deponir kasus bibit

24
DEPONIR KASUS BIBIT – CHANDRA Suatu Tinjauan Yuridis - Kepentingan Umum - Etika ( Analisis dan Adaptasi dari pemikiran : Edi Setiadi) M.Yahya Arwiyah Nim : 0907509

Upload: elishamirajuwita

Post on 18-Dec-2014

869 views

Category:

News & Politics


2 download

DESCRIPTION

deponir bibit candra

TRANSCRIPT

Page 1: Deponir kasus bibit

DEPONIR KASUS BIBIT – CHANDRASuatu Tinjauan

Yuridis - Kepentingan Umum - Etika

( Analisis dan Adaptasi dari pemikiran : Edi Setiadi)

M.Yahya ArwiyahNim : 0907509

S.3 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANPASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA2010

Page 2: Deponir kasus bibit

A. Umum

Salahsatu pembicaraan luas yang mengundang berbagai opini bangsa Indonesia saat ini

adalah di deponir-nya kasus Bibit – Chandra masing-masing dalam kedudukannya sebagai

tersangka perkara dugaan penyalahgunaan wewenang dan upaya pemerasan.

Menurut kamus hukum Belanda – Indonesia, Penerbit Djambatan, 1999, pengertian

Deponeering diambil dari :

- Deponeren = Mengesampingkan ( Perkara), mendapot, Memetieskan,

Mendeponir.

- Seponeren = Mengesampingkan perkara, memetieskan.

- Een Zaak Seponeren = Mengesampingkan perkara, memetieskan perkara

Mencoba untuk memahami arti kata tersebut, terdapat pengertian yang mirip antara

Deponeren dengan Seponeren. Prof. Sahetapy ( TV.one, 12-11-2010) mengatakan bahwa

Seponeren itu adalah keadaan perkara tidak dapat dipenuhi unsur penuntutannya, sedangkan

Deponeren merupakan kondisi pengesampingan perkara karena kepentingan umum.

Pengumuman tentang deponir kasus Bibit – Chandra tersebut disampaikan pada hari

jumat tanggal 29 Oktober 2010 oleh Pelaksana Tugas ( Plt) Jaksa Agung Darmono, didampingi

oleh Jaksa Agung Muda ( JAM ) Pidana Khusus M Amari, JAM Pengawasan Marwan Effendy,

JAM Intelijen Edwin Situmorang, JAM Pembinaan Iskamto, JAM Perdata dan Tata Usaha

Negara Kamal Sofyan.

Beberapa saat setelah mengeluarkan pengumuman, Darmono selaku Plt Jaksa Agung

menyatakan :

1. Dilihat dari landasan hukum, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

Jaksa mempunyai kedudukan hukum melaksanakan putusan pengadilan yang telah

mempunyai keputusan hukum yang tetap atau melaksanakan putusan hakim.

2. Selain itu, berdasarkan ketentuan pasala 35 butir (c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2006 tentang Kejaksaan RI, JAGUNG

diberikan kewenangan untuk mengesampingkan perkara.

Darmono selanjutnya mengatakan, apabila diajukan ke pengadilan, Bibit dan Chandra harus

non-aktif sebagai Pimpinan KPK. Akibatnya, pimpinan KPK harus diberhentikan.

Kondisi ini secara teknis dan manajerial dapat mengganggu kinerja pemberantasan

korupsi. Atas dasar pertimbangan ini, tim kejaksaan berkesimpulan bahwa upaya

pemberantasan korupsi adalah agenda bangsa Indonesia yang harus dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya.

Page 3: Deponir kasus bibit

B. Tinjauan dan Analisis Yuridis

Tinjauan Yuridis :

1. Pembahasan kasus ini muncul sejak awal terjadinya, lalu pembentukan dan

rekomendasi Tim 8 yang dipimpin pengacara senior Adnan Buyung Nasution yang

merekomendasikan perkara harus dihentikan. Rekomendasi mana bergulir dengan

perintah Presiden kepada kejaksaan untuk menyelesaikan perkara ini diluar

pengadilan. Perjalanan perkara ini terus bergulir dengan pengesampingan perkara

oleh Kejaksaan yang digugat oleh Anggodo, pihak yang mengaku telah

mengeluarkan uang milyaran rupiah untuk menghentikan kasus ini di KPK.

Anggodo menggugat kejaksaan di pengadilan dan sampai dengan tingkat peninjauan

kembali di Mahkamah Agung dimenangkan oleh Anggodo.

Atas keputusan Plt. JAGUNG Tersebut diatas sebelumnya, muncullah berbagai

reaksi baik pro maupun kontra .

