosis serebri peningkatan IgM tidak selalu

menunjukkan adanya infeksi baru karena antibodi Ig M antitoksoplasma secara

spesifik ditemukan pada pasien dengan reaktivasi toksoplasmosis serebri. Kadar Ig

M yang positif dan meningkat dapat diinterpretasikan sebagai infeksi akut dari

reaktivasi infeksi laten (recent infection) atau tes positif palsu (Sonja dkk., 2006).

Page 97: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

97

6.7 Uji Diagnostik antara CD4 dan PCR CSS

Teknik biologi dan molekuler (biomol) untuk mendiagnosis penyakit infeksi,

menggunakan PCR mengurangi tindakan agresif yang invasif dalam pengambilan

spesimen melalui biopsi jaringan otak, sangat berhubungan dengan angka mortalitas

pasien dengan kecurigaan toksoplasmosis serebri pada AIDS (Portegies dan Berger,

2007).

Primer SAG 1 adalah primer yang dipakai dalam penelitian ini, dengan nilai

sensitifitas 30-88% dengan spesifisitas 100% (Lamoril J dkk., 1996).

Gen SAG 1 adalah primer dengan ekspresi gen takisoit atau pada fase

invasif yang dapat dideteksi, sedangkan gen B1 menyangkut pada fase takisoit dan

bradisoit mempergunakan metoda PCR menggunakan gen B1 didapatkan sensitifitas

yang bervariasi 11.5 % - 100% dan spesifisitas 96%-100% (Colombo dkk., 2005).

Hasil dari uji validitas kadar CD4 dan PCR CSS pada penelitian ini dengan

menggunakan cut-off CD4 ≤ 100 didapatkan hasil sensitifitas 90%, spesifisitas

47,37 %, nilai duga positif 45,37 %, nilai duga negatif 88.9%, rasio kemungkinan

positif 1.71%, rasio kemungkinan negatif 0.21%, akurasi 62.07%.

Nilai sensitifitas dalam penelitian ini adalah 90% yang artinya adalah

kemampuan kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL untuk positif mendiagnosis positif

toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis

serebri sebesar 90% dari 29 subyek penelitian.

Nilai spesifisitas dalam penelitian ini adalah 47.37% yang artinya

kemampuan kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL untuk mendiagnosis negatif

toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria presumtif

toksoplasmosis serebri sebesar 47,37% dari 29 subyek penelitian.

Page 98: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

98

Nilai duga positif dalam penelitian ini adalah 45,37% artinya proporsi

jumlah yang positif terdiagnosis toksoplasmosis serebri terhadap semua hasil positif

terdiagnosis toksoplasmosis serebri sebesar 45,37% dari 29 subyek penelitian.

Nilai duga negatif dalam penelitian ini adalah 88,9% artinya proporsi

jumlah yang negatif terdiagnosis toksoplasmosis serebri terhadap semua hasil negatif

diagnosis toksoplasmosis serebri sebesar 88,9% dari 29 subyek penelitian.

Nilai ratio kemungkinan positif (RKP) adalah 1,71 % adalah perbandingan

antara hasil positif terdiagnosis toksoplasmosis serebri pada kelompok yang memang

positif dibandingkan dengan hasil positif pada kelompok negatif yang terdiagnosis

toksoplasmosis serebri sebesar 1,71%.

Nilai ratio kemungkinan negatif (RKN) adalah 0,21% artinya adalah

perbandingan antara hasil negatif yang terdiagnosis toksoplasmosis serebri pada

kelompok yang positif dibandingkan dengan hasil negatif pada kelompok yang

negatif sebesar 0,21.

Nilai akurasi kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL menegakkan diagnosis

toksoplasmosis serebri pada AIDS yang memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis

serebri sebesar 62,07%.

Nilai NDP dan NDN dipengaruhi oleh prevalensi penyakit, kedua nilai ini

akan berbeda jika dilakukan pada populasi dengan prevalensi penyakit yang berbeda.

Parameter yang tidak dipengaruhi oleh prevalensi penyakit adalah RKP dan RKN.

Penelitian uji validitas ini kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL mempunyai

kelebihan dimana nilai diagnostiknya baik secara statistik , karena memiliki arti yang

penting bagi seorang klinisi dalam menyingkirkan diagnosis dengan nilai sensitifitas

90% (highly sensitive, negative result role out) , yang artinya bahwa nilai sensitifitas

Page 99: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

99

kriteria kadar CD4 ≤ 100 sel/mL yang tinggi sangat baik digunakan sebagai suatu

alat diagnostik awal untuk menyingkirkan adanya suatu toksoplasmosis serebri

sensitifitas sebesar 90%. Begitu pula dengan nilai NDN yang tinggi dapat

menjelaskan bahwa kriteria kadar CD4 sangat baik untuk menyingkirkan diagnosis

toksoplasmosis serebri sebesar 88,9% , yang artinya bahwa memang benar diagnosis

toksoplasmosis serebri kemungkinan besar negatif sebesar 88,9% apabila kadar CD4

>100 sel/mL .

Kelebihan lain pada penelitian ini dapat diketahui nilai pre probability dan

nilai post probability kriteria kadar CD4 yang artinya kemungkinan untuk

terdiagnosis positif suatu toksoplasmosis sebelum ditambahkan kriteria CD4 sebesar

34,5% dan setelah ditambahkan kriteria CD4 ≤ 100 sel/mL dapat meningkat menjadi

45,0%. Kemungkinan untuk negatif atau tidak menderita toksoplasmosis serebri

sebelum penambahan kriteria CD4>100 sel/mL sebesar 65,5% dan setelah

penambahan kadar CD4 meningkat 88,9%. Hal tersebut sangat penting sebagai

bahan pemikiran klinisi dalam memberikan terapi empiris antitoksoplasmosis serebri

apabila CD4 >100 se/mL.

Kelemahan penelitian ini pada primer SAG 1 yang digunakan kurang

sensitif karena hanya mampu mendeteksi DNA gen fase takisoit, yang mungkin saja

belum cukup banyak beredar karena masih dalam bentuk bradisoit. Hal ini sesuai

dengan penelitian mengenai primer oligonukleotida spesifik untuk mendeteksi

toksoplasmosis serebri sesuai fase perkembangannya secara biomolekuler pada

penderita AIDS. Subyek penelitian ini terdiri dari 46 penderita AIDS, yang terdiri

dari 16 subyek terinfeksi baru dan 11 subyek dengan reaktivasi infeksi lama dan

sisanya penderita AIDS dengan lesi fokal selain toksoplasmosis serebri. Hasil pada

Page 100: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

100

penelitian ini dapat membedakan suatu toksoplasmosis yang baru terinfeksi ataupun

yang reaktivasi dari infeksi laten dimana target sequensing primer dibentuk untuk

dapat mengekspresikan saat fase bradisoit mempergunakan gen (Surfice Antigen 4)

SAG4 dan (Merozoite Antigen1)MAG1, fase takisoit gen SAG1 dan pada kedua fase

gen B1 kemudian dilakukan nested (nPCR) dimana tiap hasil gen yang positif

diperpendek lagi pita gennya sehingga akan lebih sensitif dan spesifik PCR, nilai

sensitifitas 99-100% dengan spesifisitas 100%.

