Download - O STEOPETROSIS - Unhas
MAKALAH
OSTEOPETROSIS
Oleh :
dr. Dario A. Nelwan, Sp.Rad
DEPARTEMEN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
DAFTAR ISI
I. Pendahuluan…………………………….………………….. 1
II. Epidemiologi………………………….……………………. 2
III. Anatomi……………………………….……………………. 2
IV. Etiologi……………………………….…………………….. 6
V. Patofisiologi………………………….…………………….. 6
VI. Diagnosis
Gejala klinik……………………….…………………….. 8
Laboratorium……………………..………………………. 9
Pemeriksaan radiologi
1. Radiologi konvensional…………………………… . . 10
2. Computed Tomography…………………………….. 15
3. Magnetic Resonance Imaging………………………. 15
4. Nuclear Medicine…………………………………… 16
Pemeriksaan Patologi Anatomi…………………………. 17
VII. Diagnosis banding…………….…………………………… 17
VIII. Penatalaksanaan……………….…………………………... 21
IX. Prognosis……………………….…………………………. 22
X. Daftar pustaka…………………..………………………….. 24
XI. Presentasi kasus………………….………………………… 27
1
Osteopetrosis
OSTEOPETROSIS
I.PENDAHULUAN
Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh seorang radiologist Jerman
Albers-Schönberg pada tahun 1904, Osteopetrosis berasal dari bahasa yunani,
“osteo” yang berarti tulang dan “petros” yang berarti batu. Osteopetrosis biasa
disebut juga “marble bone disease” dan “Albers-Schönberg disease”.
Osteopetrosis adalah penyakit yang sangat jarang dalam group inherited
hereditary metabolic skeletal disorders yang biasanya tidak berhubungan dengan
sex-link, dengan manifestasi peningkatan massa tulang dan densitas yang terjadi
akibat terjadinya ketidakseimbangan antara pembentukan dan gangguan absorbsi
tulang oleh osteoclast dengan sklerosis general cortical dan ditandai dengan
penebalan trabekula yang mengakibatkan kompresi ruang bone marrow sehingga
terjadi penekanan hemopoiesis dan deformitas skeletal (Greenspan et al 2011,
Kant 2013, Sutton et al 2003)
Kepadatan tulang yang berlebihan dapat mengganggu jaringan vital dan
menyebabkan masalah yang serius terhadap tubuh. Penekanan saraf-saraf
intracranial sebagai contoh dapat menyebakan masalah seperti kehilangan
penglihatan, gangguan pendengaran, atau kelumpuhan otot wajah. Hal ini juga
dapat menyebabkan pendesakan bone marrow yang merupakan jaringan di dalam
tulang yang menghasilkan eritrosit dan thrombosit sehingga mengakibatkan
rendahnya jumlah sel darah yang dihasilkan yang diperlukan untuk melawan
infeksi, transport oksigen, dan kontrol perdarahan. Pada kasus yang berat masalah
ini akan dapat mengancam nyawa. (Greenspan et al 2011)
Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala klinik dan gambaran radiologi,
dapat pula di konfirmasi dengan tes gen bila memungkinkan. Penatalaksaanaan
dari osteopetrosis sebagian besar hanya simptomatik saja, penatalaksaan spesifik
bila memungkinkan, resiko pengulangan dari penyakit tersebut, dan bentuk yang
bermacam-macam dari penyakit tersebut pada prenatal. Bentuk osteopetrosis
pada bayi menurunkan angka kehidupan, dengan kematian bayi pada yang tidak
2
Osteopetrosis
dirawat pada dekade pertama disebabkan oleh penekanan bone marrow. (Donnelly
et al 2010, NIH 2015, Sutton et al 2003)
II. EPIDEMIOLOGI
Pada orang dewasa osteopetrosis terjadi 1 dari 20.000 penduduk dan
ditemukan antara usia 20-40 tahun, sementara yang malignant dapat terjadi antara
1 dari 100.000-500.000 kelahiran. Tipe malignant di diagnosis secepatnya setelah
bayi lahir. Di Amerika Serikat sekitar 1.250 penduduknya menderita
osteopetrosis, dan bentuk malignant osteopetrosis sekitar 8-40 setiap kelahiran
pertahun. Intermediate Osteopetrosis terjadi pada anak-anak dibawah usia 10
tahun. Bentuk yang berat terjadi pada bayi, bentuk yang ringan bisa asimptomatik
dengan deteksi yang tidak disengaja. Data statistik dari beberapa Negara
mengenai jumlah penderita penyakit ini tidak begitu akurat. (Ross et al 2015,
Stark et al 2009)
III. ANATOMI
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut
korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan
diluarnya dilapisi periosteum.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak
yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti
osteoblast dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan
enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran
darah.
Komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan
organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal
garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
3
Osteopetrosis
Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan kekuatan pada tulang.
Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam
hialuronat.
Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya, sehingga
memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau
ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam
jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamellar. Tulang
yang berbentuk anyaman dapat terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu
perkembangan janin atau setelah patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan
digantikan oleh tulang yang lebih dewasa dan berbentuk lamellar. Pada orang
dewasa, tulang anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon. Tulang
lamellar terdapat di seluruh tubuh orang dewasa dan tersusun atas lempengan-
lempengan mineral yang sangat padat, dan bukan merupakan suatu massa kristal
yang padat. Pola susunan semacam ini membuat kekuatan tulang jadi lebih besar.
Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder
dan tersusun atas tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis
adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spingiosa yang mengandung
sumsum merah. Sumsum merah terdapat juga di bagian epifisis dan diafisis
tulang. (Kumar et al 2010, Price et al 2010)
4
Osteopetrosis
Gambar 1 : Anatomi tulang (Goel 2016)
Tahap awal pembentukan tulang adalah sekresi kolagen (kolagen
monomer) dan substansi dasar oleh osteoblas. Kolagen monomer dengan cepat
membentuk serat-serat kolagen dan jaringan akhir yang terbentuk adalah osteoid,
yang akan menjadi tempat di mana kalsium mengendap. Sewaktu osteoid
terbentuk, beberapa osteoblas terperangkap dalam osteoid dan selanjutnya disebut
osteosit. Osteoblas dapat dijumpai di permukaan luar tulang dan dalam rongga
tulang. Lawan dari osteoblas yang membentuk tulang adalah osteoklas yang
menyerap tulang dan mengikisnya.
Pada pertumbuhan tulang normal, kecepatan pengendapan dan absorpsi
tulang sama satu dengan lainnya, sehingga massa total dari tulang tetap konstan.
Biasanya, osteoklas terdapat dalam massa yang sedikit tetapi pekat, dan sekali
massa osteoklas mulai terbentuk, maka osteoklas akan memakan tulang dalam
waktu 3 minggu dan membentuk terowongan. Pada akhir waktu ini, osteoklas
5
Osteopetrosis
akan menghilang dan terowongan itu akan ditempati osteoblas. Selanjutnya, mulai
dibentuk tulang baru. Pengendapan tulang ini kemudian terus berlangsung selama
beberapa bulan, dan tulang yang baru itu diletakkan pada lapisan berikutnya dari
lingkaran konsentris (lamella) pada permukaan dalam rongga tersebut sampai
pada akhirnya terowongan itu terisi semua. Pengendapan ini berhenti setelah ada
pembuluh darah yang memperdarahi daerah tersebut. Kanal yang dilewati
pembuluh darah ini disebut kanal harvers. Setiap daerah tempat terjadinya tulang
baru dengan cara seperti ini disebut osteon. Apabila mendapat beban yang berat,
tulang akan menebal. Selain itu, tulang akan terus melakukan regenerasi kalau
sudah mulai perlu diganti. Kemampuan tulang melakukan regenerasi akibat
adanya absorpsi-pengendapan tulang. Kecepatan absorpsi-pengendapan tulang
yang berlangsung cepat, misalnya pada anak-anak, cenderung membuat tulang
rapuh dibandingkan dengan absorpsi-pengendapan tulang yang lambat. Jadi, pada
anak-anak akan terjadi regenerasi yang cepat apabila ada kerusakan. (Kumar et al
2010, Price et al 2010)
Gambar 2 : Struktur dan anatomi tulang
6
Osteopetrosis
IV. ETOLOGI
Etiologi penyakit ini disebabkan oleh kegagalan differensiasi atau fungsi
dari osteoklas dan mutasi sedikitnya 10 gen yang terdapat pada manusia.
Osteopetrosis adalah penyakit bawaan yang ada sejak lahir dimana tulang-tulang
menjadi padat. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara proses
pembentukan dan perombakan tulang. Pada osteopetrosis, sel-sel yang merombak
tulang atau sel osteoklas biasanya ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit atau
tidak efektif untuk proses perombakan tulang. Ketika seseorang terkena
osteopetrosis, tulang-tulang menjadi padat secara berlebihan dan kerangka
melebihi berat normal.
Pada beberapa kasus tipe intermediate diakibatkan defisiensi carbon
anhidrase tipe II. (Greenspan et al 2011, Stark et al 2009)
V. PATOFISIOLOGI
Secara pasti penyebab osteopetrosis tidak diketahui, diduga terjadi
kerusakan pada fungsi pembentukan kembali matriks-matriks tulang yang normal.
Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu
tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak, dimana lebih
banyak terjadi proses pembentukan dari pada absorpsi tulang. Proses-proses ini
penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang dapat merespons
terhadap tekanan yang meningkat dan untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Peningkatan kepadatan tulang umumnya muncul saat kelahiran dan
bahkan ketika masih dalam uterus. Gagalnya proses reabsorpsi sedangkan
osteoblas terus menempatkan tulang serupa pada daerah tersebut; cortex,
spongiosa, rongga medulla, dan area metafisis sementara dapat menghilang,
sehingga terjadi penumpukan pembentukan tulang dan dapat terlihat sebagai
gambaran tulang di dalam tulang (bone within bone = endobone). Karena tidak
adanya reabsorpsi tulang sehingga terjadi pula penekanan pada system syaraf
daerah cranial dan adanya kerusakan sumsum tulang pada medulla tulang.