2. Prof.Dr.Edi Setiadi, Guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

mengatakan bahwa Bibit dan Chandra adalah orang yang bernasib malang. Mereka

mengalami ketidakpastian hukum selama 2 tahun. Dalam hubungan deponer yang

dilakukan Plt. JAGUNG, setiadi mempersoalkan:

a. Sejauhmana telah ditakar kepentingan umum, dalam hal ini kepentingan bangsa

dan negara yang lebih besar dengan menghentikan perkara.

b. Apakah kebijakan ini benar-benar akan membantu pemberantasan korupsi yang

dilakukan oleh KPK.

Alasan ini agak kontradiktif dan tidak mempunyai ratio legis yang didukung oleh

alasan yang kuat :

1) Bagaimana jika seandainya ternyata bahwa Bibit-Chandra memang benar-benar

melakukan hal yang disangkakan ? Jika hal ini yang terjadi, maka kejaksaan

dapat dituduh melindungi pelaku korupsi, selain itu diskriminatif dalam

menangani suatu kasus.

2) Keputusan pendeponiran ini, dapat diartikan bahwa Kepolisian adalah

merupakan pihak yang merekayasa kasus yang dituduhkan.

3) Bibit-Chandra tidak dilepaskan dari kasus penyalahgunaan wewenang dan

upaya pemerasan, hanya saja tidak dilanjutkan ke pengadilan.

3. Putusan Mahkamah Agung yang menolak peninjauan kembali`gugatan pra-

peradilan surat ketetapan penghentian penyidikan penuntutan ( SKPPP ),

Page 4: Deponir kasus bibit

menyebabkan kejaksaan agung harus membentuk tim untuk melakukan upaya

tindak lanjut. Guliran dari berbagai pembahasan yang dilakukan tim, memunculkan 3

opsi langkah hukum yakni :

a. Deponering atau mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.

b. Menerbitkan SKPP baru .

c. Melimpahkan perkara ke pengadilan .

Selaku Plt. JAGUNG Darmono menutup pintu opsi penerbitan SKPP Baru,

alasannya SKPPP dapat kembali di praperadilankan.

4. Terdapat kesan lain, bahwa sebenarnya kejaksaan tidaklah sepenuh hati dalam

mendeponir ini . Dalam proses perkara ini, kejaksaan tampak sekali berpartner

dengan polisi. Pasangan antara penyidik dengan penuntut yang seharusnya saling

membantu untuk menegakkan kebenaran , tampak sekali bertindak tidak objektif dan

justru sudah tercium kolaborasinya 6 ( enam ) bulan sebelum kasus ini benar-benar

disidik oleh BARESKRIM MABES POLRI. Demikian juga pada proses selanjutnya

ketika berkas sudah diserahkan oleh penyidik sebenarnya sudah disarankan untuk

melakukan deponering, akan tetapi tidak dilaksanakan . Barulah setelah terbukti

bahwa kejaksaan adalah pihak yang selalu dikalahkan baru melakukan deponering.

Terdapat pula intrik bahwa sebenarnya, Darmono hanya karena takut dianggap

melawan Presiden dan kehilangan kesempatan untu diusulkan sebagai JAGUNG

definitif, maka dengan terpaksa menyetujui apa yang sebenarnya sudah diumumkan

oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus . Catatan khusus dalam hal ini

adalah : 1. Tidak bisa dibantah bahwa kejaksaan sendiri merasa punya beban moril

untuk membuktikan bahwa P21 yang diberikannya atas berkas yang diajukan oleh

Polisi selaku penyidik adalah suatu kebenaran. 2.Juga terdapat dugaan bahwa justru

munculnya perkara ini adalah hasil duet Polisi dan Jaksa yang merasa ditelanjangi

oleh KPK. Analisis ini ditarik karena beberapa statement para petinggi POLRI dan

KEJAGUNG yang selalu menyebut bahwa lembaga mereka tidaklah seperti KPK

yang Super Body. Statement ini muncul karena beberapa nama petinggi kepolisian

dan juga kejaksaan yang dikirim ke balik terali besi oleh KPK karena terbukti

melakukan korupsi. Sehingga kedigjayaan Polisi dan Kejaksaan terusik dan

direkayasalah kasus Bibit-Chandra ini.