Penelitian lain yang mendukung rendahnya sensitifitas adalah waktu saat

dilakukannya lumbal pungsi untuk pengambilan CSS, kadar terendah T.gondii yang

masih dapat dideteksi dengan PCR pada penderita HIV dimana pada penelitian ini

dijelaskan pemberian pengobatan antitoksoplasmosis sebelum hari ke-7 memberikan

sensitifitas PCR 25% dengan spesifisitas 100% dan menjadi semuanya negatif

sehingga sensitifitas PCR 0% setelah hari ke-7 hingga setelah hari ke-10 pengobatan

antitoksoplasmosis (Franzen dkk., 1997).

Pemberian obat antitoksoplasmosis dapat menyebabkan takisoit yang

beredar menjadi sedikit dan cenderung bersih dalam CSS sehingga menyebabkan

hasil PCR menjadi negatif hingga 50-70% (Contini dkk,.2002).

Nilai sensitifitas dan spesifisitas dapat rendah karena tidak terdeteksinya

lagi DNA toksoplasmosis serebri oleh karena pemberian obat antitoksoplasmosis

sebelum dilakukan lumbal pungsi atau keterlambatan dilakukan pungsi lumbal oleh

berbagai sebab sehingga DNA toksoplasmosis pada serum darah dan CSS menjadi

bersih lebih dari 30%-70% sesuai dengan waktu mulainya pengobatan (Cazenave

dkk,.1991; Vershoftstede dkk,. 1993).

Page 101: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

101

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Uji validitas kriteria CD4 memiliki arti penting bagi klinisi dalam diagnosis

toksoplasmosis serebri karena kriteria kadar CD4 sebagai kriteria yang ditambahkan

pada kriteria presumtif, mampu menyingkirkan diagnosis toksoplasmosis serebri

dengan sensitifitas 90% dan NDN sebesar 88,9%.

Pada penelitian ini juga dapat diketahui nilai pre probability dan nilai post

probability yang artinya kriteria CD4 dapat meningkatkan nilai diagnosis

toksoplasmosis serebri yang sebelum ditambah dengan kriteria CD4 ≤ 100 sel/mL

sebesar 34,5% menjadi sebesar 45,0%. Kriteria CD4 ≤ 100 sel/mL dapat

meningkatkan diagnosis toksoplasmosis serebri dengan cara meningkatkan

kemungkinan negatif artinya kriteria CD4 menyingkirkan diagnosis toksoplasmosis

serebri sebelum penambahan kriteria CD4 > 100 sel/mL sebesar 65,5% dan setelah

penambahan kadar CD4 meningkat menjadi 88,9%. Hal tersebut sangat penting

sebagai bahan pemikiran klinisi dalam memberikan terapi empiris

antitoksoplasmosis apabila CD4 >100 sel/mL.

Penambahan kriteria CD4 ≤ 100 sel/mL dalam kriteria presumtif

toksoplasmosis serebri dapat menghindarkan tindakan invasif melalui lumbal pungsi

untuk pemeriksaan PCR CSS, lebih murah dan juga lebih praktis karena tidak

diperlukan ketrampilan dan persiapan khusus untuk pengambilan sampel darah.

85

Page 102: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

102

7.2 Saran

Kriteria presumtif yang ditambah dengan kriteria CD4 ≤ 100 sel/mL dapat

dijadikan pemeriksaan rutin untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri khususnya

pada penderita imunokompremis bagi tenaga medis yang bekerja di pelayanan

kesehatan dengan fasilitas penunjang terbatas dan belum tersedia fasilitas

pemeriksaan biomolekuler PCR .

Diperlukan penggunaan metoda PCR dalam segala fase takisoit dengan

mempergunakan primer SAG1, SAG4, MAG1, dan gen B1 secara bersamaan

dan dilakukan nested PCR (nPCR) untuk lebih meningkatkan sensitifitas dan

spesifisitas PCR.

Page 103: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

103

DAFTAR PUSTAKA

Antonellla, C., De-Luca, A., Ammassari, A., Murri, R.,Linzalone, A., Grillo, R.,

Antinori, A. 1996. PCR detection of Toxoplasma gondii DNA in CSF for the

differential diagnosis of AIDS-related focal brain lesions. J Med Mirobiol;

45: 472-476.

Amburi, MW.D.Mkaya. Predicting CD4 Count Using Total Lymphocyte Count: A

Sustainable Tool For Clinical Decisions During HAART

use.Am.J.Trop.Med.Hyg; 73(1): 58-62.

Angelo, D.L.A., 2007. Evaluating Total Lymphocyte Counts as a Substitute for CD4

Counts in The Follow Up of AIDS Patients; The Brazillian Journal of

Infectius Diseases; 11(5):466-470.

Bahia-Oliveira, L.M., Jones, J.L., Azevedo-Silva,J., Alves,C.C., Orefice,F.,

Addiss,D.G. 2003. Highly endemic, waterborne toxoplasmosis in north Rio

de Janeiro state, Brazil. Emerging Infect Dis; 9:55-62.

Black, M.W., Boothroyd,J.C. 2000. Lytic Cycle of Toxoplasma gondii. Microbiology

and Molecular Biology Reviews; 64(3):607-623.

Bohne, W., Gross, U., Heeseman, J. 1993. Differention between mouse-virulent and

avirulent strains of Toxoplasma gondii by a monoclonal antibody recognizing

a 27-kilodalton antigen. Journal of Clinical Microbiology; 31: 1641-1643.

Burg, J.L.,Grover, C.M., Poletty, P., Boothroyd, J.C. 1989. Direct and sensitive

detection of a pathogenic protozoan, Toxoplasma gondii, by polymerase

chain reaction. Journal of Clinical Microbiology; 27: 1787-1792.

Carruthers,V.B.,Suzuki,Y.2007.Effects of Toxoplasma gondii Infection on the

Brain.Schizophrenia Bulletin.Virginia,33:745-751.