7
Osteopetrosis
Hal lain yang lebih spesifik adalah penurunan fungsi dari sel-sel osteoklas
dimana sel-sel ini tidak mampu mereabsorpsi mineral-mineral dan matriks tulang.
Sedangkan matriks organik pada pembentukan tulang baru diperlukan untuk
memberi kekuatan tambahan pada tulang, akibatnya pada penderita osteopetrosis
mudah terjadi fraktur.
Beberapa kasus terutama bentuk infantile osteopetrosis terjadi defisiensi
enzim carbonic anhydrase II yang merupakan salah satu enzim proteolotik. Enzim
ini berfungsi menyebabkan suasana asam . Defisiensi enzim ini menyebabkan
suasana asam tidak terbentuk sehingga tidak dapat membantu proses resorbsi oleh
osteoklas. (Donnelly et al 2010, Greenspan et al 2011, Ihde et al 2011, Kumar et
al 2010, Stark et al 2009, Sutton et al 2003)
Gambar 3 : Patofisologi pada osteopetrosis dihubungkan pada osteoklas yang normal. (Stark et al 2009)
8
Osteopetrosis
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis osteopetrosis berdasarkan gejala klinik dan sangat tergantung
pada gambaran radiologi pada tulang. Osteopetrosis adalah kelompok gejala yang
bervariasi dari yang berbentuk asimptomatik sampai dengan yang fatal pada bayi.
Bentuk yang berat adalah yang diturunkan secara autosomal recessive dan bentuk
lebih ringannya adalah pada dewasa muda dan diturunkan dengan autosomal
dominan. (Cure et al 2000)
A. GEJALA KLINIK
1) Autosomal recessive osteopetrosis (ARO) /malignant
ARO adalah kondisi yang membahayakan nyawa, dengan manifestasi yang klasik
sejak berapa bulan kehidupan. Persentasi umur dibawah 1 tahun., jarang yang bisa
bertahan lebih dari 2 tahun.
Peningkatan kepadatan tulang pada foto x-ray tidak menggambarkan kekuatan
tulang, justru membuat tulang semakin lemah, hasilnya meningkatkan
kemungkinan terjadinya fraktur dan osteomyelitis. Pertumbuhan tulang secara
longitudinal juga terganggu sehingga memberikan gambaran short stature dengan
ukuran yang bervariasi. Macrocephaly dan pembentukan tulang frontal yang
terganggu pada masa kehidupan pertama mengakibatkan wajahnya terbentuk
secara typikal orang penyakit osteopetrosis. Perubahan tulang kepala
mengakibatkan choanal stenosis dan hydrocphalus. Kebutaan, tuli dan masalah
syaraf lainnya di dalam kepala, akibat penekanan pada syaraf, tulang yang
melampaui batas pada foramen cranium menyebabkan foramen jadi mengecil dan
menekan sistem syaraf. Hearing loss diperkirakan berakibat pada 78% dari
individual yang mempunyai ARO. Erupsi gigi dan banyak karies pada gigi biasa
terdapat juga pada penderita.
Anak-anak dengan ARO mempunyai resiko hypocalcaemia dengan
kecenderungan menjadi kejang dan hyperparathyroidism. Yang paling berat dari
ARO adalah tertekannya sumsum tulang belakang. Pertumbuhan tulang yang
abnormal menganggu haematopoiesis, sehingga menimbulkan ancaman langsung
9
Osteopetrosis
terjadinya pancytopenia dan ekspasi sekunder ke tempat extramedulary
haematopoiesis seperti pada liver dan lien sehingga lien dan hepar membesar.
2) Intermediate recessive osteopetrosis (IRO)
Kemungkinan diwariskan secara dominan atau resesif. Osteopetrosis intermediate
ini mempunyai gejala kinis yang berat, tingkat keparahan dan waktu presentasi
gejala klinis bersifat heterogen. Presentasi umur berkisar 1-10 tahun.
Bentuk IRO adalah terkait dengan kalsifikasi otak dan asidosis tubulus ginjal dan
karena mutasi dari enzim karbonat anhidrase (CaII) gen. keterbelakangan mental
sering pada pasien ini. Karakteristik IRO lainnya ditandai dengan sclerosis
ringan, perawakan pendek dan patah tulang.
3) Autosomal dominant osteopetrosis (ADO)/benign
ADO secara tipikal beronset pada akhir dari anak-anak atau dewasa. 50% pasien
asimptomatis. Gambaran klasiknya adalah “ sandwich vertebrae”.