Dasar analisis juga didasarkan pada fakta yakni beberapa saat sebelum klimaks

“Pengadilan Jalanan” yang akhirnya membuat POLRI dan KEJAGUNG melepaskan

Page 5: Deponir kasus bibit

Target Operasi ( TO )-nya yakni SKPPP yang justru dipersoalkan oleh Anggodo,

bahkan KAPOLRI berupaya meyakinkan publik dalam hal ini rakyat dan DPR serta

Presiden bahwa terdapat bukti yang kuat berupa rekaman pembicaraan, daftar

bertamu makelar kasus ke KPK , sampai menyebutkan nama seorang bawahannya

yang berpangkat brigadir jenderal bahwa jika apa yang dikatakan tersebut tidak

benar, maka sang perwira tinggi rela masuk penjara. Pernyataan mana hampir saja

“membalikkan “ opini publik yang sudah memvonnis bahwa kasus bibit – chandra

adalah kriminalisasi balas dendam menjadi pemihakan kepada POLRI dan

KEJAGUNG, dan JAGUNG Hendarman Supandji sendiri dengan sangat

bersemangat mendukung statement tersebut. Akan tetapi pernyataan tersebut

ternyata terbukti hanya isapan jempol belaka, ketika proses berlanjut dan pada

pemeriksaan di persidangan majelis hakim meminta KAPOLRI untuk menyerahkan

rekaman pembicaraan telepon antara petinggi KPK dengan Ari mulyadi sang

makelar kasus, ternyata KAPOLRI tanpa merasa malu sedikitpun mengatakan bahwa

rekaman tersebut tidak pernah ada .

5. Tidak terlalu naif kiranya, jika ( penulis ) curiga bahwa yang mendorong Anggodo

Widjojo untuk melakukan perlawanan berupa gugatan praperadilan terhadap

keputusan Pengadilan Negeri Jakarta selatan, yang mengelinding menjadi putusan

banding Pengadilan Tinggi Jakarta yang memenangkan Anggodo seterusnya putusan

Mahkamah Agung yang menyatakan Niet Ontvankelijk verklaard ( NO ) sebenarnya

adalah dorongan setidaknya restu dari POLRI ( setidaknya petinggi tertentu) dan

KEJAGUNG ( juga petinggi tertentu ) yang selama ini melenggang dalam rekayasa

kasus tanpa perlawanan berarti . Putusan mana berarti bahwa Mahkamah Agung

menganggap alasan formal dari upaya peninjauan kembali KEJAGUNG tidak

terpenuhi . Hal ini berarti bahwa SKPPP yang dikeluarkan secara hukum dianggap

tidak sah. Pendapat tersebut diatas juga cukup beralasan dengan apa yang menjadi

alasan JAGUNG dalam mendeponir adalah semata-mata karena takut kinerja KPK

terganggu akibat bibit – chandra harus non aktif jika perkaranya diteruskan. Jadi

tidak sedikitpun menyiratkan keyakinan tidak bersalahnya bibit- chandra. Memang

harus diakui bahwa jika KEJAGUNG mengeluarkan pernyataan yang bernada

keyakinan Bibit – Chandra tidak bersalah, maka hal itu seperti meningkari

putusannya sendiri dalam menyatakan status perkara Bibit-Chandra adalah P.21

( dianggap lengkap untuk diajukan ke pengadilan).

Page 6: Deponir kasus bibit

Suara masyarakat yang menginginkan agar JAGUNG mendeponir perkara lebih

nyaring ketika putusan MA turun dibandingkan dengan saat SKPPP dinyatakan tidak

sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Anies Baswedan dan Todung Mulya

Lubis yang merupakan mantan anggota tim delapan bentukan presiden SBY justru

datang langsung menemui Plt JAGUNG pada saat Darmono berbeda pendapat

dengan JAMPIDSUS M Amari yang sudah mengeluarkan statement Deponir. Kedua

tokoh tim 8 tersebut menyebut bahwa dalam sidang di pengadilan Jakarta selatan

yang memeriksa Anggodo Widjojo sebagai pelaku percobaan suap ternyata POLRI

tidak bisa menunjukkan rekaman pembicaraan antara Ade Raharja deputi

penindakan KPK dengan Ary Muladi ( telah disebutkan diatas sebelumnya ).

Demikian juga Indonesian Corruption Watch ( ICW ), yang mengatakan apabila

ditempuh cara selain deponir, maka akan menyebabkan kinerja KPK terganggung

berhubung pejabat strategisnya harus berkonsentrasi menghadapi masalah ini

sedangkan upaya pemberantasan korupsi sedang giat-giatnya dilaksanakan. ICW

juga mengatakan bahwa bukti rekayasa kronologi tanggal 15 juli 2009 yang akhirnya

diingkari oleh Ary Muladi adalah fakta hukum yang semakin memperjelas adanya

rekayasa kriminalisasi bibit – chandra.