Cazenave, J., Cheyrou, A.,Blouin, P., Johnson, A.M., Begueret, J.,dkk. 1991. Use of

polymerase chain reaction to detect toxoplasma. J Clin Pathol;44: 1037.

Centers for Disease Control and Prevention.1993.Revised classification system for

HIV infection and expanded surveillance case definition for AIDS among

adolescents and adults. JAMA;10:729-730.

Page 104: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

104

Cheyrou,A.,Fischer,I.,Leng,B.,Jean-Yves,L.,1995.Detection of Toxoplasma gondii by

PCR and Tissue Culture in Cerebrospinal Fluid and Blood of Human

Immunodeficiency Virus-Seropositive Patiens. Journal of Clinical

Microbiology; 33(9):2421-2426.

Chirch, L., Luft, B. 2007. Cerebral Toxoplasmosis in AIDS. In: Portegies,P., Berger,

J.R.Handbook of Clinical Neurology.85 th.ed.3rd.Ed.Elsevier, B.V.p.147-155.

Cingolani,A.,DeLuca,A.,Ammassari,A.,Murri,R.,Linzalone,A.,Grillo,R.,Antinori,A.1

996. PCR detection of Toxoplasma gondii DNA in CSF for the differential

diagnosis of AIDS-related focal brain lesions.J med Microbiol;45: 472-476.

Clarke,M.D.,Cross,J.H.,Gunning,J.J.,Reynolds,R.D.,Oemijati,S.,Partono,F.,Hudoyo.,

Hadi.1973. Human malaria and intestinal parasites in Kresek,West

Java,Indonesia with a cursory serological survey for toxoplasmosis and

amoebiasis. Southeast Asian J.Trop.Med.Pub.Health; 4(1):32-36.

Claudia, R., Martinez, R., Figueiredo, R.T., Bozza, T.M., Lima, F.R.S., Pires, L.A.,

Bonomo, A., Vieira, L.J., De Souza, W., Neto, V.M. 2003. Soluble Factors

Released by Toxoplasma gondii-Infected Astrocytes Down-Modulate Nitric

Oxide Production by Gamma Interferon-Activated Microglia and Prevent

Neuronal Degeneration. Infection and Immunity Journal; 71(4):2047-2057.

Clifford, D.B.2006. Treatment of opportunistic infections associated with HIV

infection. In : Gendelman, E.H., Grant, I., Everall, I.P., Lipton, S.A.,

Swindells, S. The Neurology of AIDS. 2rd. New York: Oxford University

Press.p.721-727

Colombo, F.A., Jose, E.V., Augusto,C.P., Andrian,V.H., Bonasser-Filho,F.,

Nogueira,R.S., Focaccia,R., Pereira-Chioccola,V.L.2005. Diagnosis of

Cerebral Toxoplasmosis in AIDS Patients in Brazil:Importance of Molecular

and Immunological Methods Using Peripheral Blood Samples. Journal of

Clinical Microbiology;43(10):5044-5047.

Contini, C., Cultrera, R., Seraceni, S., Segala, D., Roberto, R.,dkk.2002. The role of

stage-spesifik oligonucleotide primers in providing effective laboratory

support for the molecular diagnosis of reactivated toxoplasma gondii

encephalitis in patients with AIDS.J.Med.Microbiol;51:879-890.

Page 105: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

105

Correia, C.C., Melo,H.R.L.,Costa,V.M.A. 2009. Influence of neurotoxoplasmosis

characteristics on real-time PCR sensitivity among AIDS patients in Brazil.

Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene; 104(2010):24-28.

Crispina, H.C., Selina, C.C., Glenn, A.T.2003. Diffusion-Weighted MRI of Cerebral

Toxoplasma abscess. AJR; 181:1711-1714.

Dannemann, B., McCutchan, J.A., Israelski, D.M., Antoniskis, D., Leport, C.,

Luft,B., dkk.1992. Treatment of toxoplasmic encephalitis in patients with

AIDS. A randomized trial comparing pyrimitamine plus clindamycin to

pyrimethamine plus sulfadiazine. Annals of Internal Medicine;116:33-43.

Denkers, E.Y., Gazzinelli, R.T. 1998. Regulation and Fuction of T-Cell-Mediated

Immunity during Toxoplasma gondii Infection. Clinical Microbiology

Reviews; 11 (4): 569-588.

Depkes (Departemen Kesehatan RI) Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2004. Pemantauan Klinis dan

Laboratorium. Dalam: Pulungsih, S.P., editors. Pedoman Pengobatan

Antiretroviral (ART) di Indonesia. Jakarta: Direktur Jenderal PPM&PL.hal.

22-24.

Derouin, F., Leport, C., Pueyo, S., Morlat, P., Letrillart, B., Chene, G.,Vilde, J, L.,

Salamon, R., ANRS 005-ACTG 154 Trial Group.1996. Predictive value of

Toxoplasma gondii antibody titres on the accurrence of toxoplasmic

encephalitis in HIV infected patients. AIDS,10:1521-1527.

Dubey, J.P. 2010. Toxoplasmosis of Animals and Humans. Second Edition. New

York: CRC Press.

Dubey, J.P. 1996. Toxoplasmosis gondii. In: Baron,S., Peake,R.C., James,D.A.,

Susman,M., Kennedy,C.A., Singleton,M.J.D., Schuenke,S., editors. Medical

Microbiology.5th.Ed.Austin: University of Texas.p.84.

Dupon,M.,Cazenave,J.,Jean-Luc,P.,Jean-Marie,R., Cheyrou,A., Fischer,I., Leng,B.,

Jean-Yves,L.1995. Detection of Toxoplasma gondii by PCR and Tissue

culture in Cerebrospinal Fluid and Blood of Human Immunodeficiency Virus-

Seropositive Patients.Journal of Clinical Microbiology;33(9):2421-2426.

Page 106: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

106

Dupon, M., Cazenave, J., Pellegrin,J.L., Jean-Marie,R.,Hall,S., Ryan,M., Buxton, D.

2001. The Epidemiology of toxoplasma infection. In : Joynson,D.H.M.,

Wreghitt,T.G., editors. Toxoplasmosis a Comprehensive Clinical Guide.

1st.Ed. New York: Cambridge University Press.p.58-124.

Ferguson, D.J.P., Hutchison, W.M., Pettersen, E. 1989. Tissue cyst rupture in mice

chronically infected with Toxoplasma gondii: an immunocytochemical and

ultrastructural study. Parasitologi Research; 75: 599-603.