Peningkatan densitas tulang menyebabkan gagalnya resorbsi chondro-osteoid
primitive, sehingga tidak dapat ditempati lagi oleh tulang normal. Tulang menjadi
berkapur dan kadang rapuh sehingga menyebabkan fraktur yang berulang,
khususnya pada tulang-tulang panjang yang terkadang tidak dapat diobati, karena
meski tulangnya padat tetapi lemah, namun proses penyembuhannya terjadi secara
normal dengan pembentukan callus yang cukup.
Komplikasi utama adalah terjepinya tulang-tulang, termasuk fraktur, scoliosis,
HIP osteoarthritis dan osteomyelitis, juga dapat pula menggangu pada tulang
mandibula sehingga terjadi abses atau karies pada gigi. Kompresi pada cranial
nerve sangat jarang namun komplikasi yang penting untuk diperhatikan, dapat
menyebabkan gangguan pendengaran dan penglihatan pada 5% individual ADO.
(Donnelly et al 2010, ESID and EBMT 2011, Greenspan et al 2011, Juhl et al
1998, Starket al 2009, Sutton et al 2003)
B. LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu diagnosis
osteopetrosis, namun berguna untuk melihat adanya komplikasi. Komplikasi yang
membahayakan adalah adanya penekanan pada sumsum tulang sehingga
10
Osteopetrosis
menggaggu pembentukan darah (haematopoiesis), jadi pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan penurunan nilai dari sel darah atau pancytopenia. (ESID
2011, Yadav et al 2016)
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. RADIOLOGI KONVENSIONAL
Terlihat peningkatan densitas dan ketebalan pada tulang panjang
khususnya pada metafisis dapat terlihat sejak dalam uterus. Karakteristik utama
radiologi adalah sebagai berikut :
Tulang gambarannya sklerotik yang tersebar, meliputi epifisis, metafisis, dan
diafisis. Munculnya tulang dalam tulang (bone whitin bone) membedakan
osteopetrosis dengan sklerosis displasia lainnya. Biasanya pada skull, spine,
pelvis dan tulang-tulang appendicular. Focal sclerosis dari skull base, pelvis
dan vertebral end plates “sandwich appereance” dan “rugger-jersey spine”
Tulang panjang berbentuk labu dan melebar pada kedua ujungnya karena tidak
ada proses yang normal pada osteoklas menyebabkan kurang efektifnya
remodeling dari tubular (Erlenmeyer flask deformity). Juga sering terdapat
coxa vara.
Tulang tengkorak kepala terlihat lebih padat atau lebih tebal, keduanya jelas
terlihat pada bagian kubah cranial dan basisnya.
Terdapat defect pembentukan dari tulang pada metafisis seperti “funnel-like
appearance” dan secara karateristik membentuk lucent bands.
Mudah terjadi fraktur patologis. (Burgener et al 2006, Donnelly et al 2010,
Greenspan et al 2011, Hoseini et al 2012, Juhl et al 1998, Stark et al 2009,
Sutton et al 2003)
11
Osteopetrosis
Gambar 4 : Foto femur kiri pasien umur 4 tahun. Tampak deformitas Erlenmeyer flask pada distal femur dan
peningkatan densitas tulang secara generalisata (Stark et al 2009)
Gambar 5 : Gambaran ARO pada tangan kanan, pasien umur 2 minggu. Tampak metaphyseal lucent bands
pada distal ulna dan radius dan tulang tubular yang pendek (Stark et al 2009)
12
Osteopetrosis
Gambar 6 : Foto Lateral lumbar spine tampak gambaran “bone-within bone appearance.” (Kant 2013)
Gambar 7 : Pasien dengan Osteopetrosis, memperlihatkan fraktur tibia (a) peningkatan densitas dari struktur
tulang (b). terlihat multiple intervensi pada femur dari bagian ortopedi (Ihde et al 2011)
13
Osteopetrosis
Gambar 8 : Foto skull lateral menunjukkan densitas sklerosis pada skull base dan mastoid (Donnelly et al,
2010)
Gambar 9: Foto humerus tampak osteosclerosis of humerus dan scapula dan typical “funnel-like appearance”
(Erlenmeyer-flask deformity) pada humerus. (Kant 2013)
14
Osteopetrosis
Gambar 10 : Pasien umur 60 tahun. Vertebra memperlihatkan peningkatan dense pada end-plate dan normal
densitas pada tengahnya, memperlihatkan karakteristik gambaran sandwich pada corpus vertebra.
Spondylosis dan spondylolisthesis pada vertebra lumbal. (Scanderbed et al 2005)
Gambar 11 : (kiri) Foto thoracal AP (infantile osteopetrosis) menunjukkan adanya densitas sklerotik difus
pada semua tulang. Tampak penebalan costae abnormal dan multiple fraktur costae dan clavicula yang telah
menyembuh.(kanan) foto cervical lateral (infantile osteopetrosis menunjukkan densitas tulang yang sklerotik.