6. Pertanyaan yang strategis untuk mendapatkan jawaban, adalah terkait dengan ukuran

kepentingan umum sebagai alasan utama pendeponiran perkara pada pasal 35 (c)

Undang-undang Kejaksaan nomor : 16 Tahun 2004 memang menuai perdebatan .

a. Prof.Dr.Gayus lumbuun, anggota DPR RI mengatakan bahwa putusan deponir

terhadap perkara Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah bertentangan

dengan putusan MA dan dinilai sangat berpotensi menimbulkan masalah hukum

( ViVAnews,29/10/2010). Alasan dari pendapat Gayus adalah bahwa : “

Deponir ini bertentangan dengan keputusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap yang isinya melanjutkan perkara ini ke Pengadilan “. Gayus juga

mempersoalkan tentang ketentuan Pasal 35 UU Kejaksaan yang harus terlebih

dahulu memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara

yang mempunyai hubungan dengan masalah ini, barulah berhak untuk

mengambil keputusan .Permasalahan lainnya yang juga menghadang menurut

gayus adalah bahwa Plt tidak berhak mengambil keputusan deponering, karena

Plt JAGUNG ditunjuk sebatas delegasi kewenangan sedangkan jabatan

JAGUNG adalah jabatan negara yang diberikan berdasarkan undang-undang

Page 7: Deponir kasus bibit

karenanya mempunyai kewenangan yang bersifat atribusi. Dengan dasar

pemikiran itu, Gayus menganggap kebijakan deponir ini akan sangat berpotensi

menimbulkan permasalahan dan melanggar tatanan hukum dan perundang-

undangan yang berlaku, bertentangan dengan keputusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap , yang berarti memerintahkan agar melanjutkan

perkara ini ke pengadilan.

b. Dosen Hukum Pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio berpendapat : “

Deponering dari sisi hukum membutuhkan suatu pembuktian yang kuat, sudah

tepat keduanya menjadi terdakwa “ ( Diskusi Drama Bibit-Chandra Jilid II,

Jakarta, 24-4-2010). Akan tetapi dalam kasus ini, dinilai oleh Rudy terdapat

bukti yang tidak terungkap dan menjadi missing link. Tidak ada bukti yang

menunjukkan aliran uang dari Ari Muladi ke pejabat KPK, siapa penyampainya,

siapa orang KPK yang menerimanya, hal ini adalah bukti yang penting. Pada sisi

lainnya Rudy berpendapat bahwa , Anggodo Widjojo tidak mempunyai posisi

hukum ( legal standing) untuk mengajukan gugatan praperadilan atas SKPP

Bibit-Chandra. Posisi tersebut dimiliki oleh Anggoro karena dialah yang

merupakan korban dalam perkara ini. Dalam hubungan ini, kuasa hukum Bibit-

Chandra justru menantang Anggoro untuk datang ke Indonesia, menempuh

proses hukum, mengajukan praperadilan sendiri.

c. Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia, Dr.Otto Hasibuan,S.H ( Jakarta,

24-4-2010) berpendapat bahwa justru kebijakan Kejaksaan menerbitkan Surat

Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara ( SKPP) atas Bibit-Chandra yang

tidak tepat. Seharusnya deponering atau mengenyampingkan perkara demi

kepentingan umum . Jadi dalam hal ini kejaksaan menggunakan asas

oportunitas, karena kejaksaan telah menyatakan berkas ini P21 dan terbukti.

Mengesampingkan suatu perkara demi kepentingan umum harus dianggap

bahwa kepentingan semua pihak sudah diakomodir di dalamnya. Ketika ternyata

putusan banding ( kemudian MA, note) menyatakan memenangkan gugatan

Anggodo, maka kasus Bibit-Chandra harus dibawa ke pengadilan.

d. Koordinator Divisi hukum dan monitoring peradilan Indonesian Corruption

Watch ( ICW) Febri Diansyah, dalam sebuah diskusi di Jakarta tanggal 10

Oktober 2010 mengatakan bahwa sebaiknya dilakukan SKPP jilid 2 atau

Deponering. Dalam SKP jilid 2, kejaksaan seharusnya melakukan koreksi dari

isi SKPP jilid 1, alasan penerbitannya adalah tidak ada bukti hukum dalam kasus

Page 8: Deponir kasus bibit

Bibit-Chandra. Putusan pengadilan tindak pidana korupsi atas perkara Anggodo

yang menyatakan bahwa Anggodo berinisiatif menyuap, maka sekaligus

menghapuskan tuduhan upaya pemerasan terhadap Bibit-Chandra. Opsi kedua

adalah Deponering, namun deponering harus dikonsultasikan dengan berbagai

pihak antara lain Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Agung.