Franzen, C., Altfeld, M., Hegener, P., Hartmann, P. 1997. Limited Value of PCR for

Detection of Toxoplasma gondii in Blood from Human Immunodeficiency

Virus-Infected Patients.Journal of Clinical Microbiology; 35(10): 2639-2641.

Grant, I.H., Gold, M., Rosenblum, D., Niedzwiecki, dkk,.1990. Toxoplasma gondii

serology in HIV-infected patients : the development of central nervous system

toxoplasmosis in AIDS;4: 519-521.

Gross, U., Muller, W.A., Knapp, S., Heesemann, J. 1991. Identification of a

virulence-associated antigen of Toxoplasma gondii by use a mouse

monoclonal antibody. Infection and Immunity;59: 4511-4516.

Guo, Z.G., Gross, U., Johnson, A. M. 1997. Toxoplasma gondii virulence markers

identified by random amplified polymorphic DNA polymerase chain reaction.

Parasitology Research; 83: 458-463.

Hall, S., Ryan, M., Buxton, D. 2001. The epidemiology of toxoplasma infection. In:

Joynson, H.D., Wreghitt, T.G., editors. Toxoplasmosis a comprehensive

clinical guide. Ed. New York: Cambridge University Press.p.85-113.

Hill,D.,Dubey J.P. 2002. Toxoplasma gondii: transmission,diagnosis and prevention.

J Clin Microbiol Infect; 8:634-640.

Holliman, R.E.,1991. Clinical and diagnostic findings in 20 patients with

toxoplasmosis and the Acquired Immune Deficiency

Syndrome;J.Med.Microbiol: 35:1-4.

Indah-Elyani,Susila,U.,Agus,S.,Merati, T.P.2008.“Profil toksoplasmosis serebri pada

pasien Human Acquired Immunodeficiency Virus / Acqured

Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Rumah Sakit Sanglah

Denpasar”(penelitian kecil).Denpasar: Tropical and Infectious Disease Divisi

on Departement of Internal Medicine Udayana University / Sanglah Hospital.

Jenun,P.A.,Holberg-Petersoen,M.,Melby,K.K.,Stray-Pedersoen,B.1998. Diagnosis of

congenital Toxoplasma gondii infection by polymerase chain reaction (PCR)

in amniotic fluid samples. APMIS;106:680-686.

Page 107: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

107

Jorge, C., Tato, C., Cai, G., Villegas, E.N., Speirs, K., Craig, L., Alexander,

J.,Hunter, C.A. 2000. Identification of a Role for NF-kappa B2 in the

Regulation of Apoptosis and in Maintenance of T Cell-Mediated Immunity to

Toxoplasma gondii. J. Immunol: 165: 5720-5728.

Joseph,P., Calderon,M.M., Gilman,H.R., Quispe,M.L., Cok,J., Ticona,E., Chavez,V.,

Jiminez,J.A., Chang,M.C., Lopez,M.J., Evans,C.A. 2002. Optimization and

Evaluation of a PCR Assay for Detecting Toxoplasmic in Patients with AIDS.

Journal of Clinical Microbiology;40(12):4499-4503.

Joynson, D.H.M., Wreghitt, T. G. 2001. Toxoplasma infection in HIV-infected

patients. In: Mariuz, P., Steigbigel, R. T. Handbook Toxoplasmosis A

comprehensive clinical guide.Ed. Cambridge: 163-180.

Kasper, L.H., Ware, P.L. 1989. Identification of stage specific antigens of

Toxoplasma gondi. Infection and Immunity; 57: 668-672.

Karnen, G.B. 2006. Imunologi Dasar . Edisi ke-7.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Khalifa,E.S.K., Roth,A., Roth,B., Arasteh,K.N., Janitschke,K. 1994. Value of PCR

for Evaluating Occurrence of Parasitemi in Immunocompromised Patients

with Cerebraland Extracerebral Toxoplasmosis. Journal of Clinical

Microbiology;32(11):2813-2819.

Kure, K., Harris, C., Morin, L.S., Dickson, D.W.,(1991). Human Immunodeficiency

virus-1 infection of the nervous system: an autopsy study 268 adult pediatric

and fetal brains. Hum Pathol;22:700-710.

Leport,C.,Franck,J.,Chene,G.,Derouin,F.,Jean-Luc,E., Pueyo,S., Miro,M.J., Luft,B.J.,

Morlat,P.,Dumon,H.2001.Immunoblot Profile as Predictor of Toxoplasmic

Encephalitis in Patients Infected with Human Immunodeficiency

Virus.Clinical and Diagnostic laboratory Immunology;8(3):579-584.

Lisawati, S., Supali,T.,Gandahusada,S. 2002.Penentuan Konsentrasi Minimal Gen

B1 dan Gen P30 Toxoplasmosis Gondii yang masih Terdeteksi dengan

Reaksi Rantai Polimerase.Makara Kesehatan;6(2):

Lion A.W., Strub, R.L., Garcia, C.A.1988. Decision Making In Adult

Neurology.Philadelphia: Manygraphic Publishers .p.234.

Lori, C., Ely, K.H., Williams, M.E., Khan, I.A.2001. CD-8-T-Cell Immunity against

Toxoplasmosis gondii can be Induced but Not Maintained in Mice Lacking

Conventional CD4 T Cells. Infection and Immunity Journal; 70(2):434-443.

Page 108: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

108

Luft, B.J., Sivadas, R. 2002. Toxoplasmosis. In: Scheld, W.M., Whitley, R.J., Marra,

C.M. Infection of the Central Nervous System. Ed.Lippincott,Philadelphia,

PA;755-776.

Merati, T. P., Samsuridjal-Djauzi.2006. Respon Imun Infeksi HIV. Dalam:

Sudoyo,A.W., Setiyohadi, B.,Alwi,I., Simadibrata,M.K., Setiati,S., editors.

Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal.274-286.

Murdoch, M.D., Ventar, W.D.F., Van Rie, A., Feldman, C. 2007. Immune

reconstitution inflammatory syndrome (IRIS): review of common infectious

manifestations and treatment options. Bio Med AIDS Research and Therapy;

4: (9): 1-10.

Mordechai, L., Estok, L., Machac, J., Germano, I., Sacher, M., Feldman,

R.,Wallach,F., Dorfman,D. 1996. Rapid Differential Diagnosis of Cerebral

Toxoplasmosis and Primary Central Nervous System Lymphoma by Thallium-

201 SPECT. The Journal of Nuclear Medicine; 37(7):1150-1153.

Ossorio, P.N., Sibley, L.D., Boothroyd, J.C. 1991. Mitochondrial –like DNA

sequences flanked by direct and inverted repeats in the nuclear genome of

Toxoplasma gondii. Journal of Molecular Biology; 222: 525-536.