Tampak fraktur C2 dengan angulasi anterior abnormal pada C2/C3 (Ross et al 2015)
15
Osteopetrosis
2. COMPUTED TOMOGRAPHY
Modalitas ini jarang digunakan untuk diagnosis osteopetrosis. Dengan modalitas
ini hanya dapat ditemukan gambaran hematopoiesis extramedullary dan severe
cortical thickening (Ross et al 2015)
3. MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
Dalam mendiagnosis osteopetrosis MRI sangat jarang digunakan. Densitas dari
tulang sangat berhubungan dengan penurunan signal pada gambaran T1 and T2-
weighted. Tempat dimana terdapat residual marrow memperlihatkan intermediate
sampai high pada T2 dan penurunan signal T1-weighted yang cocok dengan
hematopoietic marrow. (Cure et al 2000, Donnelly et al 2010, Ross et al 2015)
4.
Gambar 12 : (kiri) MRI sagittal T1WI (infantile osteopetrosis) menunjukkan intensitas rendah bone marrow
yang abnormal pada tulang, menggambarkan kombinasi substitusi bone marrow difus dan sklerotik. Tonsila
cerebellum ectopic, mungkin akibat perubahan tulang pada fossa posterior.
(kanan) MRI sagittal T2WI (infantile osteopterosis) menunjukkan intensitas
rendah bone marrow yang luas pada seluruh tulang, termasuk spine, skull base,
sternum akibat substitusi bone marrow dan osseous sclerosis (Ross et al 2015)
16
Osteopetrosis
4.NUCLEAR MEDICINE
Pada nuclear medicine image mengunakan Tc-99m Sulfur coloid. Pada pasien
ARO sedang melakukan pengobatan dengan interferon gamma dan calcitriol,
bagian dari bone marrow perlu diobservasi juga. Pada umur < 1 tahun aktifitas
marrow pada skull base dan akhir dari tulang panjang, dan pada anak umur 3-5
tahun perubahan aktifitas marrow ke calvaria dan diafisis. (Barral et al 2014,
Donnelly et al 2010)
Gambar 13 : Nuclear medicine seluruh tubuh dengan MDP-99mTc terlihat uptake yang abnormal pada
proximal epiphysis kedua humerus, tibia dan fibula, distal epiphysis dari femur dan terdapat fokal pada costae
sugestif old frakcture. Ginjal dan vesica urinarius tidak terlihat kemungkinan diakibatkan superscan pada
tulang. (Barral et al 2014)
17
Osteopetrosis
D. PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI
Perubahan di dalam tulang menyebabkan kegagalan resorbsi pada kartilago yang
mengeras karena terjadi perkapuran. Dimana proses tersebut normalnya dilakukan
oleh tulang yang matur. Lapisan osteoid melebar mengelilingi kartilago,
menyerupai sarang dengan kartilago sebagai inti. Osteoid akan bertumpuk dan
menghalangi dari sumsum tulang, hal ini akan menyebabkan metafise menjadi
lebih lebar. (Donnelly et al 2010)
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Normal Newborn
Gambar 13 : "Sandwich" appearance dari endplate yang sclerotic
(Ross et al 2004)
2. Renal Osteodystrophy
Kelainan muskulosceletal yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik
Gambaran radiologik :
osteopaenia: (sering terlihat awal) penipisan korteks dan trabekula
salt and pepper skull
18
Osteopetrosis
demineralisasi: biasanya subperiosteal, namun juga dapat melibatkan
margin sendi, endosteal, subchondral, daerah subligamentous, tulang
kortikal atau trabekula
subperiosteal resorption: karakteristik resorpsi subperiosteal dapat dilihat
pada aspek radial dari falang tengah telunjuk dan jari panjang
sclerosis tulang
o diffuse bony sclerosis
o rugger-jersey spine: sclerosis end plate corpus vertebra
kalsifikasi pada soft tissue
amyloid deposition : erosi di dalam dan sekitar sendi
insufficiency fractures (Ross et al 2004)
Gambar 14 : Vertebra renal osteodystrophy
19
Osteopetrosis
3. Blastic Metastatic Disease
Gambaran blastic metastasis pada tulang biasanya berasal dari tumor
primer di prostate, mammae, dan colon. (Ross et al 2004)
Gambar 15 : Blastic metastatic disease
4. Paget Disease
Penyakit paget pada tulang adalah kelainan tulang kronik yang sering
ditemui, ditandai dengan adanya proses remodeling tulang yang berlebihan dan
abnormal. Penyakit ini biasanya mengenai pelvis, vertebra, skull dan tulang
panjang yang memiliki gambaran radiologik yang khas yaitu trabekula yang
menebal dan irregular. Penyakit Paget : "Picture frame" penampilan penyakit
Paget menunjukkan penebalan korteks tubuh vertebral di semua sisi, tidak hanya
di end plates superior dan inferior. (Ross et al 2004)
20
Osteopetrosis
Gambar 16 : Paget Disease of Spine. Corpus vertebra lumbal kortexnya lebih tebal dari corpus ("picture-
frame appearance") (panah merah). Corpus vertebra sedikit lebih lebar dari corpus yang diatas dan
dibawahnya (panah putih). Trabekula lebih tebal dan kasar (panah kuning).