e. Alexander Lay , kuasa hukum Bibit-Chandra ( jakarta, 24-4-2010) mengatakan

bahwa polemik untuk melanjutkan kasus Bibit-Chandra hingga ke pengadilan

tidak bisa hanya dilihat dari faktor keberanian untuk melanjutkan ke pengadilan

atau menghentikannya, namun ini juga bisa dilihat sebagai salah satu bentuk

pelanggaran HAM, apalagi Bibit-Chandra ini telah menjadi manusia yang

terbebas dari jeratan hukum. Pernyataan ini disetujui oeh Febri Diansyah ( ICW)

yang menyatakan bahwa apabila kasus Bibit-Chandra dibawa ke pengadilan

maka sejumlah kasus korupsi yang sedang ditangani KPK terancam tidak tuntas

KPK harus membuktikan bahwa deponir bukanlah barter dengan kasus-kasus

yang sedang ditangani. Harus pula dilakukan upaya untuk mengungkap adanya

rekayasa dalam kasus ini, untuk itu mantan KAPOLRI Bambang Hendarso

Danuri dan Hendarman Supandji harus diperiksa. Juga harus diperiksa sejumlah

penyidik di MABES POLRI dan juga jaksa yang ada di KEJAGUNG.

Sebelumnya Ketua Komisi III Benny K Harman dan pengamat hukum tata

negara Margarito Kamis juga mendesak agar KPK memeriksa Jenderal

Bambang Hendarso Danuri dan Hendarman Supandji. Selanjutnya Febri

menyatakan bahwa KPK tidak boleh menganggap putusan Deponir hanya

sebatas hadiah, akan tetapi merupakan suatu dorongan agar lebih kuat lagi dalam

menuntaskan kasus-kasus yang sedang ditangani saat ini .

f. Nasir Jamil, anggota Komisi III DPR RI ( Jakarta, 24/4/2010) mengatakan

bahwa kemenangan Anggodo di Pengadilan Negeri Jakart a Selatan justru

membuat bingung masyarakat. Hal ini adalah bagian dari upaya pihak tertentu

untuk melemahkan KPK. Komisi III DPR RI menginginkan agar KPK tetap

eksis, jangan sampai dikerdilkan dengan cara dikriminalisasikan kembali

anggotanya.

g. Jimly Asshiddiqie, mantan ketua mahkamah konstitusi dan dewan pertimbangan

presiden ( jakarta, juni 2010) mengatakan bahwa deponering adalah pilihan

terbaik agar bangsa dan negara tidak lagi tersandera oleh persoalan kasus Bibit-

Chandra yang begitu menyedot perhatian publik sejak akhir tahun 2009.

Page 9: Deponir kasus bibit

Menurutnya deponering adalah resiko terkecil yang bisa dilakukan oleh Jaksa

Agung dengan menimbang kepentingan umum serta penhyelamatan institusi

KPK. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 35 huruf c undang undang nomor

16 tahun 2004 tentang kejaksaan yang memberikan wewenang Jaksa Agung

untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Untuk menemukan

alasan kepentingan umum, Jaksa Agung dapat terlebih dahulu berkonsultasi

dengan pihak berkepentingan seperti kepolisian dan KPK. Jimly berpendapat

DPR tidak perlu dilibatkan karena dikhawatirkan justru memperumit keadaan

dan bertambah berlarut-larut. Menurut Jimly, ia telah berdiskusi dengan banyak

ahli hukum seperti Adnan Buyung Nasution, Saldi Isra, Bambang Widjoyanto

kesemuanya menyuarakan lebih baik dilakukan deponering. Kita tutup saja

masalah Bibit-Chandra, yang penting KPK tidak dikoyak-koyak. Jimly yang

sebelumnya berpendapat bahwa sebaiknya kasus ini dibawa ke pengadilan kini

telah mengubahnya. Kasus ini berlarut-larut karena kejaksaan keliru

menafsirkan rekomendasi tim 8 yang meminta agar kasus ini dihentikan.

Penghentian kasus ini semakin mendapatkan pembenaran ketika terbukti dalam

pengadilan Anggodo Widjojo terbukti bahwa tuduhan pemerasan oleh Bibit-

Chandra adalah rekayasa dan tidak didukung oleh bukti. Selain itu Jimly juga

berpendapat tidak harus menunggu jaksa agung definitif untuk mengeluarkan

keputusan deponir.

h. Plt.JAGUNG Darmono mengatakan bahwa deponir kasus Bibit-Chandra sudah

didasarkan pada pertimbangan matang, baik teknis maupun sosial,

mempertimbangkan segala aspek untuk kepentingan penegakan hukum maupun

kepentingan sosial. Jika dalam sebulan mendatang, empat lembaga negara, yakni

Presiden, DPR, Mahkamah Agung dan Kepolisian tidak kunjung memberikan

pertimbangan, Kejaksaan Agung akan rapat untuk membahas ini kembali.