Pamela, B., Johnson, B., VanMetter, J.W.2003. Positron Emission Tomography

(PET) and Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT):

Clinical Applications. J Neuro-Ophthalmol;23:34-41.

Pohan, H.T. 2006. Toksoplasmosis. Dalam: Sudoyo,A.W., Setiyohadi,B., Alwi,I.,

Simadibrata,M.K., Setiati,S., editors. Ilmu Penyakit Dalam. 4th.Ed. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.hal.1780-1788.

Pokdisus (Kelompok Studi Khusus) AIDS Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia ., Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI).2005.

Toksoplasmosis. Dalam: Yunihastuti, E., Djauzi, S., Djoerban, Z., editors.

Infeksi Oportunistik pada AIDS.Ed.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.hal.33-38.

Page 109: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

109

Portegies, P., Berger, J.R. 2007. HIV/AIDS and The Nervous System. In : Aminoff,

M.J., Boller, F., Swaab, F.D. Hand Book of Clinical Neurology.85th. Ed.

Elsevier.p.147-158.

Ramsey, R.G., Gean, A.D., 1997. Central nervous system toxoplasmosis. Neuroimag

Clin North Am; 35:1127-1166.

Raffi, F., Aboulker, J.K., Michelet., dkk.1997. A prospective study of criteria for the

diagnosis of toxoplasmic encephalitis in 186 AIDS patients. The BIOTOXO

Study Group.AIDS; 11(2):177-184.

Remington, J.H., Desmonts, G.,1983. Toxoplasmosis. In: Remington, J.H., Klein,

J.O., editors. Infectious Diseases of the Fetus and Newborn Infant. Ed.

London : Saunders Co.

Renold, C., Sugar, A., Chause, J.P., Perrin, L. Delavelle, J., Pizzolato, G. 1992.

Toxoplasma encephalitis in patients with the acquired immunodeficiency

syndrome. Medicine (Baltimore);71:224-39.

Roullet,E.1999. Opportunistic infections of the central nervous system during HIV-1

infections (emphasis on cytomegalovirus disease). J Neurol;246:237-243.

Samil, R.S. 1988. Toksoplasmosis pada ibu hamil dan bayi. Seminar sehari penyakit-

penyakit manusia yang ditularkan oleh hewan piaraan. Jakarta.

Sara, M.G., Malik,A.K.,Al-Hilli, F.2009.Cerebral Toxoplasmosis in an HIV Positive

Patient: A Case Report and Review of Pathogenesis and Laboratory

Diagnosis.Brain Med Bull;31(2):

Sayogo, Gandahusada, S. 1980. Survei titer zat anti Toxoplasma gondii pada wanita

hamil trimester terakhir di RSCM. Maj. Kedok. Indon. 30:237-241.

Sibley, L. D., Boothroyd, J.C. 1992. Construction of a molecular karyotype for

Toxoplasma gondii. Molecular and Biochemical Parasitology; 92: 496-5000.

Sonja, L., Soltek, S.,Virna,S.,Deckert,M.,Schluter, D. 2006. Organ-and Disease-

Stage-Specific CD8-T-Cell Responses by CD4 T Cells.Infection and Immunity

J; 74(10):5790-5801.

Sopiyudin-Dahlan, M. 2009. Penelitian Diagnostik. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit

Salemba Medika.

Page 110: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

110

Surya-Sanjaya,Susila,U.,Agus,S.,Merati,T.P.2008. “Karakteristik toksoplasmosis

pada pasien Human Acquired Immunodeficiency Virus (HIV) di Rumah Sakit

Sanglah Denpasar”(penelitian kecil).Denpasar: Tropical and Infectious

Disease Divisi on Departement of Internal Medicine Udayana University /

Sanglah Hospital.

Verhofstede, C., Reniers, S., Colebunders, R.,Van Wanzeele, F.,dkk.1993.

Polymerase chain reaction in the diagnosis of Toxoplasma

encephalitis.AIDS;11: 1888-1890.

Vidal,E.J.,Colombo,A.F.,Augusto,C.,Oliveira,P.,Focaccia,R.,Pereira-Chioccola,L.V.

2004. PCR Assay Using Cerebrospinal Fluid for Diagnosis of Cerebral

Toxoplasmosis in Brazilian AIDS patients.Journal of Clinical Microbiology;

42(10):4765-4768.

Viqar, Z. 1997. Toksoplasma gondii. Dalam: Anwar ,C., editors. Atlas Parasitologi

Kedokteran. Kedua.Ed.Jakarta: Penerbit Hipokrates.hal.86-101.

Ware, P.L., Kasper, L.H. 1987. Strain-spesific antigens of Toxoplasma gondii.

Infectin and Immunity; 55: 778-783.

Wei, S., Marches, F., Borvak, J., Zou, W., Channon, J., White, M.,Radke,J., Marie-

France,C., Curiel, T.J. 2002. Toxoplasma gondii-Infected Human Myeloid

Dendritic Cells Induce T-Lymphocyte Dysfuction and Contact-Dependent

Apoptosis. Infection and Immunity J; 70(4): 1750-1760.

Yamamoto, M., Tokuchi, M., Hatta, S. 1970. A Survey of anti toxoplasma

hemagglutinating antibodies in sera from residents and certain species of

animals in Surabaya, Indonesia. Kobe J Med Sci; 16:273-280.

Zangerle, R., Allerberger,F., Pohl,P. 1991.High risk of develophing toxoplasmic

encephalitis in AIDS patients seropositive to Toxoplasma gondii.Med

Microbiol Immunol;180:56-66.

Zubairi-Djoerban., Samsuridjal-Djauzi. 2006. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam:

Sudoyo, A.W., Setiyohadi,B., Alwi,I., Simadibrata,M.K., Setiati,S., editors.

Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal.1825-1830.