5. Hyperparathyroidism
Peningkatan kadar hormon paratiroid meningkatkan aktifitas osteoclast,
resorbsi tulang yang dihasilkan menghasilkan penipisan kortex (resorbsi
subperiosteal) dan osteopaenia. (Di Muzio et al 2016)
21
Osteopetrosis
Gambar 17 : Hyperparatiroidism memberikan gambaran “ruger jersey spine” (Hacking et al 2016)
VIII. PENATALAKSANAAN
Sejak diketahuinya asal kelainan hematologic osteoclast, penyakit ini diterapi
dengan Haematopoietic Stem Cell transplantation (HSCT) yang berhasil pada
kebanyakan kasus namun tidak memberian pemulihan penuh pada phenotypenya.
Pendekatan ini digunakan pada terapi ARO, dengan >50% % kesuksesan graft dan
beberapa efek yang tidak diiginkan meliputi kerusakan saraf yang progresid
dengan defect penglihatan
Hasil terapi farmakologis dengan korticosteroid, vitamin D dan suplemen calcium,
PTH atau gamma-interferon tidak konsisten dan secara umum tidak dapat
menggantikan HSCT, dengan sangat sedikit pengecualian.
Prednisone peroral, menambah jumlah darah dan jumlah trombosit pada pasien
anemia sehingga dapat memperlambat perombakan sel darah.
22
Osteopetrosis
Nutrisi. Nutrisi yang baik sangat penting untuk menjamin terjadinya pertumbuhan
normal dan perkembangan anak-anak penderita osteopetrosis
Terapi ADO secara umum berdasarkan pendekatan empiric. Tidak ada guideline
yang sesuai dan pasien biasanya ditangani simptomatis
Terapi yang diberikan hanya bersifat suportif dan meningkatkan kualitas hidup,
terapi simptomatis dan untuk penanganan komplikasi. yaitu :
1. Arthritis dan fraktur merupakan hal yang umum terjad dan membutuhkan
penanganan oleh ahli bedah ortopedi berhubungan dengan kerapuhan tulang,
dan berhubungan dengan komplikasi sekunder seperti delayed union dan
nonunion fraktur dan osteomyelitis.
2. Kejang akibat hipocalcemia ditangani dengan suplemen calcium dan vitamin
D
3. Kegagalan bone marrow ditangani dengan transfuse sel darah merah dan
platelet
4. Pertumbuhan yang terlambat dan kejang yang disertai dengan kadar calcium
yang normal dapat merupakan indikasi neuropathic ARO dan harus dievaluasi
neurologic (meliputi MRI brain dan EEG).
5. Pemeriksaan ophthalmologik regular dilakukan termasuk Visual Evoked
Potentials (VEPs) penting untuk mendeteksi atrophy nervus opticus
6. Bedah dekompresi pada nervus opticus dilakukan untuk mencegah kebutaan
7. Masalah gigi seperti erupsi gigi yang terlambat, ankilosis, abses, kista dan
fistula merupakan hal yang umum. Jadi pemeriksan gigi rutin dan
pemeliharaan oral hygiene merupakan hal yang penting untuk mencegah
komplikasi yang lebih serius seperti osteomyelitis mandibular stark ,
consensus
IX. PROGNOSIS
1. Severe autosomal recessive inheritance Pattern (ARO-Autosomal
Recessive Osteopetrosis), infeksi dan kematian dini adalah tanda penyakit
ini, jarang pasien dapat bertahan hidup > 2 tahun. Yang dapat bertahan
23
Osteopetrosis
lebih lama mempunyai kualitas hidup yang buruk, membutuhkan transfusi
darah berulang, bedah untuk penyakit gigi, saraf dan osteomyelitis
2. Intermediate, mungkin merupakan warisan resesif atau dominan, tingkat
keparahan dan presentasi klinik berbeda-beda. Transfusi darah kadang
tidak diperlukan. Retardasi mental sering ditemukan pada tipe ini
3. Mild/late onset- dominant inheritance pattern (ADO-Autosomal Dominant
Osteopetrosis). ADO tipe I merupakan bentuk yang sangat ringan. ADO
tipe II mempunyai variasi dari yang paling ringan hingga yang berat.
Kematian dini pada tipe ini sangat jarang namun beberapa pasien memiliki
kualitas hidup yang sangat buruk
(European Society for Immunodeficiencies (ESID) and European Group
for Blood and Marrow Transplantation (EBMT), 2011. Osteopetrosis
Consensus guidelines for diagnosis, therapy and follow-up)
24
Osteopetrosis
DAFTAR PUSTAKA
Barral C.M., Soares de Andrade G., Martins Ferreira M.S., dos Santos Lourenc
M.B., Sanches S. M. D., Nunes S.S., de Freitas S.S.,Marino V.S.P., 2014.