i. Prof.Dr.Indriyanto Seno Adji, Guru besar pada Fakultas Hukum Universitas

Indonesia ( Tempo,24-10-2010 hal 101) mengatakan, sebenarnya dengan

inkracht ( berkekuatan pastinya) putusan pengadilan atas diri Anggodo Widjojo

membuka kesempatan kepada kejaksaan untuk menerbitkan SKPP baru yang

berbeda dengan SKPP sebelumnya, karena kali ini telah ada bukti baru. Opsi

untuk melimpahkan perkara ke pengadilan juga bisa menjadi pilihan menurut

Indriyanto jika hal ini tidak menimbulkan polemik yang lebih besar. Selanjutnya

Indriyanto berpendapat bahwa deponering adalah kurang tepat karena harus

Page 10: Deponir kasus bibit

meminta saran sejumlah lembaga negara terkait. Selain itu menurut Indriyanto,

sebenarnya kejaksaan sendiri tidak berniat untuk melakukan tindakan

deponering yang sebenarnya bisa dilakukannya sejak awal. Setelah proses

berjalan seperti ini, tindakan deponir hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung

definitif.

j. Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia setuju dengan pendapat yang

mengatakan bahwa sebaiknya bawa saja masalah ini ke pengadilan agar jelas

siapa yang berbohong dalam kasus ini .

k. Anggodo Widjojo melalui pengacaranya Bonaran Situmeang,S.H telah

mengajukan permohonan eksekusi putusan MA ke Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan. Mereka berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan Kitab Undang

Undang Hukum Acara Pidana, maka tidak ada pilihan lain dari kejaksaan agung

kecuali patuh kepada putusan pengadilan , apalagi sudah berkekuatan hukum

tetap . Menanggapi hal ini, KEJAGUNG melalui Kepala Pusat Penerangan

Hukum-nya mengatakan bahwa tidak ada proses hukum lagi dalam masalah

deponir Bibit – Chandra. Selain itu, kembali ditegaskan bahwa KEJAGUNG

telah mengirimkan surat permohonan saran sehubungan dengan deponir tersebut

kepada pimpinan DPR. Akan tetapi Darmono selanjutnya menegaskan bahwa

pertimbangan yang masuk tak akan mengubah keputusan deponir kasus yang

dinilai tidak memilki bukti yang memadai ini. Meskipun demikian Darmono

( Tempo, 7-11-2010) menyatakan bahwa realisiasi putusan deponir inji akan

disertai dengan pertimbangan dari badan-badan negara, seperti DPR,Mahkamah

Agung, Mahkamah Konstitusi dan Presiden. Beliau berpendapat meskipun DPR

misalnya menolak keputusan ini, penolakan ini tidak akan mengubah putusan

deponir ini. Akan hal nya Mahkamah Agung, Darmono mengatakan bahwa

secara tersurat dalam amar putusannya sebaiknya kejaksaan menggunakan

deponering dan tidak pertimbangan sosiologis.( Tgl 21-4-2010 JAMWAS

Marwan Effendi menyatakan bahwa SKPP sudah tepat karena kasus Bibit-

Chandra situasional, jika Deponering harus mendapat mendapatkan persetujuan

badan negara yang lain , sedangkan komisi III DPR menginginkan agar kasus ini

dilanjutkan ke pengadilan. Marwan mengatakan SKPP adalah keputusan yang

diambil secara sosiologis ) . Pada kesempatan lainnya, Darmono juga

mengatakan bahwa pemberantasan korupsi merupakan bagian kepentingan

Page 11: Deponir kasus bibit

umum, karenanya mencegah agar tugas yang diemban Bibit-Chandra tidak

terganggu adalah upaya untuk membela kepentingan umum.

Analisis Yuridis :

1. Pendapat para ahli hukum terbelah menjadi 3 yakni :

a. Teruskan ke Pengadilan .

b. Terbitkan SKPP jilid 2.

c. Setuju Deponir.

Jika opsi a yang dipilih, maka akan muncul dampak ikutan yang bisa

meluas menjadi “ pengadilan jalanan”. Kemungkinan ini bisa terjadi, baik karena

masyarakat luas memang kasus ini adalah kriminalisasi, ditambah lagi

ketidakpercayaan pada objektifnya putusan pengadilan. Selain itu, dikaitkan

dengan masa jabatan Bibit-Chandra yang merupakan 2 dari 4 wakil ketua KPK

yang justru memimpin KPK karena ketua definitifnya Antasari Azhar tersangkut

masalah pidana dan Hatorangan yang sudah lampau masa jabatannya. Disisi

lainnya, dengan mempedomani asas praduga tak bersalah,Maka seandainyapun

Bibit-Chandra ternyata dinyatakan bersalah dan harus dihukum, maka harus

menunggu inkracht barulah keduanya bisa dipecat dari jabatannya. Tentu saja hal

ini akan memakan waktu yang cukup lama dan berlarut-larut adanya, sehingga

kinerja KPK sudah pasti akan terganggu.