Page 111: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

111

Page 112: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

112

Lampiran 1

Denpasar, 2010

INFORMASI PASIEN

(Inform consent)

Dengan ini kami mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/saudara dalam

penelitian ilmiah yang dilaksanakan oleh dr. I A Sri Indrayani.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas kriteria kadar CD4 ≤ 100

sel/mL, dalam menegakkan diagnosis toksoplasmosis serebri pada penderita AIDS

yang memenuhi kriteria presumtif untuk mendiagnosis toksoplasmosis serebri di

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Secara keseluruhan jumlah pasien yang akan dilakukan penelitian berjumlah

minimal 29 orang pasien AIDS dan memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis

serebri yang rawat inap di RSUP Sanglah Denpasar, termasuk Bapak/ibu/saudara

yang akan berperan serta dalam penelitian ini. Hendaknya Bapak/ibu/saudara

mendengarkan an membaca secara seksama informasi ini sebelum memutuskan

untuk turut berpartisipasi, jangan ragu untuk bertanya jika ada hal yang belum

dimengerti. Pada awal pemeriksaan Bapak/Ibu/saudara akan dilakukan wawancara

kemudian pemeriksaan fisik / klinis secara umum dan neurologi, serta pemeriksaan

laboratorium berupa tes darah vena untuk diperiksakan kadar CD4(kadar imunitas/

zat antibodi/ zat kekebalan tubuh), pemeriksaan darah vena ini mempergunakan spuit

3cc dan diambil darah sebanyak ± 3cc atau kira kira ± 52-60 tetes dan lumbal pungsi

untuk pemeriksaan cairan tubuh yang berada diantara sumsum tulang belakang.

Lumbal pungsi dilakukan memakai jarum spinal G.20, merk Terumo yang akan

disuntikkan pada daerah punggung bagian bawah, tepatnya ditengah garis imajinasi

yang ditarik tepat pada sumsum tulang belakang setinggi pertemuan antara batas

kedua tulang pinggul. Saat penyuntikan akan terasa sakit seperti ditusuk jarum,

setelah cairan serebro spinal keluar akan ditampung mempergunakan tabung Hank

dengan volume 1 cc atau kira kira 18-20 tetes, setelah dilakukan penyuntikkan

Bapak/Ibu/saudara tidur terlentang atau miring tanpa mempergunakan bantal, jangan

terlebih dahulu bangun atau duduk selama ± 3-6 jam, perbanyak minum air putih ± 2

Page 113: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

113

liter/hari, keluhan yang mungkin dapat muncul setelah dilakukan lumbal pungsi

adalah merasakan sakit kepala, dan apabila keluhan ini muncul dapat segera

melaporkan ke petugas medis untuk segera diberikan obat penghilang nyeri

kemudian dilakukan pemantauan ketat hingga keluhan nyeri berkurang bahkan

hilang atau tidak dirasakan lagi.

Darah vena yang diambil kemudian diperiksakan di laboratorium RSUP dan

pengambilan cairan tubuh melalui lumbal pungsi seperti tersebut diatas kemudian

akan diperiksa di laboratorium biologi dan molekuler (biomol) FK Udayana. Selama

penelitian Bapak/ibu/saudara tidak dikenai biaya dan kami sangat menghargai dalam

bentuk ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kami haturkan atas jasa dan

partisipasi Bapak/Ibu/saudara dalam penelitian ini yang teramat penting bagi

kemajuan dibidang ilmu pengetahuan, khususnya dibidang dunia kedokteran. Besar

harapan kami atas berkat jasa Bapak/Ibu/saudara dapat membantu saudara saudara

kita lainnya yang menderita AIDS yang dicurigai menderita toksoplasmosis serebri

sehingga lebih mendapatkan kemudahan dalam penegakkan diagnosis menjadi lebih

akurat.

Data-data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan dalam data

komputer tanpa nama Bapak/ibu/saudara. Hanya peneliti yang mengetahui data-data

bapak/ibu/saudara. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan diforum ilmiah terbatas

tanpa menampilkan identitas Bapak/ibu/saudara.Sehubungan denngan penelitian ini,

bila timbul pertanyaan mengenai penelitian ini harap menghubungi :

dr. I A Indrayani, no telp HP : 087 860 605 915 Tlp. 221558

Page 114: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

114

Lampiran 2

Denpasar, 2010

SURAT PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(Inform consent)

Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Hubungan dengan pasien

Jenis Kelamin : (ayah/ibu/anak kandung/

Umur : saudara kandung)

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapatkan penjelasan secara terperinci dan jelas mengenai

validitas kadar CD4 ≤ 100 sel/mL, dalam menegakkan diagnosis toksoplasmosis

serebriyang telah memenuhi kriteria presumtif toksoplasmosis serebri di Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dan telah mendapatkan kesempatan

mengajukan pertanyaan mengenai penelitian tersebut, maka secara sukarela dengan

penuh kesadaran dan tanpa paksaan menyatakan kesediaan untuk ikut dalam

penelitian ini.

Nama Tanda tangan

Pasien :…………………………… ………………………..

Saksi :…………………………… …………………………

Peneliti :………………………… … ……………………….

Page 115: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

115

Lampiran 3

LEMBAR PENGUMPULAN DATA

Tanggal pemeriksaan :

Pemeriksa :

No Urut :

No rekam medis :

Nama :

Jenis Kelamin : Laki / perempuan

Umur :

Suku bangsa :

Agama :

Pendidikan :

a. Tidak Sekolah

b. SD

c. SMP

d. SMA

e. Universitas

Status perkawinan :

Pekerjaan :

Alamat :

Telp/HP :

Kota / Kabupaten :

Tanggal positif I :

Tanggal negatif terakhir :

I. Fakor risiko :

IVDU tato

Heteroseksual transfusi / cangkok

Biseksual Kucing rumah

Pasangan multi risk Higine kurang

Page 116: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

116

II. Keluhan

BB Menurun batuk herpes zoster infeksi aru non TB

Diare gatal pada kulit ISPA berulang kesadaran menurun

Badan panas kelainan kulit nyeri kepala keluhan lain

Jamur di mulut ganguan visus TB paru sulit menelan

Herpes simplex IMS keluhan lain mual muntah

III. Anamnesis :

IV. AIDS Defining Illness

V. Pemeriksaan Fisik :

Kesadaran (GCS) :

Tekanan darah : mmHg ; Temperatur Axilla:

Nadi : X/menit

Respirasi : X/menit

VI. Pemeriksaan Neurologi

Tanda perangsangan meningeal :

Nervus kranialis :

Funduscopy :

Sistem motorik :

Sistem sensorik :

Reflek fisiologis :

Reflek patologis :

Page 117: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

117

Sindrom neurologis fokal akut

Delirium / gelisah 1. Ya 2. Tidak

Hemiparesis 1. Ya 2. Tidak

Afasia 1. Ya 2. Tidak

Kejang fokal 1. Ya 2. Tidak

Ataksia 1. Ya 2. Tidak

Dismetri 1. Ya 2. Tidak

Gerakan involunter :