The role of whole-body bone scintigraphy in a case of osteopetrosis. The
Egyptian Journal of Radiology andNuclear Medicine.
ttp://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378603X14001211
Kant P., Sharda N., and Bhowate R.R., 2013.Clinical and Radiological Findings
of Autosomal Dominant Osteopetrosis Type II: A Case Report. Hindawi
publishing corporation
National institutes of health (NIH). 2015. Osteopetrosis Overview. NIH
Publication No.15-7828
Price S.A., Wilson L.M., 2010. Patofisiologi Konsep klinis Proses-Proses
Penyakit, edisi 6, EGC, Jakarta
Ross J.R., Moore K.R., 2015.Osteopetrosis in Diagnostic Imaging Spine. 1st ed.
Amirsys. Philadelphia ;206-207
Stark Z., and Savarirayan S., 2009. Osteopetrosis. Orphanet journal of rare
diseases. Biomed central; 1-12
Cure J.K., Key L.L., Goltra D.D., and VanTassel P., 2000. Cranial MR Imaging of
Osteopetrosis. AJNR Am J Neuroradiol ; 21:1110-1115
European Society for Immunodeficiencies (ESID) and European Group for Blood
and Marrow Transplantation (EBMT), 2011. Osteopetrosis Consensus
guidelines for diagnosis, therapy and follow-up
Burgener F.A., Kormano M., Pudas T., 2006. Bone and joint disorders
differential diagnosis in conventional radiology 2nd revised ed. Thieme.
Stuttgart ;326
Di Muzio B., Gaillard F., et al., 2016. Hyperparathyroidism.,
www.radiopedia.com
Donnelly L.F., Merrow C., Anton C.G., O’Hara S.M., Jones B.V., 2010.
Diagnostic imaging pediatrics. 2nd
ed. Amirsys. Orlando;1400-1402
25
Osteopetrosis
European Society for Immunodeficiencies (ESID) and European Group for Blood
and Marrow Transplantation (EBMT), 2011. Osteopetrosis Consensus
guidelines for diagnosis, therapy and follow-up
Gangadhar S.R., Prakaschandra S.P., Rupal P., 2015. Osteopetrosis with Typical
Radiological Findings: Rare Case Report. International Jurnal Of Anatomy,
Radiologi and Surgery. Vol 4(4) 36-38
Goel A., 2016. Apophysis Case courtesy of Dr Matt Skalski, <a
href="https://radiopaedia.org/">Radiopaedia.org</a>. From the case <a
href="https://radiopaedia.org/cases/29729">rID: 29729</a>
Greenspan A., Steinbach L.S., 2011. Osteopetrosis in Ortopedic Imaging 5th
ed.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia ; 951
Hacking C., Gaillard F., et al., 2016. Rugger-jersey spine., www.radiopedia.com
Hoseini S.S., Vaghe Z.K., Shoar N., Shoar S., 2012. Bone within-Bone;
interesting images of an osteopetrosis case. JPAKMed Stud. volume 2. Issue
1.http://link.springer.com/chapter/10.1007/3-540-30361-8_85#page-1
Ihde L.L., et al. 2011. Sclerosing Bone Dysplasias: Review and Differentiation
from Other Causes of Osteosclerosis. Radiographics; 31:1865-1882
Juhl J.H, Crummy A.B, Kuhlman J.E., 1998. Paul and Juhl’s Essensial of
Radiologic Imaging, 7th
ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia
Kumar V., Abbas A.K., Fausto N., Aster J.C., 2010. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of disease 8th
ed. Elseiver. Philadelphia; 1206-1214
National institutes of health (NIH). 2016. Osteopetrosis. Genetic home reference.
https://ghr.nlm.nih.gov/condition/osteopetrosis
Price S.A., Wilson L.M., 2010. Patofisiologi Konsep klinis Proses-Proses
Penyakit, edisi 6, EGC, Jakarta
Scanderbed A.C., Dallapiccola B., 2005. Osteopetrosis. Adult Type. Dalam
Abnormal Skeletal Phenotypes part II. Spiner Berlin Heidelberg;807-810
Sutton D., Stevens J.M., Robinsone P.J.A., Jenkins J.P.R., Whitehouse R.W.,
Allan P.L., et all., 2003. Osteopetrosis in Text Book of Radiology and
Medical Imaging; vol 2; 7th
ed. Churchill Livingstone. London ; 1126-1129
26
Osteopetrosis
Usta M., Gulec S.G., Karaman S., Erdem E., Emral H., Urganci N., 2012.A Case
Report of Malignant Infantile Osteopetrosis. Iran J Pediatr. Vol 22 (No 3);
421-424
Yadav et al, 2016. Osteopetrosis in two siblings: two case reports, BMC Res Notes
9:55
27
Osteopetrosis
PRESENTASI KASUS
ANAMNESIS
Seorang wanita usia 23 tahun mengunjungi pelayanan prosthodontics
dengan keluhan kehilangan gigi dan ingin untuk mengganti kehilangan gigi
tersebut. Riwayat penyakitnya adalah kehilangan gigi sejak usia 5 tahun, yang
menyebabkan kesulitan makan dan berbicara. Pasien ini tidak memiliki riwayat
penyakit yang relevan seperti hipertensi, asma, tuberculosis, alergi obat, kelainan
darah, dan penyakit cardiovascular. Pasien ini memiliki riwayat anemia dan telah
mendapatkan terapi regimen besi sejak 5 tahun terakhir.