Sekiranya memilih opsi b, permasalahannya cukup mendasar sebagai

berikut :

1. Dapat diduga hal ini sangatlah dilematis bagi kejaksaan jika memakai opsi

ini karena walaupun disatu sisi bisa mengurangi sakitnya dikalahkan oleh

Anggodo Widjojo yang kemudian terbukti menuduh tanpa bukti . Akan

tetapi, hal ini juga semakin keras menampar kejaksaan, karena kasus yang

akhirnya mengungkap rekayasa anggodo ini sudah terlanjur didukung oleh

kejaksaan dengan mengatakan P.21 berkas Bibit-Chandra yang akhirnya

ditutup oleh kejaksaan dengan terpaksa karena perintah presiden.

2. Akan terdapat kelemahan khusus, yakni menimbulkan ketidakpastian

hukum, karena sudah pernah dilakukan ditolak, lantas diulangi lagi walapun

dengan tambahan alat bukti. Tentu saja , walaupun hal ini tetap akan

didukung oleh publik, namun memunculkan kerawanan tersendiri.

Page 12: Deponir kasus bibit

3. Kondisinya akan menimbulkan hal yang justru dihindarkan terjadinya

dalam opsi a, yakni akan mengganggu kinerja KPK juga karena persoalan

akan semakin meluas dan sudah pasti akan menimbulan gangguan terhadap

kepentingan umum .

Apabila memilih opsi c, uraiannya adalah sebagai berikut :

1) Apakah deponir boleh dilakukan terhadap suatu perkara yang sudah

ditetapkan keputusannya oleh hakim. Diluar hiruk pikuk pendapat para

akademisi, para praktisi dan pengamat , penulis berpendapat bahwa yang

dapat di deponir seharusnya perkara yang belum diputuskan oleh hakim.

Bahkan secara ekstrim penulis berpendapat, jika hendak di deponir adalah

saat jaksa selaku penuntut umum akan mengajukan perkara guna diperiksa

oleh hakim di persidangan. Dalil yang digunakan oleh Bonaran situmeang

selaku penasehat hukum Anggodo yang mempertanyakan tentang dasar

hukum kejaksaan justru mendeponir putusan hakim itu sebenarnya sangat

tidak jelas. Pendapat penulis ini didasarkan pemahaman bahwa undang-

undang nomor 16 tahun 2004 adalah mengatur tentang hak dan kewajiban

kejaksaan selaku penuntut umum dan bukan mengandung unsur yang

memberikan kewenangan sebagai lembaga yudikatif bahkan melebihi

kewenangan presiden. Penulis berpendapat seperti ini, karena presiden

sekalipun tidak pernah diberikan kewenangan untuk mencampuri urusan

pengadilan apalagi keputusannya kecuali grasi, amnesti dan abolisi yang

merupakan upaya hukum luar biasa dan diatur dalam UU

D 1945. Adapun masalah keputusan pengadilan didasarkan pada undang-

undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah ketentuan

yang mengatur tatacara mempertahankan hukum materil yang secara jelas

mengatur bahwa keputusan tertinggi dalam masalah pidana berada pada

hakim.

2) Tidak pernah ada kejelasan tentang badan kekuasaan negara yang

mempunyai hubungan dengan masalah Bibit-Chandra ini.Jika Darmono

mengatakan Mahkamah Agung, berarti harus melalui persidangan atau

bersifat fatwa juga tidaklah jelas. Jika DPR, maka apakah legislatif cocok

untuk mencampuri urusan yudikatif. Selain itu akan terjadi mekanisme yang

lama dan berlarut-larut serta dikaitkan dengan kualitas dan mentalitas

Page 13: Deponir kasus bibit

anggotanya, tidak ada jaminan ada keputusan objektif yang mendahulukan

kepentingan umum dan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi atau

golongan. Ketika disebutkan pula Presiden, menurut penulis sebenarnya

kejaksaan adalah unsur pemerintah yang berarti dipimpin oleh presiden,

dengan demikian maka sifatnya bukanlah pertimbangan , tetapi petunjuk

dan eksekutornya adalah kejaksaan mewakili pemerintah yang justru akan

meminta pula pertimbangan kejaksaan ketika akan mengambil keputusan.

Berdasarkan hal yang diuraikan diatas penulis sependapat bahwa :

1) Pengambil keputusan Deponering adalah Jaksa Agung Definitif. Jika

tenyata sampai saat keputusan diambil Jaksa Agung definitif belum

ditetapkan oleh Presiden, maka hal ini merupakan kesalahan dalam

pengambilan keputusan. Pelaksana tugas adalah pejabat yang

menggantikan untuk sebatas mengelola administrasi. Penulis tidak

setuju dengan pendapat yang mengatakan tidak ada bedanya Jaksa

Agung definitif dengan pelaksana tugas. Tentang hal ini, sebenarnya

presiden mempunyai peranan yang sangat penting dalam kecepatan

dan ketepatannya mengambil keputusana dan segera menetapkan

Jaksa Agung definitif.