Distonia 1. Ya 2. Tidak

Korea 1. Ya 2. Tidak

Atetosis 1. Ya 2. Tidak

Hemibalisus 1. Ya 2. Tidak

Parkinson 1. Ya 2. Tidak

Gejala gangguan behavior 1. Ya 2. Tidak

Dimensia 1. Ya 2. Tidak

Lesi nervus cranialis 1. Ya 2. Tidak

Lain - lain 1. Ya 2. Tidak

Pemeriksaan penunjang

Limposit : Hemoglobin : SGOT /AST :

CD 4 : CD 8 : IgG anti tokso :

Hasil lab lainnya : IgM anti tokso :

Hasil gambaran Radiologis Tanggal / Bulan / Tahun CT sken kepala ulang

CT sken kepala tanpa dan dengan kontras:

PCR :

Page 118: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

118

Terapi infeksi oportunstik

OAT :

Anti toksoplasmosis :

Terapi PCP :

Anti jamur :

Terapi lain :

Tanggal / Bulan /

Tahun

Respon terapi :

Obat propilaksis infeksi oportunstik :

Terapi antiretropiral :

ARV :

AZT/3TC/NVP

AZT/3TC/EFV

d4T/3TC/NVP

d4T/3TC/EVV

Alasan ARV dihentikan :

1. Gagal terapi

2. Perburukan klinis

3. keingninan klien

4. tidak teratur berobat

5. Interaksi berobat

6. Efek samping

7. lain-lain

Page 119: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

119

Out Come (Keluaran) : Respon obat antitoksoplasmosis (baik/buruk)

Dokter pemeriksa ( Nama Jelas ) dan tanda tangan :

Page 120: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

120

Lampiran 4

RESUME PEMERIKSAAN

Tanggal pemeriksaan :

Pemeriksa :

No Urut :

No rekam medis :

Nama :

Jenis Kelamin : Laki / perempuan

Umur :

Suku bangsa :

Pendidikan :

a. Tidak Sekolah

b. SD

c. SMP

d. SMA

e. Universitas

Status perkawinan :

Pekerjaan :

Alamat :

Telp/HP :

a Sindrom neurologis fokal akut :

b Hasil serologis :

IgG anti tokso :

IgM anti tokso :

c Hasil CD4 :

d Hasil CT sken Kepala tanpa dan dengan kontras:

e Respon obat anti toksoplasmosis :

Page 121: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

121

Lampiran 5

PROTOKOL PENGAMBILAN SAMPEL PENDERITA CURIGA

TOKSOPLASMOSIS SEREBRI**

Penderita toksoplasmosis serebri yang

didiagnosis berdasarkan criteria CDC

Semua penderita toksoplasmosis serebri

yang dirawat di RSUP Sanglah di

diberikan informed consent tentang

penelitian ini.

Setelah mengerti dan menyetujui untuk

ikut dalam penelitian ini dilakukan

pengambilan sampel darah dan CSS

Sampel darah diperiksa di Lab RSUP

Sanglah

Sampel CSS dikirim ke Lab. Biomol

Rumah Sakit Hewan. Bila pengambilan

dikerjakan diluar jam kerja bahan

disimpan terlebih dahulu di biomol

RSUP Sanglah yang selanjutnya akan

dikirim ke Biomol Rumah Sakit Hewan

pada hari kerja.

Bahan:

CSS ½ - 1 cc (6 -18 tetes) yang

disimpan dalam media Hank periksa

PCR

Sampel darah tanpa EDTA 3 cc akan di

sentrifuge dalam 3.000 upm, dan serum

periksakan kadar CD4

** Diadopsi dari Protokol Pengambilan Sampel Penderita Curiga Rabies Study of

virology feature of rabies outbreak in Bali. Presented in the Biotechnology

for a Sustainable Future Conference at Udayana University on 15-16

September 2009.

Penderita curiga

toksoplasmosis serebri

Informed consent

Pengambilan sampel CSS

Penyimpanan

CSS

Hasil

Analisa data

Pemeriksaan

darah CD4

Pemeriksaan PCR CSS

Lab Biomol

Analisa data

Hasil

Page 122: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

122

Fig.1 Lumbar puncture

Fig. 2 Spinal needle G20.

Page 123: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

123

Specimen Collection:Cerebrospinal fluid (CSF) collection by Lumbal puncture.

Material and Equipment

1. Disposable latex gloves, gown, mask and goggle

2. Spinal needle

3. Isoprophyl alcohol

4. Povidone iodine

5. Gauze or lint free tissues

6. Safety transfers device

7. CSF specimen collection tubes

Safety

1. Wear disposable latex gloves, lab coat and goggle at all the times during the

procedure

2. Wash your hand before you put on your gloves and again after you remove

and discard your gloves.

3. Place sharps container close to the collection site.

4. Change gloves between patients

Patient Preparation

1. Correctly identify and reassure the patient

2. Obtain informed consent

Procedure 1. The patient is usually placed in a left(or right) lateral position with his/her

neck bent forwards on to the chest

2. The area around the neck back is prepared using antiseptic technique

3. The puncture is made in the midline in the space between the lower edge of

the foramen magnum and the upper edge of the atlas.

4. The spine of the axis may palpated and the needle inserta little above

5. The direction of the puncture is in a line passing through the external auditory

meatus and the nasion or root of nose

6. The stylet from the spinal needle is then withdrawn and drops of CSF are

collected

7. The procedure is ended by withdrawing the needle while placing pressure on

the puncture site

8. Immediately following CSF collection, properly label the blood tubes with

patient’s name, date and time

Page 124: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

124

Reference

DeMyer, W. 2004. Technique of The Neurologic Examination. Fifth Edition. The

McGraw- Hill Company.p.631- 654

Sri Budayanti, N., Mahardika, I.G.N.K., Raka Sudewi, A.A., Susilawathi, N.M..

2009. Protokol Pengambilan Sampel Penderita Curiga Rabies Study of

virology feature of rabies outbreak in Bali. Presented in the Biotechnology

for a Sustainable Future Conference at Udayana University on 15-16

September 2009.