Pasien ini juga memiliki riwayat infeksi rongga mulut. Pasien pernah
menjalani ekstraksi gigi molar kanan bawah 5 tahun sebelumnya akibat caries,
yang diikuti dengan infeksi yang berat pada area tersebut dengan luka yang tidak
menyembuh selama 1 bulan. Dia kemudian diterapi dirumah sakit selama 15 hari
sambil mendapatkan terapi debridement pada luka dan mendapatkan terapi
antibiotik intravena. Pasien tidak memiliki riwayat operasi lainnya yang relevant.
Orang tua dan saudara perempuannya tampak sehat.
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien tampak tenang dan kooperatif, berorientasi baik dengan gizi yang baik.
Pasien tampak pucat pada conjungtiva dan kuku. Tidak tampak penyakit sistemik.
Pasien telah menyetujui medical history, foto wajah, dan foto
radiologisnya digunakan untuk kepentingan pendidikan
Extraoral, tampak wajah asimetris pada sisi kanan wajah yang terlihat pada
gambar 1
28
Osteopetrosis
Gambar 1 Gambar 2
Wajah yang asimetris Pasien memiliki scar pada tepi bawah mandibula
Teraba kelenjar getah bening pada sisi kanan submandibular, lunak,
konsistensi padat, dapat bergerak bebas, ukuran sekitar 1,5 x 1,5 cm. Kemampuan
membuka mulut terbatas dengan jarak interincisal 35 mm. Pergerakan rahang atas
terbatas. Gigi-geligi yang hilang adalah 15, 16, 27, 31, 32, 33, 34, 35, 41, 42, 43,
44, 45, 46, dan 47 (gambar 3)
Pemeriksaan urine dan darah rutin memberikan hasil yang normal.
Orthopantomogram menunjukkan plat operasi antara ggi 36 dan 37 pada region
periapical, dan discontinuitas sepanjang 4 cm pada region mandibular bawah
region premolar kiri. Pasien telah menjalani operasi reseksi mandibular
meninggalkan batas korteks 1 cm pada sisi kanan mandibular, dan penebalan pada
tepi fraktur corpus mandibula kanan dengan sela 0,5 cm berbentuk gambaran
radiolusen pada tepi fraktur, terlihat pada gambar 4
29
Osteopetrosis
Gambar 3 Gambar 4
Gigi yang hilang intraoral OPG menujukkan fraktur dan reseksi
Gambaran radiography tangan pasien (Gambar 5) dan kaki (Gambar 6)
menunjukkan obliterasi bone marrow dengan peningkatan radioopacitas tulang,
membentuk gambaran “candle stick”
Gambar 5 Gambar 6
Radiography menunjukkan tangan dengan radioopacitas Radiography menunjukkan kaki dengan
yang meningkat radioopacitas yang meningkat
30
Osteopetrosis
Gambar 7, Radiography
menunjukkan tulang pelvis, juga
menunjukkan radioopacitas yang
meningkat, dengan penyembuhan
fraktur pada femur kiri, yang juga
menunjukkan malunion fraktur
akibat ketidaksesuaian tepi fraktur
Hasil pemeriksaan histopatologis specimen buccal cortical yang diambil dari 37
area yang diambil pada daerah tulang yang sklerotik terutama pada area bone
marrow yang digantikan tulang. Tulang-tulang avascular dengan pulau-pulau
cartilage. Creatine kinase, marker biochemical untuk osteopetrosis, ditemukan dan
mendukung diagnosis marble bone disesase
KESIMPULAN
Pertumbuhan tulang normal dicapai dengan keseimbangan antara pembentukan
tulang oleh osteoblast dan resorpsi tulang (pengrusakan matriks tulang) oleh
osteoclast. Pada kasus osteopetrosis, sejumlah osteoclast berkurang, normal, atau
meningkat. Yang terpenting adalah, gangguan fungsi osteoclast mempunyai
peranan penting pada pathogenesis penyakit ini. Mekanisme sebenarnya belum
diketahui. Namun, kekurangan karbonat anhydrase dalam osteoclast telah
ditentukan. Dengan tidak adanya enzim ini menyebabkan penghambatan pompa
ion pada sel osteoclast dan ini dalam kenyataannya menyebakan kekurangan
dalam resorpsi tulang kareana suasana asam diperlukan untuk dissosiasi calcium
hydroxpatite dari matriks tulang. Oleh karena itu, terjadi kegagalan resorpsi tulang
sementara pembentukan tulang terus berlanjut, menyebabkan ketidakseimbangan
dan kelebihan tulang.