2) Permintaan pertimbangan seharusnya dilakukan sebelum deponir

ditetapkan dan diumumkan. Dalam kasus Bibit-Chandra, ketentuan ini

juga menghadapkan kejaksaan pada posisi yang sangat sulit. Jika

meminta dan menunggu saran, maka memerlukan waktu yang cukup

panjang dan berliku, karena selain lembaga/badan yang dimaksudkan

belum jelas, dilengkapi pula dengan iktikad para pelaksananya yang

belum dapat dijamin benar-benar ingin menegakkan keadilan dan

kebenaran.

3) Berhubung undang-undang menyebutkan badan-badan kekuasaan

negara yang ada hubungannya dengan masalah tersebut namun tidak

tegas dan mengambang, maka penulis berpendapat bahwa yang

dimintakan pendapatnya justru pendapat publik yakni rakyat yang bila

perlu mengadakan referendum tentang masalah ini, karena sangat

diperlukan upaya kalibrasi terhadap niat para pihak yang dapat

menentukan jalannya proses pencarian keadilan di negeri ini. Jika

tidak dianggap berlebihan, justru penulis sangat setuju apabila Bibit

Page 14: Deponir kasus bibit

dan Chandra yang meminta supaya tuduhan upaya pemerasan yang

mereka lakukan di periksa di pengadilan . Jika memang mereka tidak

berbuat kesalahan, maka segala sesuatu yang berkembang di

pengadilan akan langsung menjadi bentuk klarifikasi paling objektif

yang pernah terjadi di negeri ini.

C. Tinjauan dari sisi Etika.

Prof.Dr.H.Suwarma Al Muchtar, S.H, MPd guru besar mata kuliah hubungan

legislatif-Eksekutif-Yudikatif pada program pasca sarjana U niversitas Pendidikan

Indonesiamengatakan bahwa undang-undang tidak mungkin dapat membuat pengaturan

yang menjangkau semua kebutuhan . Ketika undang-undang berhenti pada titik tertentu

seperti undang-undang nomor 16 tahun 2004 ini, seyogyanya etika yang harus tampil

menyelesaikan permasalahan. Jika pendapat tersebut dihubungkan dengan kasus Bibit-

Chandra , maka tidaklah patut jika yang diminta untuk menyelesaikan permasalahan

kasus Bibit-Chandra ini bertumpu pada Plt. Jaksa Agung Darmono. Selayaknya Presiden

harus aktif dan tidak terkesan membiarkan Plt Jaksa Agung menyelesaikannya sendiri,

karena Plt Jaksa Agung adalah aparatnya presiden. Sangatlah tepat kiranya jika presiden

memprakarsai suatu dengar pendapat dan musyawarah penyelesaian polemik ini

sehingga tidak terus berkepanjangan. Secara etika pula, seharusnya kasus ini harus benar-

benar ditelusuri, setelah pengadilan Anggodo Widjojo tidak dapat membuktikannya,

maka sudah selayaknya mengusut lebih jauh kenapa KAPOLRI dan jajarannya sangat

bersemangat untuk menjerat Bibit-Chandra. Telah banyak kejanggalan yang terjadi baik

berupa pernyataan Jenderal Bambang Hendarsono Danuri selaku KAPOLRI berkata

dengan lantang bahwa mereka mempunyai banyak bukti termasuk rekaman pembicaraan

antara Anggodo, Ari mulyadi dengan pejabat KPK yang ternyata hanyalah isapan jempol

belaka. Sangatlah tidak layak perkataan pejabat setingkat KAPOLRI yang asal ucap dan

digaungkan dengan nyaring oleh Hendarman Supandi yang Jaksa Agung pada waktu

itu.Sangatlah tidak pantas mengumandangkan pernyataan ingin menegakkan kebenaran,

akan tetapi membiarkan suatu misteri menjadi serpihan yang seolah-olah tidak

berhubungan satu dengan lainnya, yakni Kasus Bibit-Chandra yang terpotong dengan

kasus komisaris jenderal Susno Duaji pada potongan lainnya dan membiarkan tidak

terungkap tindakan yang dilakukan oleh Bambang Hendarso Danuri pada serpihan

lainnya.

Page 15: Deponir kasus bibit

Demikian tulisan yang sangat bersahaja ini dibuat, dengan harapan mendapatkan

tambahan pencerahan dari Prof.Dr.H.Suwarma Al Muchtar, S.H, MPd.