Page 125: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

125

Lampiran 6

Page 126: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

126

Lampiran 7

Page 127: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

127

Lampiran 8

Page 128: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

128

Lampiran 9

Karakteristik Demografi

Descriptive Statistics

29 23 55 34.45 8.621

29

umur

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

jenis kelamin pasien

25 86.2 86.2 86.2

4 13.8 13.8 100.0

29 100.0 100.0

laki-laki

perempuan

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

agama responden

24 82.8 82.8 82.8

3 10.3 10.3 93.1

2 6.9 6.9 100.0

29 100.0 100.0

hindu

islam

protestan

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

pendidikan responden

1 3.4 3.4 3.4

7 24.1 24.1 27.6

21 72.4 72.4 100.0

29 100.0 100.0

Tamat SD/sederajat

tamat SLTP

tamat SLTA

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

pekerjaan responden

26 89.7 89.7 89.7

1 3.4 3.4 93.1

1 3.4 3.4 96.6

1 3.4 3.4 100.0

29 100.0 100.0

karyawan swasta

petani

PNS

wirausaha

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

status perkawinan responden

20 69.0 69.0 69.0

9 31.0 31.0 100.0

29 100.0 100.0

menikah

tidak menikah

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 129: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

129

Descriptive Statistics

29 90 150 116.90 12.565

29 60 90 75.52 7.361

29 60 100 84.24 7.100

29 18 32 20.83 2.536

29 35.6 39.5 37.003 .9560

29 1.00 1.00 1.0000 .00000

29 7 15 13.79 2.320

29

tekanan darah sistolik

tekanan darah diastolik

frek denyut nadi

frek respirasi

temperatur aksila

tekanan dalam mmHg

glascow coma scale

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

keluhan_utama

3 10.3 10.3 10.3

8 27.6 27.6 37.9

7 24.1 24.1 62.1

1 3.4 3.4 65.5

8 27.6 27.6 93.1

1 3.4 3.4 96.6

1 3.4 3.4 100.0

29 100.0 100.0

kejang

kesadaran menurun

lemah separuh tubuh

muntah hebat

nyeri kepala

nyeri kepala,batuk

tidak seimbang

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

wasting_syndrom

23 79.3 79.3 79.3

6 20.7 20.7 100.0

29 100.0 100.0

ya

tidak

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

esofageal_candidiasis

25 86.2 86.2 86.2

4 13.8 13.8 100.0

29 100.0 100.0

ya

tidak

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 130: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

130

tb_paru

7 24.1 24.1 24.1

22 75.9 75.9 100.0

29 100.0 100.0

ya

tidak

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

toxoplasmosis_crbrl

29 100.0 100.0 100.0yaValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

keluhan_penyerta

17 58.6 58.6 58.6

2 6.9 6.9 65.5

2 6.9 6.9 72.4

2 6.9 6.9 79.3

5 17.2 17.2 96.6

1 3.4 3.4 100.0

29 100.0 100.0

sakit kepala

kejang fokal /

status konvulsi

mual / muntah

mata kabur

kelemahan umum

lemah separuh

tubuh kanan/kiri

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

delirium_gelisah

14 48.3 48.3 48.3

15 51.7 51.7 100.0

29 100.0 100.0

ya

tidak

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

hemiparesis

15 51.7 51.7 51.7

14 48.3 48.3 100.0

29 100.0 100.0

ya

tidak

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 131: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

131

afasia

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

kejang_fokal

5 17.2 17.2 17.2

24 82.8 82.8 100.0

29 100.0 100.0

ya

tidak

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

ataksia

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

dismetri

1 3.4 3.4 3.4

28 96.6 96.6 100.0

29 100.0 100.0

ya

tidak

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

distonia

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

korea

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

atetosis

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 132: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

132

hemibalisus

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

parkinson

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

gguan_behavior

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

demensia

29 100.0 100.0 100.0tidakValid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

lesi_nerv_cranialis

10 34.5 34.5 34.5

19 65.5 65.5 100.0

29 100.0 100.0

ya

tidak

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Gambaran CT Sken

16 55.2 55.2 55.2

13 44.8 44.8 100.0

29 100.0 100.0

menyerap kontras +

berbentuk cincin

tidak menyerap kontras

+ tidak berbentuk cincin

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 133: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

133

Statistics

jumlah limfosit darah x 1000

29

0

1.0066

.6300

.55

4.69

Valid

Missing

N

Mean

Median

Mode

Range

jumlah limfosit darah x 1000

1 3.4 3.4 3.4

1 3.4 3.4 6.9

2 6.9 6.9 13.8

2 6.9 6.9 20.7

1 3.4 3.4 24.1

1 3.4 3.4 27.6

1 3.4 3.4 31.0

1 3.4 3.4 34.5

1 3.4 3.4 37.9

3 10.3 10.3 48.3

1 3.4 3.4 51.7

1 3.4 3.4 55.2

2 6.9 6.9 62.1

2 6.9 6.9 69.0

1 3.4 3.4 72.4

1 3.4 3.4 75.9

1 3.4 3.4 79.3

1 3.4 3.4 82.8

1 3.4 3.4 86.2

1 3.4 3.4 89.7

1 3.4 3.4 93.1

1 3.4 3.4 96.6

1 3.4 3.4 100.0

29 100.0 100.0

.15

.33

.35

.40

.43

.47

.51

.52

.53

.55

.63

.67

.69

.70

.80

1.00

1.03

1.30

1.40

1.92

2.20

4.53

4.84

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Descriptive Statistics

29 .15 4.84 1.0066 1.11870

29 4.00 1200.00 169.1824 229.08584

29 .00 1.10 .1771 .26343

29 1 367 88.76 104.307

29

jumlah limfosit

darah x 1000

IgG anti tokso

IgM anti tokso

jumlah cd4

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Page 134: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

134

jumlah CD4 * PRC liqur_toksoplasma Crosstabulation

9 11 20

6.9 13.1 20.0

45.0% 55.0% 100.0%

90.0% 57.9% 69.0%

1 8 9

3.1 5.9 9.0

11.1% 88.9% 100.0%

10.0% 42.1% 31.0%

10 19 29

10.0 19.0 29.0

34.5% 65.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

Count

Expected Count

% within jumlah CD4

% within PRC liqur_

toksoplasma

Count

Expected Count

% within jumlah CD4

% within PRC liqur_

toksoplasma

Count

Expected Count

% within jumlah CD4

% within PRC liqur_

toksoplasma

<=100

>100

jumlah

CD4

Total

positif negatif

PRC liqur_

toksoplasma

Total

Lampiran 10

Foto Laboratorium

Page 135: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

135

Page 136: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

136

Page 137: TESISerepo.unud.ac.id/id/eprint/7191/1/850c3686abe9637c6060d...Gambar 8 Invasi T.gondii melalui vakuola rhoptries 20 Gambar 9 Antigen Toxoplasma gondii 22 Gambar 10(a,b) Strain T.gondii

137

Lampiran 11

Data Dasar Penelitian